Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Adakah Kehendak Bebas Manusia? Atau Hanya Ilusi?

16 September 2018   07:49 Diperbarui: 16 September 2018   10:36 2063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: indoskeptics.wordpress.com

Sejatinya mereka, cebong dan kampret tidak memilih keinginan-keinginan tersebut. Setiap orang hanya merasakan keinginan tertentu yang mengalir dalam dirinya tanpa bisa di tolaknya. Hal ini disebabkan keinginan yang tercipta datang dari proses biokimia dan electrochemical dalam otak. Proses dalam otak tersebut bisa bersifat deterministik atau acak, namun yang jelas bukan proses kehendak bebas.

Oleh karena itu, manusia dalam beraktifitas selalu melalui proses tahapan-tahapan tertentu sebelum memutuskan tindakan tertentu. Proses tersebut bisa pendek dan hanya butuh waktu singkat, atau panjang yang butuh waktu cukup lama. Proses tahapan tersebut dinamakan 'algoritma', yaitu sebuah susunan langkah-langkah logis dan sistematis untuk memecahkan suatu masalah atau untuk mencapai tujuan tertentu.

Algoritma sendiri bukan suatu perhitungan, tapi suatu metode yang harus diikuti untuk menyelesaikan perhitungan tersebut. Misal, perhitungan untuk menghasilkan nilai rata-rata dari dua buah angka, maka algoritmanya akan mengtakan, "Langkah pertama: Jumlahkan kedua angka. Langkah kedua: Bagi dua jumlah angka tersebut".

Seseorang mendekati mesin minuman otomatis, kemudian memencet tombul "kopi cappuccino". Selanjutnya mesih beraksi dengan langkah-langkah tertentu yang berurutan. Keluar secara otomatis sebuah gelas, selanjutnya terdengar suara gilasan kopi digiling, dan sesaat kemudian tercampur dengan air panas keluar dan tertuang ke dalam gelas dengan jumlah yang pas. Selanjutnya susu dan bubuk cappuccino juga tertuang ke dalam gelas secara pas juga. Jadilah kopi cappuccino. Ini adalah 'algoritma'.

Sementara itu, orang yang mendekat dan memencet tombol 'kopi cappuccino' pada mesin minuman tersebut, dan kemudian meminumnya, adalah juga sebuah 'algoritma'. Algoritma biologis.

Jadi bisa dikatakan bahwa manusia identik dengan algoritma, yang terdiri dari miliaran sel tunggal yang juga berperilaku berdasar algoritma. Bahwa berpikir, sensasi dan emosi adalah semata-mata sebuah algoritma proses biokimia.

Algotima Biologis versus Algoritma Kecerdasan Buatan.

Pada era digital saat ini, algoritma menjadi dasar utama bagi perkembangan kecerdasan buatan. Teknologi berbasis algoritma bahkan sudah mampu melampaui kemampuan manusia sendiri. Banyak hal yang semula ditentukan dan dikerjakan oleh manusia, telah diserahkan ke produk Artificial Intellegence untuk mengambil alih.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan teknologi banyak memberi manfaat dan meringankan pekerjaan manusia. Di bidang industri manufaktur, sudah banyak pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan, membutuhkan kekuatan, kecepatan dan keakuratan yang tinggi sudah dikerjakan oleh robot, dan bukan manusia lagi. Artificial Intellegence juga berperan besar dalam membantu para medis untuk menganalisis penyakit dan sekaligus melakukan tindakan penyembuhan kepada pasien.

Namun, seiring dengan kemajuan teknologi berbasis algoritma, membuat manusia secara perlahan mulai mempercayakan banyak keputusan-keputusan penting kepada teknologi berbasis algoritma tersebut. Bahkan manusia semakin besar ketergantungannya kepada masukan-masukan yang datang dari algoritma. Manusia semakin terjebak ke dalam lingkaran system algoritma yang dibuatnya sendiri.

Saat ini masyarakat perkotaan sangat terbantu dengan adanya Google Maps atau Waze yang mampu menunjukan jalur tercepat saat berkendaraan menuju suatu tempat. Manusia yang awalnya merasa terbantu, lama-lama menjadi tergantung  dan menyerahkan keputusan jalan mana yang harus dilewati kepada algoritma tersebut. Menyingkirkan pilihannya sendiri. Intuisi dan kehendak bebas manusia  sudah berkurang perannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun