Perbedaan persepsi kesopanan antarbudaya bisa memicu konflik. Goffman (1967) menunjukkan bahwa konsep "muka" berbeda-beda di setiap budaya, yang memengaruhi tingkat kesopanan. Di budaya seperti Jepang atau Korea, formalitas tetap penting meskipun hubungan sudah akrab, sementara di budaya lain, seperti Amerika Serikat, gaya komunikasi lebih langsung dan cenderung informal dalam situasi akrab. Ketidaksesuaian ini dapat menciptakan ketegangan, terutama dalam lingkungan kerja internasional atau multikultural.
Tingkat keakraban memengaruhi gaya komunikasi dalam hubungan sosial. Dalam hubungan pribadi yang akrab, orang merasa lebih nyaman menunjukkan keaslian mereka melalui komunikasi santai. Holmes dalam Women, Men, and Politeness (1995) menyatakan bahwa hubungan akrab memungkinkan penggunaan bahasa lebih fleksibel karena pemahaman bahwa bahasa langsung mencerminkan keintiman, bukan ketidakhormatan. Sebaliknya, dalam hubungan yang kurang akrab, struktur bahasa formal lebih sering digunakan untuk menunjukkan rasa hormat.
Dalam konteks profesional, kesopanan dalam komunikasi bisnis sangat penting untuk menjaga hubungan baik dan mencegah kesalahpahaman yang dapat memengaruhi produktivitas. Brown & Levinson (1987) menguraikan bahwa kesopanan dalam lingkungan profesional membantu menjaga hierarki dan relasi kekuasaan, sehingga tercipta suasana yang saling menghormati.
Pemahaman yang baik tentang fenomena ini juga dapat membangun budaya kerja yang lebih terbuka. Dell Hymes dalam Foundations in Sociolinguistics (1974) menyatakan bahwa adaptasi gaya komunikasi, termasuk kapan harus bersikap santai atau formal, dapat meningkatkan efektivitas dan kenyamanan interaksi profesional, mendukung kolaborasi dan keterbukaan dalam tim kerja.
Uraian di atas menunjukkan, keakraban dan kesopanan dalam komunikasi dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya. Kesopanan bukan sekadar aturan formal; itu menjaga hubungan sosial. Hubungan akrab memungkinkan komunikasi lebih langsung, sementara hubungan kurang akrab cenderung menjaga jarak untuk menghormati. Menurut teori "muka" Brown & Levinson, "muka" positif mendominasi dalam hubungan akrab untuk menciptakan penerimaan, sedangkan "muka" negatif mendominasi dalam hubungan formal untuk menjaga batasan. Memahami konteks ini mencegah kesalahpahaman, terutama dalam lingkungan multikultural, sehingga memungkinkan komunikasi efektif dan hubungan saling menghormati.
Merauke, 16 November 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H