Sabtu kemarin, di les ketiga dan keempat saya masuk di kelas yang konon katanya banyak siswa laki-lakinya sering membuat masalah di kelas.
Pembagian kelas yang tidak merata oleh kesiswaan di awal semester memang terkadang membuat cahaya di kelas itu redup oleh tingkah anak yang bermasalah.
Lima orang saja di kelas itu suka terlambat, suka ribut, suka membuat kegaduhan disaat pembelajaran berlangsung, suka memancing emosi gurunya? Maka kelas itu sudah pastilah dicap kelas yang 'bandel', padahal hanya oleh segelintir oknum.
Di awal semester, sekolah sudah berusaha memberikan yang terbaik kepada anak-anak kelas sepuluh dengan membuat Masa Orientasi Siswa (MOS) dengan mendatangkan pembina MOS dari unsur Angkatan alias TNI dan juga dari Kepolisian dengan harapan MOS ini memberikan disiplin dan cinta tanah air yang baik, serta mampu membuat mental mereka untuk 'mengatakan tidak' terhadap ajakan dari senior ataupun alumni yang akan merekrut mereka menjadi anggota gang/geng.
Juga memberikan mereka pelatihan akan baris berbaris dan ketahanan fisik saat upacara pengibaran bendera maupun acara apel pagi, sehingga anak-anak ini tidak gampang lelah ataupun pingsan.
Sudah begitu? Masih ditambah lagi dengan pemberian seminar parenting dengan mengundang orangtua atau wali murid yang anaknya telah diterima di sekolah dan telah melaksanakan MOS.
Selain seminar parenting tersebut, juga dilakukan Tes IQ murid yang termasuk bagian dari assesment awal pembelajaran untuk mengetahui minat dan bakat murid tersebut dan juga nilai IQ yang skornya hanya diketahui oleh wali kelas, sehingga memiliki pegangan ataupun dasar dalam mendidik dan mengarahkan muridnya untuk lebih fokus ke bidang apa?
Karena dari hasil tes IQ tersebut, guru bisa mengetahui sampai dimana kemampuan berbahasa, pengetahuan umum, dan pemecahan terhadap suatu masalah oleh murid tersebut.
Di samping itu juga guru mampu mengetahui bagaimana keberadaan murid kita di rumah, seperti nutrisi yang masuk ke tubuhnya, tingkat stres, kondisi sosial ekonomi, serta bagaimana dukungan dan kehidupan perilaku sosialnya ditengah-tengah masyarakat.
Kegiatan parenting ini sebenarnya sangat bermanfaat, sehingga terjalin komunikasi yang baik dan ikatan kekeluargaan yang mampu saling terbuka akan keberadaan dan aktivitas anak-anak di luar sekolah.
Karena tak dapat dipungkiri bahwa sudah banyak anak-anak yang terjerumus dengan menjadi anggota gang yang mempengaruhi kehidupan sosialnya, seperti cara belajarnya dirumah, kegiatan apa yang dilakukan di luar rumah, serta bagaimana berkomunikasi yang baik di rumah dan di sekolah.
Guru Jangan Mau Terjebak, Marah dan Emosi Menghadapi Murid Nakal
Bagi sebahagian besar murid, kegiatan-kegiatan diawal semester itu bisa saja bermanfaat dan mampu meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan mereka serta tanggungjawab sebagai murid yang bertujuan untuk belajar dan meningkatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta belajar bergaul, belajar berbagai hal yang baik di sekolah.
Sampai-sampai di awal pembelajaran, guru sudah memberikan Asessmen Diagnostik di awal pembelajaran kepada muridnya dengan tujuan untuk mendapatkan data atau informasi yang akurat tentang murid yang akan kita bina dan didik.
Data yang dimaksud adalah berupa karakteristik, kondisi kompetensi, kekuatan, kelemahan model belajar peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik yang beragam.
Asessmen Diagnostik ini dibedakan atas dua bagian, Asessmen Diagnostik Kognitif, dan Asessmen Non Diagnostik.
Juga Guru telah menerapkan kesepakatan kelas, dimana Guru dan murid telah membuat point-point kesepakatan penting disaat pembelajaran berlangsung.Â
Ini sangat penting dan bukan lagi peraturan kelas, karena jika kita membuat peraturan kelas, maka sifatnya satu arah, bukan dua arah, dan komunikasi dalam membuat kesepakatan kelas ini pastinya berbeda dengan ketika guru membuat peraturan kelas.
Kesepakatan kelas ini jelas pembuatannya, dimana point-point kesepakatan itu dibuat atas dasar kerjasama dan ada komunikasi dua arah antara guru dan murid.
Kesepakatan kelas sangat penting sehingga lingkungan belajar yang sehat dan produktif dapat terwujud, juga sebagai pengingat akan harapan yang ingin dicapai oleh murid selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Juga sebagai panduan bagi murid dan guru tentang mana perilaku yang dapat diterima dan mana perilaku yang tidak dapat diterima, juga membantu murid untuk memastikan rasa hormat dan saling menghargai (toleransi) antara satu sama lain.
Terakhir, mengubah kebiasaan buruk menjadi karakter murid yang baik. Namun untuk sebahagian kecil murid yang tujuannya ke sekolah tanpa tujuan jelas?Â
Hanya untuk mengisi waktu luang, sekolah itu ibarat taman bermain, tempat mengaktualisasi diri ke hal negatif, atau ajang menunjukkan siapa diri saya atau kedirian mereka kepada teman yang lain.
Bukan niat untuk belajar, tapi mengganggu, mengucapkan kata kotor, dan tentunya memancing guru untuk emosi, marah, dan berakhir dengan pemukulan, mungkin itu di dalam pemikiran mereka? Entahlah.
Seperti terjadi, dari awal masuk lab. Komputer anak ini sudah mulai carmut alias cari muka dihadapan saya. Tidak membawa buku paket yang gratis, karena sudah dibayar pake dana BOS, belum lagi alisnya dicodet alias dibuat kayak digigit 'tikus'. Hal-hal seperti itu kan mengundang perhatian saya.
Lalu saya menasihati anak ini agar lain waktu membawa buku paket yang sudah dibeli pake Dana BOS, sehingga murid tidak perlu lagi membeli buku.
Dari situ saya melihat wajahnya seperti wajah tidak terima dinasihati. Pun ketika saya tanya kenapa alis matamu kayak gitu? Ada codetannya? Disitu juga dia menjawab dengan nada 'ngeles'.
Saya masih sabar. Usai saya nasehati dia, dia saya suruh duduk kembali dan menghadap layar komputernya.Â
Setelah itu, memulai pembelajaran dengan materi Coding memanfaatkan aplikasi C++. Saya hidupkan infokus yang langsung memunculkan gambar di depan anak-anak.
Usai itu saya menjelaskan tentang materi dan juga mempraktikkan bagaimana cara membuat dokumen baru, menuliskan kode pemrograman, mengajarkan cara menyimpan file yang telah diketikkan kode pemrograman, terakhir bagaimana mengkompiler program dan jika sukses tanpa kesalahan, menjalankan program tersebut.
Nah, disela-sela murid saya bekerja atau praktik, si murid yang tadi tidak bawa buku paket dan alisnya dicodet itu berulah lagi.
Dia di depan layar infokus yang ditembakkan ke dinding itu, membuat gerakan tangan dari lima jari, berkurang satu persatu, hingga akhirnya menyisakan satu jari tengah.
Otomatis saya yang melihat langsung perbuatan dia itu, memanggil dia kembali ke depan, sementara ada temannya yang tertawa, sehingga dia merasa bangga dengan mengancungkan jari tengah di layar infokus yang hidup.
Ironis bukan? Ketika saya tanya apa motivasimu membuat simbol itu dan kamu tunjukkan kepada kami semua? Dengan cengengesan dia tidak mengaku, tidak mengakui perbuatannya.
Sungguh, kata-kata dan wajahnya yang cengengesan itu membuat saya emosi. Namun saya tidak mau terbawa oleh permainan murid ini. Dengan baik saya berkata bahwa kamu sudah melanggar kesepakatan kelas kita dan tidak mau mengakui perbuatannya.
Sayang kejadian itu tidak saya rekam, sehingga murid bisa ngeles. Tapi itu urusan dialah dengan Tuhan-nya bukan?
Dengan sabarnya, usai pembelajaran di lab. Komputer, saya memanggil dia untuk tinggal di dalam lab. Komputer dan saya melakukan Segitiga Restitusi sesuai dengan materi yang pernah saya dapatkan sewaktu mengikuti Pendidikan Guru Penggerak.
Segitiga Restitusi diterapkan dengan harapan murid mampu memperbaiki kesalahannya, sehingga memiliki karakter yang lebih baik lagi.
Penerapannya, pertama saya melakukan penstabilan identitas, dimana saya berusaha menggali mengapa harus mengancungkan jari tengah? Apakah kamu tidak tahu bahwa itu adalah salah? Apakah kamu mengetahui jika itu memberikan efek negatif bagi murid lain bila hal itu sering kamu lakukan dan ada pembiaran, maka teman-mu yang lain bakal membuat seperti itu?
Setelah itu saya melakukan validasi tindakan yang salah, bahwa itu sangat tidak baik dilakukan dan menyadarkan dia bahwa sikap itu sangat berbahaya bila kamu tidak sadar, maka kamu akan memberikan efek negatif bagi teman-temanmu. Apakah kamu bangga dengan perbuatanmu yang menunjukkan jari tengah di tengah-tengah pembelajaran?
Terakhir, setelah anak tersebut menyadari kesalahan dan saya berhasil menyakinkan dia bahwa perbuatan itu tidak baik, maka saya membuat perjanjian bahwa dia pasti tidak melakukan hal tersebut lagi, dimanapun berada, tidak hanya di lingkungan sekolah, tapi juga di lingkungan sekitar dan bahkan di rumah.
Menahan diri, tidak gampang emosi, dan selalu berpikir positif dengan kelakuan 'nakal' murid adalah bagian penting saat menghadapi murid nakal.
Lewat materi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) yang saya terima saat Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 10, saya memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memahami dan mengelola emosi menetapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati terhadap orang lain, membangun dan memelihara hubungan positif, dan membuat kebijakan universal.
Jujur, lewat materi PSE ini saya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi tingkah murid. Saya lebih memfokuskan penyelesaian masalah dan menyadarkan murid, daripada mencari akar permasalahan dan emosi meledak-ledak akibat tingkah anak.
Fokus menciptakan lingkungan belajar yang tepat serta terkoordinasi dengan menggunakan segenap kekuatan pemikiran, bukan mencari-cari kesalahan murid.
Penerapan teknik STOP, yaitu Stop/berhenti sementara dari segala aktivitas dan duduk dengan posisi rileks, nyaman dengan posisi badan tegak, dan meletakkan tangan diatas kedua paha seperti bersila, lalu Take/Take a Deep Breath atau menarik nafas dalam-dalam, menutup mata, dan saya instruksikan agar murid menghembuskan nafas sebanyak 2 sampai 3 kali. Lalu Observasi atau mengamati dengan membuka mata, merasakan bagaimana sudah kembali segar? Lalu melanjutkan aktivitas.
Semoga bermanfaat...
Salam blogger persahabatan...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI