Menurut Robinson (2015), dalam Tradition and Modernity in Indonesia, beban ekonomi yang dihadapi oleh keluarga-keluarga ini sering diperparah oleh kurangnya akses terhadap sumber daya ekonomi yang lebih besar dan pekerjaan yang layak, sehingga menjadikan partisipasi dalam tradisi sebagai sebuah dilema.
Pemborosan sumber daya adalah masalah lain yang sering muncul dalam pelaksanaan "antar dulang." Banyaknya makanan dan barang yang diantarkan dalam acara sering kali melebihi kebutuhan, yang dapat mengakibatkan pemborosan dan bahkan mubazir.
Menurut Alfian (2014), dalam Kebudayaan dan Pemborosan: Studi Kasus Indonesia, pemborosan ini tidak hanya berdampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga mencerminkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien, yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak.
Turner (2017), dalam Ritual, Economy, and Society, menambahkan bahwa di era modern ini, masyarakat harus lebih bijaksana dalam menyeimbangkan antara penghormatan terhadap tradisi dan kebutuhan akan efisiensi sumber daya untuk memastikan keberlanjutan sosial dan ekonomi.
Tekanan sosial untuk mempertahankan gengsi juga memainkan peran dalam tradisi "antar dulang." Tekanan sosial untuk memberikan yang terbaik dapat menyebabkan individu atau keluarga merasa terpaksa berkontribusi lebih dari yang seharusnya, hanya untuk menjaga citra atau reputasi di mata komunitas.
Menurut Geertz (1973), tindakan-tindakan sosial yang didorong oleh gengsi ini sering menyebabkan ketidakseimbangan antara aspirasi pribadi dan kemampuan nyata, menciptakan tekanan psikologis yang tidak perlu.
Suryadinata (2010), dalam Budaya dan Gengsi di Indonesia, juga menekankan bahwa budaya gengsi dapat menghalangi inovasi sosial yang diperlukan untuk menyesuaikan tradisi dengan konteks ekonomi dan sosial yang berubah. Dalam konteks ini, tantangan utama adalah bagaimana menjaga esensi dari tradisi tanpa terjebak dalam siklus gengsi yang membebani.
Pendekatan Solusi
Untuk mempertahankan tradisi "antar dulang" tanpa membebani ekonomi masyarakat atau menyebabkan pemborosan, diperlukan pendekatan solusi yang kreatif dan adaptif. Beberapa solusi berikut dapat dipertimbangkan.
Kesepakatan bersama: Membuat kesepakatan bersama di antara anggota komunitas tentang jumlah dan jenis barang yang diantar bisa menjadi langkah awal yang efektif. Kesepakatan ini dapat membantu menyeimbangkan antara penghormatan terhadap tradisi dan kebutuhan untuk menghindari pemborosan.
Fischer (2014) menekankan pentingnya dialog dan konsensus komunitas dalam menyesuaikan praktik tradisional dengan realitas ekonomi dan sosial modern.