Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pak Gubernur NTT Pasti Terinspirasi Kebiasaan Nono

3 Maret 2023   08:21 Diperbarui: 5 Maret 2023   12:00 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua pagi yang lalu, saat membuka aplikasi Tiktok, di linimasa lewat VT yang narasinya begini, "Mengikuti petunjuk Bapak Gubernur NTT, hari ini kami masuk sekolah pukul 5 pagi."

Visualnya menampakkan adegan dua remaja cowok yang berdiri di depan sebuah bangunan. Posisi mereka di luar halaman yang berpagar rendah.

Seragam keduanya berbeda. Yang satu berseragam pramuka. Satunya lagi berseragam putih abu-abu. Masing-masing kemudian berjalan menuju arah yang berlainan.

Semula saya kira itu VT candaan. Masak iya sih, pergi ke sekolah Subuh-subuh? Setelah baca komentar-komentar, baru saya paham kalau ternyata VT tersebut serius.

Pikiran saya seketika merespons, "Bukan main NTT. Para remaja pelajarnya terlalu rajin dan penuh semangat. Buktinya tidak ada yang protes disuruh masuk Subuh-subuh."

Namun, saya salah duga. Malamnya saat mendengarkan RRI pro 3, saya tahu bahwa kebijakan "menakjubkan" itu rupanya menuai protes juga. Wajarlah. Sudah pasti respons terhadap sebuah kebijakan yang kurang lazim ya begitu itu.

Iya. Saya menilai kebijakan masuk sekolah pukul 5 adalah kebijakan kurang lazim dan meresahkan. Mengapa meresahkan? Sebab berpotensi mengobrak-abrik jadwal harian kehidupan keluarga siswa. Terutama jadwal aktivitas rutin di pagi hari.

Di samping itu, berpotensi mengacaukan kerja organ tubuh siswa. Yang ujungnya tentu saja kesehatan siswa terganggu, baik kesehatan fisik maupun psikis.

Kalau alasannya demi mendisiplinkan siswa, agar siswa terbiasa bangun awal dan lebih rajin belajar, sehingga prestasi akademi melejit, hmm .... Apa iya? Apa memang tak ada cara lain selain masuk sekolah pukul 5 pagi?

Pengalaman Saya, Pengalaman Anak

Berdasarkan pengalaman semasa sekolah dahulu, belajar pagi-pagi memang terasa efektif. Otak masih segar sehabis tidur. Lingkungan sekitar belum bising.

Akan tetapi, belajar pagi-paginya itu sendirian. Di rumah masing-masing. Dalam suasana santai, bahkan bisa sambil meneguk minuman hangat yang disediakan oleh bapak atau ibu.

Kalaupun sedang malas baca buku pelajaran, bisa baca-baca buku lain. Kebetulan bapak saya memberikan kemerdekaan penuh dalam hal bacaan. Yang penting mau membaca buku koleksi beliau.

Setelahnya mandi dan melakukan aneka persiapan lainnya sebelum berangkat ke sekolah. Niscaya tidak bakalan telat kalau jam belajar sekolah dimulai pukul 7. Tidak pula perlu buru-buru.

Itu pengalaman saya dahulu. Yang memang setengah dipaksa bapak untuk baca buku atau belajar Subuh-subuh. Dimulainya sejak saya SD. Bukan ketika sudah SMA.

Saat SMA saya malah sudah tak di rumah karena telah menjadi anak kos. Yang berarti telah mempraktikkan kebiasaan bangun pagi secara mandiri.

Lain lagi dengan pengalaman anak saya yang kini sedang bersekolah di sebuah SMK. Saya hanya bisa mewajibkannya baca buku dan belajar, tetapi waktunya tidak pagi-pagi begitu.

Alasannya teknis. Pada pukul 06. 45 WIB dia harus sudah berada di sekolah. Untuk itu berangkat dari rumah maksimal pukul 06.05 WIB. Demi menghindari jam-jam macet. Terlebih yang dipergunakan transportasi umum.

Jadi, selepas Subuhan dia tidak belajar. Yang dilakukannya adalah mengecek ulang apa-apa yang mesti dibawa ke sekolah pada hari itu.

Mengecek ulang lho, ya. Adapun penyiapan semua tugas sekolah dan ekstrakurikuler dilakukannya malam sebelum tidur. Tujuannya agar tidak buru-buru sehingga malah ada yang kelupaan.

Cek ulang tersebut amat perlu dilakukan. Bisa gawat kalau ada yang tertinggal. Terlebih bila yang tertinggal adalah salah satu perlengkapan seragam. Karena yang akan kena hukuman bukan cuma si bocah.

Misalnya ada siswa lupa bawa dasi atau keliru bawa dasi yang stripnya tidak sesuai dengan tingkatan kelasnya, orang tua atau wali diminta mengantarkannya ke sekolah. Siswa yang bersangkutan baru boleh masuk kelas kalau segalanya telah beres.

Bukankah peraturan demikian juga bisa mendisiplinkan siswa? Agar siswa terbiasa bangun awal dan senantiasa taat aturan? Sekaligus mendisiplinkan orang tua/wali siswa supaya tidak lalai memantau si buah hati.

Karena sudah remaja, bukan anak-anak lagi, siswa SMK tentulah cukup dipantau dan diingatkan. Tidak perlu sedikit-sedikit dibantu ambilkan (siapkan) ini-itu.

Terusterang saya sangat terbantu dengan peraturan tersebut. Biasalah. Anak-anak 'kan cenderung lebih takluk pada peraturan sekolah daripada peraturan emaknya.

Ketika menjadi siswa baru telah diberitahukan (disepakati) tentang hal itu. Bahkan pada tiap awal tahun ajaran baru, masing-masing siswa wajib membuat surat pernyataan siap dikeluarkan dari sekolah, jika melanggar peraturan sekian kali. Terlebih kalau sampai terlibat klitih.

Surat pernyataan itu ditandatangani siswa dan orang tua/wali siswa. Bermaterai pula.

Tatkala KBM masih daring, penegakan aturan pun sudah berjalan. Terkhusus yang berkaitan dengan ketidaktertiban dalam mengumpulkan tugas-tugas akademik. 

Kalau beberapa kali bermasalah, orang tua/wali siswa diminta datang ke sekolah. Jadi pelanggarannya daring, hukuman tetap luring.

Berdasarkan pengalaman kami pada era yang berlainan tersebut, saya pikir ide masuk sekolah pukul 5 adalah perkara latah belaka. Tujuannya memang bagus, tetapi caranya ngadi-adi. Bener tapi ra pener.

Saya sangat setuju kalau anak-anak dibiasakan bangun awal. Yang muslim agar bisa Shalat Subuh tepat waktu, lalu bertadarus Quran, kemudian belajar sebentar dilanjut persiapan ke sekolah.

Ada pula yang tidak belajar, tetapi bersih-bersih rumah. Atau, membantu orang tuanya mempersiapkan jualan terlebih dulu. Bermacam-macamlah. Tergantung kondisi masing-masing siswa dan keluarganya.

Bukankah semua ilustrasi di atas adalah tentang pembiasaan kedisiplinan?  Yang semua bermuara pada keinginan untuk meningkatkan prestasi? Tidak mesti dengan cara masuk sekolah pukul 5 'kan?

Jangan lupakan pula anak-anak yang bercita-cita menjadi polisi atau tentara. Mereka tentu rutin berolahraga pagi untuk menempa stamina tubuh. Demikian pula mereka yang tengah merintis jalan menjadi atlet.

Nah! Terutama bagi mereka itu, masuk sekolah pukul 5 jelas berpotensi mengobrak-abrik skenario pencapaian cita-cita. Jadwal berolahraga pagi mereka jadi hilang gara-gara jadwal KBM di sekolah yang tidak lazim.

Duh, Pak Gubernur NTT jalan pikirannya mungkin tak sampai ke situ. Ironis, ya? Ingin melejitkan prestasi, tetapi justru tanpa sadar memangkas upaya sebagian siswa untuk sukses mencapai cita-cita mereka.

Andai kata Gubernur DIY memberlakukan hal yang sama, sebagai emak dari seorang siswa SMK saya pasti menderita.

Masuk sekolah pukul 5 berarti berangkatnya maksimal 30 menit sebelumnya. Tidak seperti saat masuk pukul 06.45 WIB, yang bisa berangkat 20 menit sebelumnya.

Mengapa demikian? Karena gerbang kampung yang dekat rumah masih dikunci. Baru dibuka pada pukul 5. Jadi, kalau mau keluar kampung harus melewati gerbang utama yang letaknya lebih jauh dari posisi tempat tinggal kami.

Setelah sampai di luar gerbang pun masalah belum selesai. Transportasinya bagaimana? Sementara kami tak punya kendaraan pribadi.

Andai kata punya, juga bakalan lebih repot daripada biasanya. Peraturan di kampung kami adalah kendaraan bermotor tidak boleh dinaiki. 

Berarti harus menuntun sepeda motor kurang lebih setengah kilometer supaya mencapai gerbang yang sudah dibuka. Itu pun jalannya menanjak sebelum keluar gerbang (lokasi kampung agak di bawah jalan raya).

Yang saya andai-andaikan di atas baru satu aspek, ya. Baru yang terkait dengan cara berangkat saja. 

Ah, sudahlah. Tak perlu dirinci-rinci lagi berandai-andainya. Yang jelas, membayangkan masuk sekolah pukul 5 sudah bikin pikiran ruwet. Sementara prestasi akademik anak saya belum tentu dapat melejit karenanya.

Yang sudah pasti akan terjadi adalah situasi hectic di rumah kami tiap jelang Subuh. Lambat-laun kami bisa kena mental. 'Kan memendam kesal terus-menerus.

Sudah begitu, kesehatan tubuh anak pun dipertaruhkan. Dia terbiasa melakukan aktivitas MCK antara pukul 5-6. Waktunya sudah sesuai dengan ritme kerja organ tubuh.

Referensi yang saya baca, pada pukul 5-7 kondisi usus besar kita menguat. Jadi, itulah waktu tepat untuk memaksimalkan pengeluaran racun tubuh. Nah, lho. Kalau rutin masuk sekolah pukul 5 berarti bakalan kacau ritme kerja organ tubuh anak saya.

Jika dia kemudian terpaksa sering terlambat sekolah gara-gara hal itu, tentu saya oke-oke saja. Dampaknya mungkin dahsyat. Bisa-bisa kami akan menjadi pasangan siswa dan orang tua siswa yang paling tidak disiplin.

Ah, sudahlah sudah. Semoga tidak betul-betul terjadi. Semoga pula di Kupang NTT sana, saat Anda membaca tulisan ini, siswa-siswa SMA dan SMK sudah tidak lagi masuk sekolah pukul 5 pagi.

Penutup

Niat dan semangat Pak Gubernur NTT untuk melejitkan prestasi para siswa SMA dan SMK di wilayah kekuasaannya memang bagus. Hanya saja masuk kelas pukul 5 yang dipilihnya sebagai cara, sungguh tidak lazim. Kurang tinjauan dari berbagai segi sebelum dieksekusi.

Saya memaklumi kalau Pak Gubernur NTT beralasan bahwa pembiasaan bangun awal bagi siswa amat perlu dilakukan. Terlebih kemudian dilanjut dengan berdoa dan belajar demi mendongkrak prestasi.

Akan tetapi, beliau mungkin lupa kalau pembiasaan tersebut tidak bisa dadakan bagai menggoreng tahu bulat. Mesti dimulai sejak kecil. 

Bagaimanapun anak-anak SMA dan SMK itu telah punya ritme hidup tertentu. Termasuk ritme belajar. Otomatis kebijakan sekolah Subuh-subuh bakalan mengobrak-abriknya.

Saya curiga sekaligus yakin bahwa Pak Gubernur NTT terinspirasi Nono, sang juara Kompetisi Matematika Internasional dari NTT.

Namun, sepertinya Pak Gubernur NTT lupa kalau kebiasaan Nono bangun awal untuk berdoa, baca Alkitab, belajar, lalu mandi dan sarapan sebelum berangkat sekolah, sudah dibangun orang tuanya sejak dini.

Beliau tampaknya juga tidak tahu bahwa ayah Nono membangun kedisiplinan tersebut dengan tujuan mulia. Bukan agar Nono menjadi orang terkenal. Bukan pula supaya bisa berprofesi sebagai ini-itu yang (dianggap) super dahsyat.

Suatu malam sewaktu diwawancarai RRI pro 3 secara langsung melalui telepon, ayah Nono mengatakan, " ... Saya cuma mau dia bisa mandiri untuk hidupnya ...."

Just that. Sebuah jawaban simpel, tetapi esensial.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun