Dan parahnya lagi, pembangunan tiang-tiang dan juga pemasangan kabel ini terkadang tanpa se-ijin yang punya rumah atau yang halaman depan rumahnya dibangun tiang-tiang seperti tiang listrik, namun gunanya untuk kabel-kabel utilitas tadi.
Sekitaran bulan Februari kemarin, saya terkejut karena ada orang yang manjat-manjat di depan rumah kami, yang ternyata orang-orang yang memasang kabel jaringan internet dari provider lain, ketika saya keluar dan menanyakan kenapa kalian manjat-manjat?
Dengan santainya mereka mengatakan memasang kabel jaringan internet dari provider X dan beberapa hari lagi, sudah ada yang memasang tiang kabel.
Tanpa permisi, mereka langsung menyemen penyangga tiang seperti tiang listrik itu dan ketika saya tanya, kenapa pasang tiang di sini? Mereka menyodorkan surat izin dari Pemko Medan yang ditandatangani Lurah tempat kami tinggal.
Artinya, pembuatan tiang itu sudah legal dan disetujui oleh pemerintah setempat, lalu kami mau bilang apa?
Dirugikan? Sangat dirugikan, apalagi setahu saya, dulu tiang listrik pertama kali depan rumah kami itu adalah pembelian dari orangtua kami yang pertama kali membangun rumah di situ. Lantas mengapa tiang semakin bertambah dan bertambah tanpa ada ganti rugi?
Tiang listrik pertama itu jadinya miring, karena tidak kuat lagi menahan beban kabel setelah di depan rumah kami membangun perumahan dan tiangnya dibangun atau didirikan persis di samping tiang listrik pertama itu.
Sekarang sudah muncul empat tiang didepan rumah kami, entah kepada siapa mereka minta izin, entahlah, mungkin karena bermodalkan surat sakti dari Lurah itu maka bangunan tiang itu bebas saja bukan?
Ketika mereka bekerja di lapangan memanjat dan menarik-narik kabel, saya pernah menegur mereka, "Adakah izin mendirikan tiang ini bang?" ujar saya.
"Ini bang ada surat izin dari Lurah", sambil menunjukkan surat yang sudah dilaminating, namun sudah agak kucek karena mungkin banyaknya yang complain dengan pemasangan tiang itu.
Terbersit rasa kasihan, karena mereka hanyalah pekerja lapangan yang disuruh atau digaji oleh vendor ataupun mandor mereka, mereka tidak tau apa-apa hanya disuruh bekerja dengan gaji minim, sementara mereka harus menghadapi hujatan, makian, bahkan pungli.