Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Membaca dan menulis, kesukaanku. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Semakin Akrab, Semakin Tidak Sopan? Perspektif Linguistik tentang Kesopanan dan Keakraban

16 November 2024   05:31 Diperbarui: 16 November 2024   08:23 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hubungan yang tidak akrab, kesopanan menjadi alat penting untuk menjaga jarak sosial dan menunjukkan rasa hormat terhadap status atau posisi masing-masing individu. Dalam konteks sosiolinguistik, kesopanan ini berfungsi untuk menghindari konflik dan menciptakan suasana formal yang sesuai dengan perbedaan hierarki atau jarak sosial.

Jarak sosial dan hierarki: Jarak sosial dan perbedaan status sangat memengaruhi tingkat kesopanan yang diharapkan dalam komunikasi. Menurut Brown & Levinson (1987), semakin besar jarak sosial, semakin tinggi kebutuhan kesopanan formal untuk melindungi citra diri setiap pihak. Dalam hierarki, seperti antara atasan dan bawahan, bahasa sopan mengakui posisi dan otoritas pihak yang lebih tinggi. Erving Goffman dalam Interaction Ritual: Essays in Face-to-Face Behavior (1967)  juga menyatakan bahwa orang berusaha melindungi citra diri dalam interaksi, dan kesopanan membantu menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan jarak sosial besar. Dalam konteks yang tidak akrab, bahasa formal dan sopan penting untuk mempertahankan struktur hierarki dan mencegah potensi konflik atau ketidaknyamanan.

Fungsi kesopanan dalam interaksi resmi: Dalam interaksi formal, kesopanan berfungsi menjaga jarak emosional dan menunjukkan rasa hormat. Geoffrey Leech (1983) menyatakan bahwa kesopanan membantu mempertahankan jarak sosial dan memberikan penghargaan terhadap status seseorang. Kesopanan formal memastikan hubungan tetap sesuai norma yang ditetapkan. Aspek penting dalam kesopanan formal adalah kesopanan negatif, yang menghindari gangguan terhadap otonomi orang lain. Brown & Levinson (1987) menjelaskan bahwa kesopanan negatif ini digunakan untuk menjaga kebebasan pihak lain, terutama dalam hubungan dengan jarak sosial atau hierarki besar.

Contoh kasus interaksi atasan dan bawahan atau komunikasi antarorang yang baru bertemu: Kesopanan formal berfungsi menunjukkan rasa hormat terhadap peran atau otoritas seseorang, terutama dalam lingkungan kerja. Janet Holmes (2013) menyatakan bahwa bawahan sering menggunakan bahasa sopan untuk menegaskan hierarki dan menjaga jarak sosial, mencerminkan perbedaan status. Dalam hubungan baru, kesopanan membantu menciptakan kesan pertama yang baik dan menghindari kesalahpahaman. Richard Watts dalam Politeness (2003)  menambahkan bahwa kesopanan membangun kerangka hubungan positif, mengurangi potensi ketidaknyamanan, dan memperjelas batas interaksi.

Analisis Kasus dalam Konteks Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki cara unik untuk mencerminkan keakraban dan kesopanan melalui pilihan kata, sapaan, dan cara berbicara. Dari perspektif sosiolinguistik, bahasa berfungsi untuk mengatur jarak sosial serta menambah atau mengurangi formalitas dalam interaksi antarindividu. Hal ini membantu individu menunjukkan hubungan yang lebih akrab atau tetap menjaga jarak yang sopan sesuai konteks sosial.

Penggunaan kata sapaan dalam bahasa Indonesia menunjukkan tingkat keakraban atau perbedaan status antara pembicara dan pendengar. Sapaan seperti "Bapak," "Ibu," atau "Saudara" menandakan formalitas dan jarak sosial, sementara sapaan seperti "kamu" atau "lu" digunakan di kalangan teman atau keluarga dekat. Pilihan kata yang lebih sopan seperti "saya" dan "Anda" biasanya digunakan dalam situasi formal atau dengan orang yang tidak akrab untuk menunjukkan rasa hormat.

Bahasa Indonesia juga memungkinkan seseorang memilih antara kata sapaan formal dan informal sesuai kebutuhan. Jakob Sumardjo dalam Komunikasi Antarbudaya di Indonesia (2018) mencatat bahwa dalam situasi yang menuntut formalitas, seseorang cenderung menggunakan bahasa yang menunjukkan kehormatan dan kesopanan. Namun, dalam konteks santai, bahasa yang lebih informal atau bahkan "tidak sopan" secara konvensional justru menunjukkan kedekatan dan solidaritas.

Contoh penggunaan ini tampak dalam dua konteks percakapan yang berbeda. Dalam konteks formal, seorang karyawan baru memanggil atasannya dengan sapaan "Pak" untuk menunjukkan rasa hormat. Sebaliknya, dalam konteks informal antara dua teman, penggunaan sapaan "lu" dan "gue" menandakan kedekatan. Sapaan informal ini menegaskan keakraban, sebagaimana dijelaskan oleh Soetomo dalam Bahasa dan Identitas Sosial di Indonesia (2020), bahwa bahasa yang lebih akrab dan santai menghilangkan batasan formalitas dalam interaksi antar teman.

Implikasinya dalam Kehidupan Sosial

Fenomena "semakin akrab, semakin tidak sopan" memiliki implikasi luas dalam kehidupan sosial, terutama dalam hubungan antarbudaya, sosial, dan profesional. Memahami bagaimana kesopanan dan keakraban diekspresikan di berbagai budaya sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan membangun hubungan yang sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun