Kalau baca-baca berita jelang pemberhentian Teman Bus Jogja memang terkesan bakalan ribet. Jalur ini diganti ini, jumlah armadanya menjadi sekian, akibatnya headway antarbus bertambah lama. Akan tetapi, fakta di lapangan saya rasakan tak seburuk yang dibayangkan (diberitakan).
Mungkin penyebabnya, saya dan warga Yogyakarta lainnya pernah berada dalam situasi yang lebih buruk. Tatkala transportasi publik masih era Kopata, Kobutri, dan Damri (yang kemudian semua diganti dengan Trans Jogja), headway antarbus sungguh abstrak. Bisa 5 menit, bisa pula sepanjang jalan kenangan. Tak jelas dan tak ada petugas yang dapat dimintai kejelasan.
Perlu diketahui bahwa sebelum era Trans Jogja, bus kota bisa menaikkan dan menurunkan penumpang di mana saja. Tak ada halte bus. Kalau sudah sore, tak jarang penumpang diturunkan sembarangan sebab bus buru-buru mau pulang ke garasi.
Ongkos naik memang dikembalikan, tetapi penumpang terpaksa mencari kendaraan lain untuk sampai ke tujuan. Sungguh merepotkan dan kurang ajar. Syukurlah era kegelapan layanan transportasi umum seperti itu telah berakhir.
Tentang layanan prima, sejauh menyangkut kenyamanan bus juga tak ada masalah. Armada Trans Jogja mungkin tak semewah armada Teman Bus. Namun, para penumpang reguler tidak terganggu dengan fakta itu. Yang terpenting jadwal kedatangan bus di halte telah pasti.
Di atas semuanya, terusterang naik Trans Jogja lebih simpel daripada Teman Bus. Naik Teman Bus agak ribet kalau hendak ganti jalur lain yang merupakan rute Trans Jogja. Sekarang dengan hilangnya Teman Bus, berarti keribetan tersebut hilang.
Terkait ongkos, Trans Jogja masih menerima pembayaran dengan uang tunai. Sementara Teman Bus cuma menerima nontunai. Ini perkara yang terlihat sepele. Namun, terasa rumit bagi orang-orang yang belum terbiasa bertransaksi nontunai.
Pengalaman saya, suatu siang dari sebuah halte portable saya asal naik bus. Saya kira Trans Jogja, ternyata Teman Bus. Saya tak punya e-money, kartu trip berlangganan, dan GoPay kosong. Otomatis cuma bisa membayar tunai.
Sementara sopir tidak mau menerima pembayaran tunai. Solusinya, saya disuruh membayar tunai di halte terdekat (halte yang ada petugasnya). Jadi di halte tersebut saya turun, membayar ongkos, lalu naik Teman Bus lagi.
Cukup baik hati memang karena mau menunggu. Tidak asal disuruh turun. Akan tetapi, rasanya sedikit merepotkan. Terlebih saat itu saya yang semula duduk menjadi kehilangan kursi ketika kembali masuk bus.