Dia di depan layar infokus yang ditembakkan ke dinding itu, membuat gerakan tangan dari lima jari, berkurang satu persatu, hingga akhirnya menyisakan satu jari tengah.
Otomatis saya yang melihat langsung perbuatan dia itu, memanggil dia kembali ke depan, sementara ada temannya yang tertawa, sehingga dia merasa bangga dengan mengancungkan jari tengah di layar infokus yang hidup.
Ironis bukan? Ketika saya tanya apa motivasimu membuat simbol itu dan kamu tunjukkan kepada kami semua? Dengan cengengesan dia tidak mengaku, tidak mengakui perbuatannya.
Sungguh, kata-kata dan wajahnya yang cengengesan itu membuat saya emosi. Namun saya tidak mau terbawa oleh permainan murid ini. Dengan baik saya berkata bahwa kamu sudah melanggar kesepakatan kelas kita dan tidak mau mengakui perbuatannya.
Sayang kejadian itu tidak saya rekam, sehingga murid bisa ngeles. Tapi itu urusan dialah dengan Tuhan-nya bukan?
Dengan sabarnya, usai pembelajaran di lab. Komputer, saya memanggil dia untuk tinggal di dalam lab. Komputer dan saya melakukan Segitiga Restitusi sesuai dengan materi yang pernah saya dapatkan sewaktu mengikuti Pendidikan Guru Penggerak.
Segitiga Restitusi diterapkan dengan harapan murid mampu memperbaiki kesalahannya, sehingga memiliki karakter yang lebih baik lagi.
Penerapannya, pertama saya melakukan penstabilan identitas, dimana saya berusaha menggali mengapa harus mengancungkan jari tengah? Apakah kamu tidak tahu bahwa itu adalah salah? Apakah kamu mengetahui jika itu memberikan efek negatif bagi murid lain bila hal itu sering kamu lakukan dan ada pembiaran, maka teman-mu yang lain bakal membuat seperti itu?
Setelah itu saya melakukan validasi tindakan yang salah, bahwa itu sangat tidak baik dilakukan dan menyadarkan dia bahwa sikap itu sangat berbahaya bila kamu tidak sadar, maka kamu akan memberikan efek negatif bagi teman-temanmu. Apakah kamu bangga dengan perbuatanmu yang menunjukkan jari tengah di tengah-tengah pembelajaran?
Terakhir, setelah anak tersebut menyadari kesalahan dan saya berhasil menyakinkan dia bahwa perbuatan itu tidak baik, maka saya membuat perjanjian bahwa dia pasti tidak melakukan hal tersebut lagi, dimanapun berada, tidak hanya di lingkungan sekolah, tapi juga di lingkungan sekitar dan bahkan di rumah.
Menahan diri, tidak gampang emosi, dan selalu berpikir positif dengan kelakuan 'nakal' murid adalah bagian penting saat menghadapi murid nakal.