Dalam konteks masyarakat tradisional seperti Lamaholot, setiap acara adat tidak hanya menjadi momen penting bagi pihak yang merayakan, tetapi juga kesempatan untuk memperkuat hubungan sosial antar keluarga dan kerabat.
Menurut Simarmata (2016), dalam Tradisi dan Perubahan Sosial di Indonesia, tradisi ini berfungsi sebagai mekanisme sosial untuk memperkuat solidaritas, mengingatkan setiap anggota komunitas akan tanggung jawab sosialnya dan keterikatan yang lebih besar terhadap kelompok.
Tradisi "antar dulang" menjadi simbol solidaritas yang nyata di antara anggota masyarakat. Dalam kebudayaan Lamaholot, tindakan mengantar dulang bukan sekadar kewajiban sosial, melainkan ekspresi nyata solidaritas dan dukungan terhadap sesama. Geertz (1973), dalam The Interpretation of Cultures, menyatakan bahwa dalam konteks kebudayaan, tindakan-tindakan seremonial seperti ini memperkuat rasa saling memiliki dan keterikatan emosional antar anggota komunitas.
Kebersamaan, yang menjadi salah satu nilai inti juga tercermin dalam pelaksanaan tradisi ini. Kegiatan persiapan dan pengantaran dulang melibatkan banyak anggota komunitas, menciptakan suasana gotong royong dan kerja sama.
Fischer (2014), dalam Ritual and Society in Southeast Asia, menekankan bahwa kebersamaan dalam kegiatan tradisional membantu memperkuat struktur sosial dan meningkatkan rasa saling percaya antar individu dalam komunitas.
Dukungan komunitas yang kuat menjadi salah satu alasan mengapa tradisi ini tetap bertahan. Dalam acara pernikahan adat, keluarga yang mengadakan pesta tidak hanya dibantu secara material, tetapi juga mendapatkan dukungan moral dari seluruh komunitas. Ini menciptakan jaringan sosial yang saling menopang, yang penting bagi stabilitas sosial.
Turner (1969), dalam The Ritual Process: Structure and Anti-Structure, menggambarkan bagaimana ritual sosial dapat memperkuat hubungan sosial dengan menawarkan kesempatan untuk interaksi dan kolaborasi.
Tantangan dan Masalah
Tradisi "antar dulang" dalam masyarakat Lamaholot, meskipun kaya akan nilai-nilai positif seperti solidaritas dan kebersamaan, tidak lepas dari berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi oleh para pelakunya. Tantangan ini meliputi beban ekonomi bagi keluarga kurang mampu, pemborosan sumber daya, dan tekanan sosial untuk menjaga gengsi.
Salah satu tantangan utama dari tradisi "antar dulang" adalah beban ekonomi yang ditimbulkannya, terutama bagi keluarga yang kurang mampu. Setiap keluarga diharapkan untuk berpartisipasi dalam acara adat dengan memberikan sumbangan dalam bentuk makanan dan barang yang tidak jarang melebihi kapasitas finansial mereka.
Sibarani (2012), dalam buku Nilai Budaya dalam Tradisi Lisan, mengungkapkan bahwa tekanan sosial untuk berpartisipasi dalam tradisi seperti ini dapat menambah beban ekonomi yang signifikan, terutama ketika keluarga merasa terpaksa meminjam uang atau mengorbankan kebutuhan dasar untuk memenuhi ekspektasi komunitas.