Rasa hormat dan loyalitas merupakan suatu kewajiban moral yang harus dihidupi di tengah keanekaragaman yang merupakan konsekuensi dari relasi dengan sesama dalam kehidupan. Dalam hidup bersama kita tidak akan saling mencintai satu sama lain kalau kita tidak loyal (saling menaati/saling menghormati) satu sama lain.[13]
Â
Manusia harus bertanggungjawab atas tindakannya sendiri, dengan loyalitas dan rasa hormat. Orang yang dalam segala penderitaannya hidup di dunia ini tetap memelihara dan menjaga kedamaian dalam jiwa dan raganya, mereka itu sungguh-sungguh pembawa damai dalam hidup bersama.[14] St. Fransiskus mengatakan bahwa ia sangat tidak menyukai para saudara yang menjelek-jelekan saudara yang lain dan ia tidak menyukai saudara yang menyembunyikan kesalahan saudara yang lain. Ia mengatakan bahwa hal yang demikian adalah menjadi batu sandungan atau rasa bau dalam ordo.
Â
Dalam kehidupan bersama juga dituntut sikap loyalitas yang sungguh-sungguh dalam diri. Tampa sikap itu kita tidak akan bisa berjalan bersama dalam persaudaraan. Sangat sulit dibayangkan jika sikap loyalitas itu hanya sekedar kepura-puraan belaka. Dalam konteks berjalan bersama diharapkan kepada semua untuk saling terbuka satu sama lain, sehingga dari itu semua kita akan mengetahui kebaikan dan kelemahan dari setiap orang. Maka dengan demikian kita akan saling mengerti dan sejalan dalam perjalanan sebagai saudara. Tidak ada rasa cemburu, iri, dan sikap acuh tak acuh karena kelebihan dan kemampuan saudara atau teman yang lain, melainkan menerimanya sebagai rahmat dalam hidup bersama.
Â
Dipanggil Untuk Menghidupi dan Memberikan Kesaksian Akan Perdamaian
Â
Para saudara Fransiskan dipanggil untuk menghidupi semangat persaudaraan dengan memberikan kesaksian akan perdamaian di tengah-tengah masyarakat. Kekeluargaan dengan segala mahkluk dan cinta yang telah membuatnya secara lebih gampang untuk terlibat langsung kepada sesama manusia. Jiwa fransiskan merupakan suatu kepekaan yang khusus guna membangun persaudaraan di antara manusia dalam dunia aktual yang berkonflik, sakit, menderita di berbagai tempat, dengan berbagai bentuk ketidaktoleranan dan kekerasan rasistik.[15]
Â
Sejak dari semula dibentuk kelurga saudara Dina oleh St. Fransiskus, dengan memperhatikan khusus mereka yang lemah, miskin dan menderita. Fransiskus menginginkan agar semua pengikutnya menghidupi nilai persaudaraan dalam seluruh arah kehidupan, karena jiwa fransiskan ialah dikenal dengan sebagai yang dicintai dan diterima karena rahmat murni dari Allah itu, yang menelanjangi dan memberi diri seluruhnya kepada pelayanan. [16]