Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Kepingan-kepingan Memori Naik Kereta Api di Benak Saya

28 September 2022   23:58 Diperbarui: 7 Oktober 2022   11:00 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kian seru dan rusuh saat seorang waria pengamen muncul. Saya sempat melihat ia bengong sejenak karena begitu masuk gerbong kami, semua orang tampak mengobrol akrab sambil tertawa-tawa meriah.

Yang tentu saja semua makin tertawa-tawa setelah si waria pengamen mulai beraksi. Orang-orang 'kan kaget karena tiba-tiba ada yang menyanyi dengan suara sengau manjalita.

Untunglah walaupun sembari cengengesan, banyak yang memberikan uang receh. Termasuk si bapak berkumis di kursi sebelah.

Nah. Saat si bapak memberikan uang itu terjadi hal kocak. Maksudnya mungkin tidak mau mengganggu si waria pengamen yang tengah asyik memetik senar kotak kayunya sambil bernyanyi. Jadi, uang bukan diulurkan ke tangan si waria melainkan langsung hendak dimasukkan ke tas kecil yang tergantung di lehernya.

Namun, apes. Sampai diulang beberapa kali tidak kunjung bisa. Mungkin karena lubang bukaan tas terlalu sempit. Masih pula ketambahan guncangan kereta api dan goyangan badan si waria.

Saya dan teman-teman beserta orang-orang yang duduk di dekat si bapak berkumis pun tertawa geli melihatnya. Automatis tawa tersebut meledak ketika si waria pengamen berkata keras-keras, "Aduh, Om. Di sini lho, lubangnya. Masak dari tadi enggak bisa-bisa, sih?"

Sudah pasti gaya dan cara bicaranya kecentilan. Plus jahil kemayu mengoda-goda si bapak berkumis. Membuat yang bersangkutan mati kutu.

Atraksi gokil itu berakhir di Stasiun Purwokerto. Seiring dengan turunnya si waria pengamen di situ. Tak lupa ia berpamitan secara formal, lengkap dengan melambai-lambaikan tangan segala. O la la! Tampaknya ia mulai merasa ada ikatan batin dengan kami.

Beberapa stasiun setelah Stasiun Purwokerto, si bapak berkumis turun. Saya lupa nama stasiunnya. Yang jelas sebuah stasiun kecil. Dari situ ia bilang harus naik bus lagi untuk sampai ke rumahnya.

Alhasil, makin ke timur makin banyak yang turun. Sebagian isi gerbong sudah berganti. Perjalanan pun kembali normal. Kehirukpikukan selesai, tetapi kesannya tak pernah terhapus dari ingatan saya. Hingga sekarang.

Prameks, KRL Jogja-Solo, Solo Ekspres

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun