Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Semakin Akrab, Semakin Tidak Sopan? Perspektif Linguistik tentang Kesopanan dan Keakraban

16 November 2024   05:31 Diperbarui: 16 November 2024   08:23 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan persepsi kesopanan antarbudaya bisa memicu konflik. Goffman (1967) menunjukkan bahwa konsep "muka" berbeda-beda di setiap budaya, yang memengaruhi tingkat kesopanan. Di budaya seperti Jepang atau Korea, formalitas tetap penting meskipun hubungan sudah akrab, sementara di budaya lain, seperti Amerika Serikat, gaya komunikasi lebih langsung dan cenderung informal dalam situasi akrab. Ketidaksesuaian ini dapat menciptakan ketegangan, terutama dalam lingkungan kerja internasional atau multikultural.

Tingkat keakraban memengaruhi gaya komunikasi dalam hubungan sosial. Dalam hubungan pribadi yang akrab, orang merasa lebih nyaman menunjukkan keaslian mereka melalui komunikasi santai. Holmes dalam Women, Men, and Politeness (1995) menyatakan bahwa hubungan akrab memungkinkan penggunaan bahasa lebih fleksibel karena pemahaman bahwa bahasa langsung mencerminkan keintiman, bukan ketidakhormatan. Sebaliknya, dalam hubungan yang kurang akrab, struktur bahasa formal lebih sering digunakan untuk menunjukkan rasa hormat.

Dalam konteks profesional, kesopanan dalam komunikasi bisnis sangat penting untuk menjaga hubungan baik dan mencegah kesalahpahaman yang dapat memengaruhi produktivitas. Brown & Levinson (1987) menguraikan bahwa kesopanan dalam lingkungan profesional membantu menjaga hierarki dan relasi kekuasaan, sehingga tercipta suasana yang saling menghormati.

Pemahaman yang baik tentang fenomena ini juga dapat membangun budaya kerja yang lebih terbuka. Dell Hymes dalam Foundations in Sociolinguistics (1974) menyatakan bahwa adaptasi gaya komunikasi, termasuk kapan harus bersikap santai atau formal, dapat meningkatkan efektivitas dan kenyamanan interaksi profesional, mendukung kolaborasi dan keterbukaan dalam tim kerja.

Uraian di atas menunjukkan, keakraban dan kesopanan dalam komunikasi dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya. Kesopanan bukan sekadar aturan formal; itu menjaga hubungan sosial. Hubungan akrab memungkinkan komunikasi lebih langsung, sementara hubungan kurang akrab cenderung menjaga jarak untuk menghormati. Menurut teori "muka" Brown & Levinson, "muka" positif mendominasi dalam hubungan akrab untuk menciptakan penerimaan, sedangkan "muka" negatif mendominasi dalam hubungan formal untuk menjaga batasan. Memahami konteks ini mencegah kesalahpahaman, terutama dalam lingkungan multikultural, sehingga memungkinkan komunikasi efektif dan hubungan saling menghormati.

Merauke, 16 November 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun