Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

(Novel) Menapak Jejak di Kimaam, Episode 17-18

2 Oktober 2024   06:05 Diperbarui: 2 Oktober 2024   06:06 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Dengan perjuangan awal ini, Josefa tidak hanya mengambil langkah besar menuju pendidikan yang ia percayai akan membantu dirinya tumbuh, tetapi juga membuktikan tekadnya untuk menjadi agen perubahan yang positif bagi tanah airnya, Papua. Diskusi ini menjadi titik balik penting dalam perjalanan Josefa, yang kemudian melanjutkan perjalanannya ke Bogor dengan keyakinan bahwa langkah ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar dan bermakna dalam hidupnya.

Kebingungan dan Kekaguman

Setelah merayakan keberhasilan Pesta Adat Dambu di Kampung Tabonji, Josefa merasa terombang-ambing antara kebingungan dan kekaguman. Suasana malam mulai menyelimuti kampung, menyisakan cahaya gemerlap dari lampu-lampu minyak kelapa yang menerangi jalanan tanah merah.

Josefa duduk di teras rumah, mengingat kembali momen-momen indah yang baru saja dilewati. Di dalam benaknya, keajaiban ubi-ubi besar yang tumbuh dengan subur tetap menjadi teka-teki yang sulit dipahami. Bagaimana bisa tanaman itu berkembang dengan begitu baik tanpa campur tangan teknologi modern?

Saat sedang merenung, Ayahnya, Bapak Matias, keluar dan duduk di sampingnya. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Nak?" tanya Bapak Matias dengan suara lembut.

Josefa menoleh dan tersenyum tipis. "Aku masih memikirkan tentang ubi-ubi besar itu, Ayah. Bagaimana bisa mereka tumbuh subur tanpa bantuan teknologi modern?"

Bapak Matias tertawa pelan. "Itu semua adalah hasil dari pengetahuan dan kearifan yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Mereka tahu cara membaca tanah, cuaca, dan tanaman. Pengetahuan itu lebih dari sekadar ilmu, Josefa. Itu adalah bagian dari hidup kita."

Josefa mengangguk perlahan, merasa sedikit lebih tenang namun tetap penuh rasa ingin tahu. "Di sekolah, kami diajarkan tentang teknologi pertanian yang canggih. Tapi di sini, aku melihat sesuatu yang berbeda. Aku ingin memahami lebih dalam bagaimana kearifan lokal ini bisa begitu efektif."

"Pengetahuan modern memang penting," kata Bapak Matias, "tapi jangan pernah meremehkan nilai dari tradisi kita. Keduanya bisa saling melengkapi, bukan saling menggantikan."

Saat mereka berbincang, Ibu Josefa, Mama Maria, bergabung dengan mereka sambil membawa minuman hangat. "Apa yang kalian bicarakan?" tanyanya.

Josefa mengambil minuman dari tangan ibunya. "Aku sedang bertanya-tanya tentang bagaimana memadukan pengetahuan modern dengan kearifan lokal kita, Bu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun