Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

(Novel) Menapak Jejak di Kimaam, Episode 43-44

6 November 2024   06:05 Diperbarui: 6 November 2024   06:24 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Cover Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)


Persiapan Berkas

Setelah mendapatkan dukungan dari teman-temannya, Josefa memasuki fase persiapan yang intens untuk mengumpulkan semua persyaratan yang diperlukan untuk mendaftar di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebagai langkah awal, dia mengunjungi kantor sekolahnya di SMA Yoanes XXIII di Merauke untuk meminta bantuan dari guru-gurunya.

Saat tiba di kantor sekolah, Josefa bertemu dengan Bu Maria, guru bimbingan konseling yang sudah lama dikenalinya. "Selamat pagi, Bu Maria," sapa Josefa dengan senyum di wajahnya.

"Selamat pagi, Josefa. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bu Maria dengan ramah.

"Saya ingin mengurus transkrip nilai dan surat rekomendasi dari kepala sekolah untuk pendaftaran ke IPB, Bu," jelas Josefa.

"Baik, mari kita mulai dengan transkrip nilai. Kamu sudah membawa semua nilai yang diperlukan?" tanya Bu Maria sambil mempersiapkan berkas-berkas.

"Ya, Bu. Ini semua nilai saya selama tiga tahun terakhir," kata Josefa sambil menyerahkan dokumen-dokumen tersebut.

Setelah itu, Bu Maria membantu Josefa bertemu dengan kepala sekolah, Pak Herman, untuk mendapatkan surat rekomendasi. Pak Herman membaca kembali catatan prestasi Josefa dan menulis rekomendasi yang sangat positif mengingat prestasinya yang gemilang selama di sekolah, terutama dalam bidang sains dan pertanian.

"Josefa, kamu adalah salah satu siswa terbaik kami. Saya yakin IPB akan sangat beruntung memiliki kamu sebagai mahasiswa," kata Pak Herman sambil menyerahkan surat rekomendasi itu.

"Terima kasih banyak, Pak Herman. Dukungan ini sangat berarti bagi saya," balas Josefa dengan tulus.

Selanjutnya, Josefa menghadiri beberapa sesi konseling karier yang diselenggarakan oleh sekolah untuk membantu siswa menghadapi proses seleksi perguruan tinggi. Di sesi tersebut, Bu Maria memberikan banyak tips tentang cara menulis esai motivasi yang kuat dan menyusun portofolio prestasi dan kegiatan ekstrakurikuler yang relevan.

"Josefa, pastikan esai motivasi kamu mencerminkan siapa kamu sebenarnya dan mengapa kamu ingin kuliah di IPB. Ceritakan juga tentang pengalaman kamu dalam pertanian di kampung halaman," saran Bu Maria.

"Saya akan melakukannya, Bu. Saya ingin mereka tahu betapa besar keinginan saya untuk belajar dan kembali membangun kampung," jawab Josefa dengan semangat.

Di samping itu, Josefa juga mengikuti kursus persiapan ujian masuk yang diadakan di Merauke. Kursus ini membantunya mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian tulis yang merupakan bagian dari proses seleksi IPB. Dia belajar keras, mempelajari materi-materi yang akan diuji seperti matematika, biologi, dan kimia, yang semuanya menjadi bagian penting dalam ujian tersebut.

"Josefa, bagaimana persiapan ujianmu?" tanya Didimus saat mereka bertemu di perpustakaan.

"Cukup menantang, Didimus. Tapi aku berusaha keras. Aku yakin bisa," jawab Josefa sambil tersenyum.

"Kamu pasti bisa, Josefa. Aku percaya padamu," kata Didimus menyemangati.

Josefa juga tidak lupa untuk menyusun dokumen-dokumen lain seperti sertifikat penghargaan yang pernah dia dapatkan dalam kompetisi-kompetisi pertanian lokal. Semua ini dia lakukan dengan tekun dan penuh dedikasi, menyadari betapa pentingnya persiapan ini bagi langkah besar yang akan diambilnya.

Saat dia mengumpulkan semua berkas dan memeriksanya satu per satu di rumahnya, Josefa merasa bangga dengan semua yang telah dia capai. Dia merenung sejenak, mengingat perjalanan panjangnya mulai dari keinginan untuk memahami keajaiban pertanian tradisional hingga keputusan kuat untuk mengejar ilmu pertanian modern di IPB.

Pada malam sebelum mengirimkan aplikasi, Josefa duduk di meja kerjanya di sudut kamarnya, menatap berkas-berkas persiapan dengan penuh harap. Mama Maria datang menghampirinya.

"Bagaimana perasaanmu, Josefa?" tanya Mama Maria dengan lembut.

"Sedikit gugup, Ma. Tapi aku yakin ini adalah langkah yang benar," jawab Josefa.

"Percayalah pada dirimu sendiri, Nak. Kamu telah bekerja keras untuk ini. Kami semua bangga padamu," kata Mama Maria sambil memeluk putrinya.

"Terima kasih, Mama. Doakan aku, ya," ujar Josefa dengan haru.

Dengan hati penuh harapan dan semangat, Josefa merasa siap untuk menghadapi ujian seleksi dan yakin bahwa perjuangannya selama ini akan membawanya menuju impian yang selama ini dia kejar.

