Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Intervensi Berlebihan dalam Masalah Orang Lain: Maksud Baik Bisa Jadi Racun

11 Juli 2024   06:20 Diperbarui: 11 Juli 2024   07:00 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita melihat atau bahkan mengalami sendiri intervensi berlebihan dalam masalah orang lain. Fenomena ini muncul dari keinginan untuk membantu, membimbing, atau bahkan melindungi seseorang dari kesalahan atau bahaya yang mungkin mereka hadapi. Namun, niat baik ini tak jarang justru berbalik menjadi bumerang, menyebabkan lebih banyak masalah daripada manfaat.

Intervensi berlebihan dapat berdampak negatif dalam berbagai aspek kehidupan. Secara psikologis, orang yang sering menerima intervensi dapat merasa tidak berdaya dan kehilangan kepercayaan diri. Mereka merasa bahwa setiap langkah yang diambil selalu diawasi dan dikritisi, sehingga lama-kelamaan enggan untuk mengambil keputusan sendiri. 

Dari sisi hubungan sosial, intervensi berlebihan bisa memicu konflik dan ketegangan. Bukannya mempererat ikatan, intervensi yang berlebihan justru merusak hubungan dengan menimbulkan rasa tersinggung atau marah pada pihak yang diintervensi.

Artikel ini berusaha menelaah lebih dalam bagaimana niat baik untuk membantu orang lain bisa menjadi racun jika dilakukan secara berlebihan. Intervensi berlebihan bukan hanya menggagalkan tujuan awal untuk menolong, tetapi juga berpotensi merusak hubungan interpersonal dan kesejahteraan emosional individu yang terlibat. 

Dengan memahami dampak negatif ini, kita diharapkan bisa lebih bijaksana dalam menawarkan bantuan, serta memberikan ruang bagi orang lain untuk berkembang dan belajar dari kesalahan mereka sendiri.

Apa yang Dimaksud dengan Intervensi Berlebihan?

Intervensi berlebihan adalah tindakan campur tangan dalam urusan atau masalah orang lain secara berlebihan atau tidak proporsional, yang sering kali tidak diminta dan tidak dibutuhkan. 

Menurut Alan Wolfelt (2013), dalam Understanding Grief and Helping People Heal, intervensi berlebihan bisa diartikan sebagai upaya yang terus-menerus dan invasif untuk membantu atau mengarahkan kehidupan orang lain, yang sering kali melampaui batasan yang wajar dan mengabaikan otonomi individu. Berikut, beberapa contoh intervensi berlebihan.

Dalam lingkup keluarga: Orang tua yang terus-menerus mengatur kehidupan anak dewasa mereka, mulai dari pilihan karier, pasangan hidup, hingga keputusan finansial. Misalnya, orang tua yang memaksa anaknya untuk mengikuti karier tertentu karena dianggap lebih menguntungkan, tanpa memperhitungkan minat dan bakat sang anak.

Dalam lingkup pekerjaan: Atasan yang terlalu sering memonitor dan mengatur setiap detail pekerjaan karyawan, hingga karyawan merasa tidak memiliki kebebasan untuk berkreasi atau mengambil keputusan sendiri. Ini bisa menciptakan lingkungan kerja yang penuh tekanan dan tidak produktif.

Dalam pertemanan: Seorang teman yang selalu ingin terlibat dalam setiap aspek kehidupan sahabatnya, memberi nasihat yang tidak diminta, dan sering memaksa untuk mengikuti saran yang diberikan. Hal ini dapat membuat sahabat merasa tertekan dan terganggu, bahkan bisa merusak persahabatan.

Perbedaan antara intervensi yang membantu dan intervensi yang berbahaya, sebagai berikut. Intervensi yang membantu adalah tindakan campur tangan yang dilakukan dengan niat baik, berdasarkan permintaan atau kebutuhan individu, serta dilakukan dengan cara yang bijaksana dan menghormati otonomi individu tersebut. Misalnya, memberikan nasihat kepada teman yang meminta saran mengenai masalah yang dihadapinya, atau membantu rekan kerja yang kesulitan menyelesaikan tugas tertentu.

Sebaliknya, intervensi yang berbahaya terjadi ketika campur tangan dilakukan tanpa permintaan atau kebutuhan yang jelas, serta dilakukan secara berlebihan hingga mengganggu kebebasan dan otonomi individu. 

