Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rendahnya Partisipasi Orang Tua dalam Kegiatan Gereja dan Dampaknya bagi Pasangan Baru Menikah

30 Juli 2024   06:04 Diperbarui: 30 Juli 2024   12:27 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partisipasi umat Katolik dalam kegiatan keagamaan cenderung menurun akhir-akhir ini, termasuk dalam konteks keluarga. Orang tua yang sebelumnya menjadi contoh dalam praktik keagamaan, kini semakin jarang terlihat aktif dalam kegiatan Gereja. Hal ini menciptakan kesenjangan dalam penerusan nilai-nilai keagamaan kepada anak-anak.  Kurangnya partisipasi orang tua Katolik dalam kegiatan Gereja berdampak signifikan terhadap pasangan baru menikah, yang seharusnya mendapatkan contoh dan bimbingan dari orang tua, sering merasa kurang siap dalam menjalani kehidupan berumah tangga yang berlandaskan ajaran Katolik. Artikel ini akan menjawab beberapa pertanyaan penting: Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi orang tua Katolik dalam kegiatan keagamaan? Bagaimana hal ini memengaruhi kesiapan pasangan baru menikah dalam membangun keluarga Katolik? Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, diharapkan dapat ditemukan solusi yang efektif untuk meningkatkan partisipasi orang tua dalam kegiatan Gereja dan memberikan dukungan yang lebih baik bagi pasangan baru menikah untuk menjalani kehidupan keluarga sesuai dengan ajaran Katolik.

Pentingnya Peran Orang Tua dalam Pendidikan Iman

Transmisi iman. Hal ini merupakan salah satu tanggung jawab utama keluarga Katolik. Ajaran Gereja menekankan bahwa keluarga adalah 'Gereja domestik' tempat anak-anak pertama kali belajar tentang iman dan kasih Kristus. Menurut Paus Yohanes Paulus II, dalam Familiaris Consortio (1981), "Keluarga adalah tempat pertama di mana iman kepada Kristus yang bangkit harus diajarkan dan dipraktikkan." Iman yang diajarkan dalam keluarga ini kemudian diperkuat melalui sakramen dan partisipasi aktif dalam kehidupan Gereja.  Keluarga memainkan peran penting dalam mentransmisikan nilai-nilai agama melalui doa bersama, bacaan Kitab Suci, dan praktik-praktik keagamaan lainnya. Dengan demikian, anak-anak tidak hanya menerima pengetahuan tentang iman, tetapi juga melihat bagaimana iman tersebut diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Peran model. Anak-anak belajar banyak dari mengamati dan meniru perilaku orang tua mereka. Paus Fransiskus dalam Amoris Laetitia (2016) menekankan bahwa orang tua adalah saksi pertama dan utama iman bagi anak-anak mereka. Melalui tindakan sehari-hari seperti berdoa, menghadiri misa, dan melakukan karya amal, orang tua memberikan contoh konkret bagaimana hidup sebagai orang Kristen. Kehidupan iman orang tua yang autentik dan penuh kasih memberikan dasar yang kuat bagi anak-anak untuk mengembangkan iman mereka sendiri.

Pentingnya komunitas. Meskipun keluarga adalah tempat pertama dan utama untuk pendidikan iman, peran komunitas Gereja tidak boleh diabaikan. Gereja sebagai komunitas iman mendukung keluarga dengan menyediakan lingkungan di mana iman dapat tumbuh dan berkembang. Katekismus Gereja Katolik (1992) menyatakan, "Komunitas gerejawi adalah tempat di mana anak-anak dapat menemukan dukungan dan bimbingan dalam hidup beriman. Partisipasi aktif dalam komunitas Gereja membantu memperkuat iman keluarga. Paus Benediktus XVI dalam Deus Caritas Est (2005) menyoroti pentingnya komunitas dalam kehidupan iman. Iman yang hidup harus diwujudkan dalam cinta kepada sesama, dan ini paling baik dicapai dalam konteks komunitas.

Faktor Penyebab Rendahnya Partisipasi Orang Tua

Berikut, beberapa faktor internal yang menyebabkan rendahnya partisipasi orang tua Katolik dalam kegiatan gereja.

Kesibukan modern: pekerjaan, keluarga, dan tuntutan hidup lainnya. Kehidupan yang penuh dengan tuntutan pekerjaan, tanggung jawab keluarga, dan kegiatan sosial sering membuat orang tua merasa sulit untuk meluangkan waktu bagi kegiatan keagamaan. Paus Fransiskus dalam Laudato Si' (2015) menyatakan, "Kesibukan dan tuntutan kehidupan modern sering menjauhkan kita dari hal-hal yang benar-benar penting, termasuk kehidupan rohani kita." Ketika orang tua terjebak dalam rutinitas yang padat, waktu untuk berdoa bersama, menghadiri misa, atau mengikuti kegiatan gereja menjadi terbatas.

Kurangnya pemahaman tentang pentingnya iman. Banyak orang tua mungkin merasa bahwa pendidikan agama bukanlah prioritas utama, atau anak-anak mereka dapat belajar tentang iman di sekolah atau tempat lain. Paus Benediktus XVI (2005) menekankan bahwa pendidikan iman harus menjadi prioritas utama dalam keluarga, karena di sinilah dasar-dasar moral dan spiritual anak-anak dibangun. Tanpa pemahaman yang mendalam tentang pentingnya iman, partisipasi dalam kegiatan gereja sering diabaikan.

Pengalaman negatif dengan Gereja. Insiden seperti ketidaksetujuan dengan ajaran Gereja, konflik dengan pemimpin Gereja, atau skandal yang melibatkan Gereja dapat membuat orang tua merasa kecewa dan menjauh dari komunitas Gereja. Robert Wuthnow  (2007), dalam After the Baby Boomers, mencatat bahwa banyak orang dewasa muda yang pernah mengalami kekecewaan dengan institusi keagamaan merasa sulit untuk kembali berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan setelah mereka berkeluarga.

Perubahan dalam praktik keagamaan keluarga. Banyak keluarga modern mungkin tidak lagi mempraktikkan tradisi keagamaan yang kuat seperti generasi sebelumnya. Perubahan dalam gaya hidup dan nilai-nilai budaya juga memainkan peran penting. Charles Taylor (2007), dalam A Secular Age, mengamati bahwa perubahan dalam nilai-nilai budaya dan masyarakat yang semakin sekuler telah memengaruhi cara keluarga memandang dan menjalankan agama mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun