Apa boleh buat? Namanya juga lupa. Lupa itu berarti tak ingat.
Puncak lupa saya semasa awal mempergunakan kompor listrik adalah saat buru-buru mencabut stop kontak, begitu selesai memutar tombol off. Ketika itu saya buru-buru mau pergi. Lupa kalau sudah janjian dengan teman.
Biasanya setelah mematikan kompor, saya tunggu beberapa menit dulu. Kalau aliran panasnya sudah betul-betul berhenti, baru saya cabut stop kontaknya. Berhubung buru-buru, ya langsung saya cabut seusai memutar tombol off.
Yeah? Tampaknya kompor listrik saya kaget sekali dengan perlakuan tersebut. Macam terkena serangan jantung mendadak. Langsung tak bisa dinyalakan lagi. Tamatlah riwayat kompor listrik pertama saya. Usia pengabdiannya tak sampai 2 tahun.
Baiklah. Itung-itung itulah harga sebuah pembiasaan, harga trial and error yang mesti saya bayar, untuk berkenalan lebih akrab dengan si kompor listrik.
Pada akhirnya saya merasa nyaman dan klik dengan kompor listrik. Buktinya, saya langsung membeli yang baru ketika yang lama rusak. Kalau tidak langsung beli saya tak bisa masak air untuk bikin kopi, dong.
Saya pikir yang kedua ini bakalan awet sekali. Ternyata  oh, rupanya ... Tahun 2021 lalu si kompor listrik mendadak mandi air hujan sepuas-puasnya.
Kali ini bukan saya yang ceroboh, melainkan dua tukang yang memperbaiki atap rumah tetangga sebelah. Dengan langkah mantap ala-ala TNI, mereka tak sengaja menginjak talang yang berada di atap rumah saya.
Menginjaknya sampai pecah dan atas takdir-Nya, lima menit kemudian turun hujan deraaaas hingga senja. Automatis mandi-mandilah segenap isi rumah saya. Termasuk si kompor listrik.
Sampai di sini jelas, ya. Dalam satu dekade saya "mengonsumsi" 3 kompor listrik karena kecelakaan fatal akibat faktor kecerobohan manusia. Semoga yang ketiga ini bertahan selama-lamanya. Muehehe ....