Ini termasuk memaksakan saran atau solusi, mengontrol setiap keputusan, dan tidak memberi ruang bagi individu untuk belajar dari pengalamannya sendiri. Henry Cloud & John Townsend (1992), dalam Boundaries: When to Say Yes, How to Say No to Take Control of Your Life, menyebutkan bahwa intervensi yang berbahaya cenderung membuat individu merasa tidak berdaya dan bergantung, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

Alasan Orang Melakukan Intervensi Berlebihan

Keinginan untuk membantu. Salah satu alasan utama orang melakukan intervensi berlebihan adalah keinginan tulus untuk membantu. Banyak orang merasa terdorong untuk memberikan nasihat atau solusi karena mereka ingin meringankan beban atau kesulitan yang dihadapi orang lain. Menurut Stephen Post (2007), dalam Why Good Things Happen to Good People, tindakan membantu orang lain dapat meningkatkan rasa kebahagiaan dan kepuasan diri, namun jika dilakukan secara berlebihan, hal ini bisa berbalik merugikan.

Keinginan untuk merasa dibutuhkan. Keinginan untuk merasa dibutuhkan juga menjadi pendorong intervensi berlebihan. Orang yang memiliki kebutuhan kuat untuk merasa berharga sering kali mencari validasi melalui intervensi. 

Mereka merasa penting dan berarti saat memberikan bantuan atau nasihat, meskipun hal tersebut tidak selalu diperlukan. Menurut Harriet Lerner (1985), dalam The Dance of Anger, kebutuhan ini dapat berasal dari ketidakamanan atau rasa rendah diri yang mendorong seseorang untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari orang lain.

Rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu yang berlebihan juga bisa menjadi alasan intervensi yang berlebihan. Ketertarikan pada kehidupan orang lain dapat membuat seseorang terlibat terlalu dalam dalam urusan orang lain. 

Hal ini bisa terjadi karena ingin mengetahui lebih banyak tentang situasi atau masalah tertentu, yang pada akhirnya mendorongnya untuk memberikan solusi atau saran yang tidak diminta. Bren Brown (2010), dalam The Gifts of Imperfection, menyebutkan bahwa rasa ingin tahu adalah sifat manusia yang alami, namun perlu dikendalikan agar tidak melampaui batas-batas pribadi orang lain.

Keinginan untuk mengendalikan situasi. Keinginan untuk mengendalikan situasi sering menjadi pendorong intervensi berlebihan. Orang yang memiliki sifat kontrol tinggi merasa bahwa mereka harus mengatur atau mengarahkan situasi agar berjalan sesuai dengan yang mereka anggap benar. 

Mereka merasa cemas jika tidak terlibat dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian masalah. Menurut Patricia Evans (2002), dalam Controlling People, individu dengan kecenderungan ini sering merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dan berusaha keras untuk menjaga kontrol dalam setiap aspek kehidupan mereka dan orang lain.

Kebiasaan menghakimi. Kebiasaan menghakimi juga menjadi faktor yang mendorong intervensi berlebihan. Orang yang cenderung menghakimi sering merasa bahwa pandangan atau caranya adalah yang paling benar. Ia tidak segan-segan memberikan kritik atau saran, meskipun hal tersebut tidak diminta. Menurut John Gottman (1999), dalam The Seven Principles for Making Marriage Work, kebiasaan menghakimi sering berakar dari persepsi diri yang merasa lebih superior dan pemahaman yang dangkal terhadap situasi orang lain.

Dampak Negatif Intervensi Berlebihan

Melanggar privasi dan batasan orang lain. Intervensi berlebihan sering melanggar privasi dan batasan pribadi orang lain. Ketika seseorang terus-menerus mencampuri urusan orang lain, ia mengabaikan hak orang tersebut untuk menentukan pilihan dan mengambil keputusan sendiri. Menurut Henry Cloud & John Townsend (1992), melanggar batasan pribadi dapat mengakibatkan perasaan tidak nyaman dan frustrasi pada individu yang diintervensi, serta merusak hubungan interpersonal.

Memperburuk situasi. Intervensi yang tidak tepat atau tidak diperlukan dapat memperburuk situasi yang ada. Alih-alih membantu menyelesaikan masalah, intervensi berlebihan sering menambah kerumitan dan memperpanjang konflik. Menurut Dale Carnegie (1936), dalam How to Win Friends and Influence People, intervensi yang tidak bijaksana dapat memicu reaksi negatif dan perlawanan dari pihak yang diintervensi, sehingga masalah menjadi lebih sulit untuk diatasi.

Menciptakan ketergantungan. Ketika seseorang terlalu sering diintervensi, ia bisa menjadi tergantung pada bantuan atau nasihat dari orang lain. Hal ini menghambat kemampuan individu untuk mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri. 

Wendy Mogel (2001), dalam The Blessing of a Skinned Knee, menyebutkan bahwa intervensi berlebihan dapat mengurangi kesempatan bagi seseorang untuk belajar dari kesalahannya sendiri dan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang penting untuk pertumbuhan pribadi.

Menyebabkan ketidakpercayaan. Intervensi berlebihan juga dapat menyebabkan ketidakpercayaan. Ketika seseorang merasa bahwa setiap langkahnya diawasi dan dikritisi, ia mungkin mulai meragukan kemampuannya sendiri dan merasa tidak percaya diri. John Gottman (1999) menjelaskan bahwa intervensi yang berlebihan dapat merusak rasa saling percaya dan menghormati dalam hubungan, baik dalam konteks pernikahan, persahabatan, maupun hubungan kerja.

Menguras energi dan emosi. Intervensi berlebihan dapat menguras energi dan emosi, baik orang yang memberikan intervensi maupun yang menerima. Orang yang terus-menerus terlibat dalam urusan orang lain sering merasa lelah secara fisik dan emosional, karena ia harus menghadapi stres dan ketegangan yang tidak perlu. 

Menurut Elaine Aron (1996), dalam The Highly Sensitive Person, menyebutkan bahwa intervensi berlebihan dapat menyebabkan kelelahan emosional, terutama bagi mereka yang sensitif dan mudah terpengaruh oleh masalah orang lain.

Tips Menghindari Intervensi Berlebihan

Apakah bantuan kita dibutuhkan? Sebelum terlibat dalam masalah orang lain, penting untuk menanyakan apakah bantuan kita benar-benar dibutuhkan. Dengan demikian, kita memberi ruang bagi orang tersebut untuk menentukan apakah ia membutuhkan bantuan atau ingin menyelesaikan masalahnya sendiri. 

Bren Brown (2012), dalam Daring Greatly, menyarankan untuk selalu meminta izin sebelum memberikan nasihat atau campur tangan, karena ini menunjukkan rasa hormat terhadap otonomi orang lain dan menghindari intervensi yang tidak diinginkan.

Hormati batasan orang lain. Menghormati batasan orang lain adalah kunci dalam menghindari intervensi berlebihan. Ini berarti memahami dan menghargai ruang pribadi serta keputusan yang diambil oleh orang lain. Henry Cloud & John Townsend (1992) menekankan pentingnya mengenali dan menghormati batasan emosional dan fisik yang ditetapkan oleh orang lain untuk menjaga hubungan yang sehat dan saling menghormati.

Hindari memberikan nasihat yang tidak diminta. Memberikan nasihat yang tidak diminta sering kali dianggap sebagai intervensi yang mengganggu. Menurut Dale Carnegie (1936), nasihat yang tidak diminta dapat memicu reaksi negatif dan resistensi. Sebaliknya, lebih baik menunggu hingga nasihat Anda diminta atau menawarkan diri untuk membantu dengan cara yang tidak memaksa.

Fokus pada mendengarkan dan menawarkan dukungan emosional. Salah satu cara terbaik untuk menghindari intervensi berlebihan adalah dengan fokus pada mendengarkan dan menawarkan dukungan emosional. John Gottman (1999) menjelaskan bahwa mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati dapat membantu orang lain merasa didukung tanpa merasa dikendalikan atau dihakimi. Hal ini juga membantu orang lain merasa lebih nyaman dan lebih mungkin berbagi masalahnya secara terbuka.

Bantu orang lain menyelesaikan masalahnya sendiri. Alih-alih terus-menerus memberikan solusi, lebih baik membantu orang lain mengembangkan keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Wendy Mogel (2001) menyarankan untuk mendukung proses pembelajaran dan pengembangan diri, sehingga individu dapat tumbuh menjadi lebih mandiri dan percaya diri. Ini tidak hanya membantu mengurangi intervensi berlebihan, tetapi juga memperkuat kemampuan individu untuk mengatasi tantangan di masa depan.

Uraian di atas menunjukkan, intervensi berlebihan dalam masalah orang lain, meskipun sering bermaksud baik, dapat berbalik menjadi racun yang merugikan. 

Dalam artikel ini, kita telah memahami intervensi berlebihan serta contoh-contohnya, menjelaskan alasan di balik perilaku tersebut, serta menguraikan dampak negatif yang ditimbulkan. Intervensi yang melanggar privasi, memperburuk situasi, menciptakan ketergantungan, menyebabkan ketidakpercayaan, dan menguras energi serta emosi, menunjukkan betapa pentingnya untuk menyeimbangkan niat baik dengan kebijaksanaan dan rasa hormat. 

Dengan menerapkan beberapa tips yang telah dikemukakan, kita dapat menghindari intervensi yang berlebihan dan mendukung orang lain secara lebih efektif. Niat baik harus diimbangi dengan kepekaan dan penghargaan terhadap otonomi individu agar benar-benar bermanfaat atau tidak merugikan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun