Ah, sudahlah. Tak perlu dirinci-rinci lagi berandai-andainya. Yang jelas, membayangkan masuk sekolah pukul 5 sudah bikin pikiran ruwet. Sementara prestasi akademik anak saya belum tentu dapat melejit karenanya.
Yang sudah pasti akan terjadi adalah situasi hectic di rumah kami tiap jelang Subuh. Lambat-laun kami bisa kena mental. 'Kan memendam kesal terus-menerus.
Sudah begitu, kesehatan tubuh anak pun dipertaruhkan. Dia terbiasa melakukan aktivitas MCK antara pukul 5-6. Waktunya sudah sesuai dengan ritme kerja organ tubuh.
Referensi yang saya baca, pada pukul 5-7 kondisi usus besar kita menguat. Jadi, itulah waktu tepat untuk memaksimalkan pengeluaran racun tubuh. Nah, lho. Kalau rutin masuk sekolah pukul 5 berarti bakalan kacau ritme kerja organ tubuh anak saya.
Jika dia kemudian terpaksa sering terlambat sekolah gara-gara hal itu, tentu saya oke-oke saja. Dampaknya mungkin dahsyat. Bisa-bisa kami akan menjadi pasangan siswa dan orang tua siswa yang paling tidak disiplin.
Ah, sudahlah sudah. Semoga tidak betul-betul terjadi. Semoga pula di Kupang NTT sana, saat Anda membaca tulisan ini, siswa-siswa SMA dan SMK sudah tidak lagi masuk sekolah pukul 5 pagi.
Penutup
Niat dan semangat Pak Gubernur NTT untuk melejitkan prestasi para siswa SMA dan SMK di wilayah kekuasaannya memang bagus. Hanya saja masuk kelas pukul 5 yang dipilihnya sebagai cara, sungguh tidak lazim. Kurang tinjauan dari berbagai segi sebelum dieksekusi.
Saya memaklumi kalau Pak Gubernur NTT beralasan bahwa pembiasaan bangun awal bagi siswa amat perlu dilakukan. Terlebih kemudian dilanjut dengan berdoa dan belajar demi mendongkrak prestasi.
Akan tetapi, beliau mungkin lupa kalau pembiasaan tersebut tidak bisa dadakan bagai menggoreng tahu bulat. Mesti dimulai sejak kecil.Â
Bagaimanapun anak-anak SMA dan SMK itu telah punya ritme hidup tertentu. Termasuk ritme belajar. Otomatis kebijakan sekolah Subuh-subuh bakalan mengobrak-abriknya.