Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja Terakhir

2 Juli 2024   08:50 Diperbarui: 2 Juli 2024   12:44 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Syukurlah, Bu Sri. Rania masih sehat, meski kami sering kekurangan makanan bergizi," jawab Nina.

Bu Sri menatapnya dengan iba. "Nina, jangan sungkan. Jika kau butuh sesuatu, datanglah ke puskesmas. Kami akan membantu sebisa mungkin."

Senja kembali datang, membawa langit yang berwarna jingga dan merah muda. Sambil menatap matahari terbenam, Nina merasakan hangatnya kasih Tuhan dan orang-orang di sekitarnya.

Satu malam, di saat hujan deras turun membasahi bumi, ada ketukan di pintu. Nina membuka pintu dan melihat Pak Johanes berdiri basah kuyup. "Nina, ada kabar buruk. Sungai meluap dan banyak rumah terendam. Desa kita membutuhkan bantuan segera," katanya dengan nada cemas.

Nina segera bergegas membantu evakuasi warga bersama para tetangga. Mereka bekerja sepanjang malam, mengamankan barang-barang dan mencari tempat yang lebih tinggi. Di tengah kekacauan itu, Nina melihat semangat kebersamaan yang luar biasa. Setiap orang berjuang bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk sesama.

Ketika fajar menyingsing, desa mereka masih dilanda banjir, tapi ada harapan yang tak pernah pudar. Dengan bantuan Pak Johanes, Narti, Bu Sri, dan banyak orang lainnya, mereka saling menopang dan menguatkan.

Beberapa hari kemudian, air surut dan kehidupan mulai kembali normal. "Ibu, lihat! Sawah kita mulai pulih," seru Rania dengan riang.

Nina tersenyum, merasakan hangatnya kebahagiaan yang sederhana. "Iya, Sayang. Kita akan terus berjuang. Tuhan selalu bersama kita," jawabnya sambil mengelus kepala putrinya.

Setiap senja yang datang membawa harapan baru, dan Nina tahu bahwa selama ada cinta dan kebersamaan, mereka akan mampu menghadapi segala rintangan. Desa kecil mereka, meski dilanda banyak cobaan, selalu menemukan cara untuk bangkit dan tersenyum kembali.

Tiga bulan kemudian, desa telah kembali pulih. Kebun-kebun kembali menghijau, dan sawah-sawah menguning. Hari-hari penuh perjuangan kini berganti dengan semangat untuk membangun kembali. Pada suatu pagi, Nina dan Rania sedang memetik sayuran di kebun kecil mereka ketika Bu Sri datang dengan kabar gembira.

"Nina, ada donasi dari kota. Mereka memberikan bibit-bibit baru dan pupuk untuk para petani desa," kata Bu Sri dengan wajah berseri-seri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun