Menjadi guru beda memang memerlukan pengorbanan yang sangat berat, namun semua itu harus dijalani sebagai bentuk tanggungjawab dalam menjalankan tugas profesi. Tuntutan yang sangat berat terhadap profesi guru dengan berbagai kekurangannya menunjukan bahwa profesi sebagai guru bukan perkara yang mudah seperti anggapan yang selama ini terjadi dimasyarakat.Â
Objek yang menjadi tanggungjawab guru adalah manusia, jadi kalau seorang guru membuat kesalahan dalam menjalankan tugasnya sehingga menghasilkan output yang 'kurang berkualitas', maka kegagalan itu akan dirasakan 'seumur hidup' oleh peserta didiknya dan resikonya bahwa kesalahan itu juga akan ikut tersebar ke lingkungan lain dimana output itu berada.
Tugas guru di era milenial saat ini dimana fase revolusi industri 4.0 sedang berlangsung, menuntut guru untuk terus menjadi manusia pembelajar yang selalu mengikuti perkembangan zaman yang bergerak dengan sangat cepat.Â
Dengan kemajuan teknologi dan informasi maka sumber pembelajaran bisa dengan mudah diperoleh, guru dan peserta didik bisa bersaing untuk duluan menguasai pengetahuan yang sedang dibahas disekolah/madrasah yang tersebar dan dengan mudah bisa didapatkan dari berbagai sumber dengan menggunakan kecanggihan teknologi.
Semakin cepat dan mudahnya arus informasi yang diterima oleh manusia tanpa pandang positif atau negatif menambah tugas berat guru untuk mengarahkan dan membimbing peserta didik dalam menyerap informasi yang mereka dapatkan, sehingga tugas guru sebagai pendidik lebih dominan dibutuhkan ketimbang sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan.Â
Hal ini perlu dilakukan untuk menangkal pengaruh negatif yang diterima oleh peserta didik dari berbagai sumber informasi yang tidak bisa dicegah dan dibantah, peran guru sebagai pendidik inilah yang mesti diperkuat oleh seorang guru yang semestinya menguasai kompetensi personal dan kompetensi sosial tidak hanya memperkuat kompetensi paedagogik dan profesional saja.
Posisi seorang guru benar-benar harus bisa digugu dan ditiru oleh peserta didiknya, hal ini memerlukan kematangan personal dari seorang guru untuk menempatkan diri sesuai dengan posisinya.Â
Kalau hal ini tidak disadari dan diantisipasi oleh guru, maka jangan berharap bahwa peserta didik akan menuruti apa yang diperintahkannya sehingga dengan kejadian ini terjadilah konflik antara guru dan peserta didik yang menyebabkan hubungannya tidak harmonis dan inilah yang mungkin menyebabkan banyak terjadinya kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik ataupun sebaliknya.
Tujuan pendidikan nasional menurut UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab."Â
Melihat tujuan pendidikan nasional tersebut jelas bahwa tugas guru sebagai pendidik lebih dominan dibanding sebagai pengajar, guru dituntut untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi manusia Indonesia yang 'paripurna' yang dapat mengangkat harkat martabat diri dan negaranya.
Untuk membentuk karakter yang baik seorang peserta didik, maka guru harus terlebih dahulu berkarakter baik, guru harus menjadi suritauladan dalam segala hal bagi peserta didiknya.Â