Terakhir, mengubah kebiasaan buruk menjadi karakter murid yang baik. Namun untuk sebahagian kecil murid yang tujuannya ke sekolah tanpa tujuan jelas?Â
Hanya untuk mengisi waktu luang, sekolah itu ibarat taman bermain, tempat mengaktualisasi diri ke hal negatif, atau ajang menunjukkan siapa diri saya atau kedirian mereka kepada teman yang lain.
Bukan niat untuk belajar, tapi mengganggu, mengucapkan kata kotor, dan tentunya memancing guru untuk emosi, marah, dan berakhir dengan pemukulan, mungkin itu di dalam pemikiran mereka? Entahlah.
Seperti terjadi, dari awal masuk lab. Komputer anak ini sudah mulai carmut alias cari muka dihadapan saya. Tidak membawa buku paket yang gratis, karena sudah dibayar pake dana BOS, belum lagi alisnya dicodet alias dibuat kayak digigit 'tikus'. Hal-hal seperti itu kan mengundang perhatian saya.
Lalu saya menasihati anak ini agar lain waktu membawa buku paket yang sudah dibeli pake Dana BOS, sehingga murid tidak perlu lagi membeli buku.
Dari situ saya melihat wajahnya seperti wajah tidak terima dinasihati. Pun ketika saya tanya kenapa alis matamu kayak gitu? Ada codetannya? Disitu juga dia menjawab dengan nada 'ngeles'.
Saya masih sabar. Usai saya nasehati dia, dia saya suruh duduk kembali dan menghadap layar komputernya.Â
Setelah itu, memulai pembelajaran dengan materi Coding memanfaatkan aplikasi C++. Saya hidupkan infokus yang langsung memunculkan gambar di depan anak-anak.
Usai itu saya menjelaskan tentang materi dan juga mempraktikkan bagaimana cara membuat dokumen baru, menuliskan kode pemrograman, mengajarkan cara menyimpan file yang telah diketikkan kode pemrograman, terakhir bagaimana mengkompiler program dan jika sukses tanpa kesalahan, menjalankan program tersebut.
Nah, disela-sela murid saya bekerja atau praktik, si murid yang tadi tidak bawa buku paket dan alisnya dicodet itu berulah lagi.