Persiapan Mental

Seiring dengan persiapan fisik untuk mengumpulkan berkas aplikasi ke IPB, Josefa juga sadar akan pentingnya persiapan mental dalam menghadapi tantangan yang akan datang. Sejak kecil, dia diajarkan oleh orang tuanya bahwa tekad dan keteguhan hati adalah kunci untuk mencapai impian.

Di malam-malam menjelang ujian masuk IPB, Josefa sering kali duduk sendiri di tepi pantai Kampung Tabonji. Suara ombak yang tenang dan udara segar malam Papua Selatan memberinya ketenangan dalam merenung dan mempersiapkan pikirannya untuk menghadapi ujian yang akan menentukan nasib masa depannya.

Suatu malam, saat sedang duduk di tepi pantai, Didimus mendekatinya dengan membawa dua cangkir teh hangat.

"Hei, Josefa. Aku membawakanmu teh. Kamu sudah lama di sini," kata Didimus sambil menyerahkan cangkir tersebut.

"Terima kasih, Didimus," kata Josefa dengan senyum lembut. "Aku hanya merenung, memikirkan semua yang telah kita pelajari dan persiapkan."

Didimus duduk di sampingnya, menatap ombak yang bergulung. "Kamu sudah bekerja keras, Josefa. Aku yakin kamu akan berhasil di ujian ini."

Josefa menghela napas dalam-dalam, lalu menatap Didimus. "Kadang-kadang aku merasa cemas, Didimus. Bagaimana jika semua persiapan ini tidak cukup?"

Didimus tersenyum dan menepuk bahu Josefa dengan lembut. "Kamu harus ingat, ini bukan hanya tentang persiapan fisik, tapi juga tentang keyakinan dan tekad. Kamu punya kedua hal itu dalam dirimu."

Josefa memanfaatkan waktu-waktu tersebut untuk membaca buku-buku tentang pertanian modern, mengasah pemahamannya tentang teknik-teknik terbaru dalam budidaya tanaman. Ia juga memperdalam pengetahuannya tentang tanaman Dambu yang menjadi kekhasan kampung halamannya, mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dalam ujian.

"Didimus, aku menemukan teknik baru dalam budidaya tanaman. Lihat ini," kata Josefa suatu malam saat mereka duduk di bawah bintang-bintang. Dia menunjukkan sebuah buku yang baru dibacanya. "Metode ini bisa meningkatkan hasil panen Dambu kita."

Didimus memperhatikan dengan antusias. "Itu luar biasa, Josefa. Kalau kamu bisa menjelaskan ini dengan baik di ujian nanti, pasti mereka akan terkesan."

Selain itu, Didimus, sahabatnya yang setia, juga turut memberikan dukungan moral dan berbagai tips untuk mengatasi stres dan kecemasan sebelum ujian. Mereka sering mengadakan sesi diskusi malam hari di bawah bintang-bintang, membahas strategi untuk menghadapi ujian dengan tenang dan fokus.

"Bagaimana kalau kita coba latihan meditasi untuk menenangkan pikiran?" usul Didimus suatu malam. "Aku pernah mendengar bahwa meditasi bisa membantu mengatasi kecemasan."

Josefa mengangguk setuju. "Baiklah, mari kita coba. Setiap bantuan untuk mengatasi kecemasan sangat berharga saat ini."

Josefa juga mengambil waktu untuk merefleksikan perjalanan hidupnya dan alasan di balik keputusannya untuk memilih IPB. Ia menyadari bahwa impian untuk mengembangkan pertanian di kampung halamannya bukan sekadar cita-cita pribadi, melainkan juga sebuah misi yang lebih besar untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungannya.

"Didimus, aku ingin mengembangkan pertanian di kampung kita. Bukan hanya untuk diriku, tapi untuk semua orang di sini," kata Josefa dengan mata berbinar. "Aku ingin membawa perubahan yang berarti."

Didimus tersenyum penuh kebanggaan. "Aku tahu kamu bisa, Josefa. Kamu punya visi dan semangat yang luar biasa."

Setiap kali merasa ragu atau cemas, Josefa mengingat nasihat dari orang tuanya tentang pentingnya tekad dan keteguhan hati. Mereka selalu mendukung dan meyakinkannya bahwa apa pun yang terjadi, dia mampu menghadapi tantangan dengan kepala tegak dan hati yang penuh keyakinan.

Saat tiba hari ujian, Josefa merasa siap secara fisik maupun mental. Dia memasuki ruang ujian dengan sikap yang tenang dan percaya diri, siap untuk menunjukkan kepada penguji betapa besar keinginannya untuk belajar dan berkembang di bidang pertanian.

"Didimus, doakan aku," bisik Josefa sebelum masuk ke ruang ujian.

Didimus menggenggam tangannya dengan erat. "Aku selalu mendoakanmu, Josefa. Lakukan yang terbaik, dan ingatlah bahwa kami semua mendukungmu."

Josefa menghadapi setiap soal dengan penuh konsentrasi, menunjukkan bahwa persiapan mentalnya sejalan dengan tekadnya untuk meraih impian. Dia yakin bahwa dengan usaha dan keyakinan, impian untuk membawa perubahan positif bagi Kampung Tabonji akan terwujud.

(Bersambung)

Merauke, 6 November 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun