Mohon tunggu...
Agustinus Tamen
Agustinus Tamen Mohon Tunggu... Freelancer - Sekolah bisa tamat, tapi belajar tak pernah tamat.

Freelancer, Jurnalis & Editor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemetaan adalah Sebuah Perjalanan (Mapping is a Journey)

24 Agustus 2015   14:40 Diperbarui: 24 Agustus 2015   14:40 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk mampu mempertahankan wilayah adat juga ditentukan banyak faktor, antara lain faktor internal seperti ekonomi, sosial, budaya dan politik kampung, dan juga tingkat kesadaran masyarakatnya; serta faktor eksternal seperti pengakuan dan penghormatan dari negara.

Isu perubahan iklim dan pemanasan global yang berkembang akhir-akhir ini juga telah memungkinkan masyarakat adat memiliki argumentasi yang semakin kuat untuk mempertahankan dan melestarikan hutan adat dengan menjadikan peta sebagai sarana melakukan advokasi. Namun yang tak kalah penting adalah masyarakat adat dan semua stakeholder pemetaan partisipatif harus terlibat dalam pembuatan kebijakan tata ruang kabupaten masing-masing agar tata ruang baru mengakomodasi kepentingan masyarakat adat.

Beberapa hal yang penting menjadi perhatian, baik sebelum, pada saat pemetaan maupun pasca pemetaan antara lain: pentingnya penanaman prinsip-prinsip “free prior informed consent” atau persetujuan terlebih dahulu tanpa paksaan pada saat diskusi awal proses pemetaan. Sadar bahwa hingga saat ini tanah-tanah masyarakat adat masih terus-menerus terancam oleh gerakan ekonomi kapitalis yang rakus sumberdaya alam, maka perlu menggerakkan ekonomi kerakyatan yang berbasis masyarakat lokal menjadi pelaku ekonomi. Oleh sebab itu, berbagai bentuk pemberdayaan masyarakat pasca pemetaan perlu terus dilakukan agar menghasilkan perubahan dan kedaulatan yang  diinginkan.

Selain itu, terobosan-terobosan baru perlu dicari untuk memastikan ada pengakuan dan penghormatan baik dari internal masyarakat dan eksternal (pemerintah dan pemodal), serta selalu bersinergi atau belajar dari wilayah-wilayah lain yang berhasil dalam pemetaan.

Pendamping pemetaan dan terutama masyarakat adat harus memperkuat argumentasi “sah” atas peta yang sudah dibuat, agar mengantisipasi dampak yang tak terperhitungkan sebelumnya dari pemetaan. Misalntya, konflik-konflik batas yang muncul karena adanya kepentingan-kepentingan baru setelah pemetaan.

Akhirnya, melakukan “kerja” pemetaan partisipatif seperti ini tidaklah cukup dengan semangat dan keinginan yang menggebu, melainkan juga komitmen secara terus-menerus. Karena itu, apa yang sudah kita mulai ini, patut dijadikan harapan di masa mendatang. Kita patut juga memberikan perhatian dan rasa bangga kepada kita sendiri. Kalau pun orang lain tidak mengakui peta kita, maka kitalah yang mesti mengakuinya. Sebab, “memetakan wilayah adat kita adalah sebuah tindakan politik, karena itu kitalah yang pertama-tama harus mengatakan bahwa peta tersebut sah”. (Albertus Hadi Pramono – Ahli Geologi).

Mapping is not a Destination, Mapping is a Journey; Pemetaan bukanlah sebuah tujuan, pemetaan adalah sebuah perjalanan. ■ (Agustinus Tamen)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun