Pertanyaan redaksi Kompasiana di awal Topil alias Topik Pilihan "Kabel Utilitas Mengancam Keselamatan!" agak lucu dan membingungkan. Mengapa saya katakan pertanyaannya lucu dan membingungkan?
Bagaimana tidak lucu dengan pertanyaan "Pernahkah Kompasianer melihat kabel-kabel yang menjuntai di tiang-tiang listrik dekat rumah? Seberapat kesal Kompasianer melihatnya? Apakah pernah mencoba melaporkannya kepada dinas terkait?".
Bagi saya pertanyaan pemantik itu sangat lucu dan sekaligus membingungkan, bagaimana tidak membingungkan? Karena setau saya munculnya kabel-kabel utilitas itu bukan simsalabim langsung muncul, tetapi sudah diberikan ijin oleh pihak-pihak terkait.
Apalagi pertanyaan pemantiknya, Pernahkah Kompasianer melihat kabel-kabel menjuntai di tiang-tiang listrik dekat rumah?
Jawaban saya, tak hanya melihat, tapi sudah menjadi pemandangan sehari-hari, bahkan saya setiap buka pintu rumah, maka di depan saya sudah menjuntai kabel-kabel utilitas yang semakin hari semakin bertambah, bahkan tiangnya yang dari hanya satu, tiang listrik, sekarang sudah semakin bertambah menjadi lima tiang.
Bisa dibayangkan bukan betapa sengkarutnya tabel-tabel yang terpampang, berapa banyak kabel-kabel yang harus diikat agar tidak menjuntai dan menganggu aktivitas-aktivitas kita.
Bahkan kabel-kabel yang diputus alias tidak dipakai lagi dibiarkan begitu saja terputus tanpa diambil atau dirapikan oleh pihak terkait sehingga sangat menganggu karena kabel yang putus itu pas di depan gerbang kita, kita harus menariknya dan menyingkirkan kabel-kabel utilitas itu agar tidak menganggu aktivitas kita kala keluar masuk rumah.
Medan sebagai kota terbesar nomor tiga di Indonesia ini dengan ciri kota perdagangan, industri dan bisnis dengan jumlah penduduk sekitar 2.494.217 jiwa.
Perkiraan tahun 2022 lalu tentunya tidak dapat menampik kehadiran teknologi dan juga kehadiran kabel-kabel jaringan internet tersebut, bagaimana para provider berlomba-lomba memasang tiangnya dan kabel jaringan yang ternyata makin menambah kesemrawutnya Kota Medan, bukannya menambah keindahan bukan?
Sebagai kota metropolitan terbesar nomor tiga setelah Jakarta dan Surabaya, plus kota para ketua dan juga kotanya usahawan, karena usaha apa saja yang dibuka di Kota Medan tercinta ini pasti laku, apalagi usaha kuliner?
Jadi tak salah kalau di kota Medan sekarang menjamur jaringan-jaringan kabel utilitas dan tak jarang pulak kita lihat video-video bersewileran pungli terhadap para pekerja kabel-kabel utilitas ini.
Jadi apa yang dikatakan dalam redaksi Kompasiana, sengkarut hilir-mudik kabel utilitas memang sungguh ruwet di setiap pelosok Indonesia. Tak hanya mengganggu aktivitas, tak jarang kabel yang ruwet tersebut dibiarkan saja hingga menjuntai sangat rendah. Apalagi kalau ada kabel yang terkelupas dan hampir putus. Padahal sudah memakan korban!
Ya, baru-baru ini seorang warga Jakarta yang berprofesi sebagai driver ojek online alias Ojol bernama Vadim harus merenggang nyawa akibat adanya kabel menjuntai di kawasan Palmerah, Jakarta Barat.
Diketahui, Seorang driver ojek online bernama Vadim terjatuh karena menghindari kabel yang menjuntai di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat pada Jumat (29/7/2023) malam.
Nahasnya, Vidam akhirnya dinyatakan wafat usai dibawa ke rumah sakit. Polisi menyatakan akan menyelidiki permasalahan ini dan pertanyaannya, siapakah yang akan bertanggungjawab atas kematian Vidam akibat menghindari semrawutnya gulungan kabel salah satu perusahaan ternama itu.
Di sisi lain, Sultan Rif'at Alfatih (20) mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang sudah tujuh bulan hanya bisa makan dan minum melalui selang di hidungnya akibat kabel fiber optik yang menjuntai dan terkena lehernya, di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan pada Kamis 5 Januari 2023 silam.
Bagaimana Penanganan Kabel Utilitas di Medan?
Dua rangkaian peristiwa di atas tentunya harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dan stakeholder pemasangan kabel-kabel utilitis di setiap kota-kota besar di Indonesia. Tak terkecuali di Kota Medan, yang juga sekarang makin rawan akibat dengan keberadaan kabel-kabel utilitas tadi.
Tak dapat dipungkiri memang, kota-kota besar di Indonesia harus memiliki kabel-kabel utilitas yang lebih banyak dibandingkan dengan kota-kota kecil atau wilayah pedesaan.
Hal ini dikarenakan kota-kota besar biasanya memiliki infrastruktur yang lebih kompleks dan membutuhkan lebih banyak kabel untuk menyediakan listrik, telekomunikasi, air, dan layanan utilitas lainnya.
Selain itu, pertumbuhan kota dan perkembangan industri juga dapat berkontribusi pada peningkatan jumlah kabel utilitas di suatu daerah, karena tergiurnya masyarakat dengan layanan kabel-kabel Wi-Fi sekarang.
Dan parahnya lagi, pembangunan tiang-tiang dan juga pemasangan kabel ini terkadang tanpa se-ijin yang punya rumah atau yang halaman depan rumahnya dibangun tiang-tiang seperti tiang listrik, namun gunanya untuk kabel-kabel utilitas tadi.
Sekitaran bulan Februari kemarin, saya terkejut karena ada orang yang manjat-manjat di depan rumah kami, yang ternyata orang-orang yang memasang kabel jaringan internet dari provider lain, ketika saya keluar dan menanyakan kenapa kalian manjat-manjat?
Dengan santainya mereka mengatakan memasang kabel jaringan internet dari provider X dan beberapa hari lagi, sudah ada yang memasang tiang kabel.
Tanpa permisi, mereka langsung menyemen penyangga tiang seperti tiang listrik itu dan ketika saya tanya, kenapa pasang tiang di sini? Mereka menyodorkan surat izin dari Pemko Medan yang ditandatangani Lurah tempat kami tinggal.
Artinya, pembuatan tiang itu sudah legal dan disetujui oleh pemerintah setempat, lalu kami mau bilang apa?
Dirugikan? Sangat dirugikan, apalagi setahu saya, dulu tiang listrik pertama kali depan rumah kami itu adalah pembelian dari orangtua kami yang pertama kali membangun rumah di situ. Lantas mengapa tiang semakin bertambah dan bertambah tanpa ada ganti rugi?
Tiang listrik pertama itu jadinya miring, karena tidak kuat lagi menahan beban kabel setelah di depan rumah kami membangun perumahan dan tiangnya dibangun atau didirikan persis di samping tiang listrik pertama itu.
Sekarang sudah muncul empat tiang didepan rumah kami, entah kepada siapa mereka minta izin, entahlah, mungkin karena bermodalkan surat sakti dari Lurah itu maka bangunan tiang itu bebas saja bukan?
Ketika mereka bekerja di lapangan memanjat dan menarik-narik kabel, saya pernah menegur mereka, "Adakah izin mendirikan tiang ini bang?" ujar saya.
"Ini bang ada surat izin dari Lurah", sambil menunjukkan surat yang sudah dilaminating, namun sudah agak kucek karena mungkin banyaknya yang complain dengan pemasangan tiang itu.
Terbersit rasa kasihan, karena mereka hanyalah pekerja lapangan yang disuruh atau digaji oleh vendor ataupun mandor mereka, mereka tidak tau apa-apa hanya disuruh bekerja dengan gaji minim, sementara mereka harus menghadapi hujatan, makian, bahkan pungli.
Maka sayapun hanya bisa bergumam dalam hati dan bingung, kalau mengadu, mengadu ke mana?
Berharap semoga tidak ada lagi galian kabel serat optic dan juga kabel-kabel menjuntai.
Setop-lah! Jangan nambah lagi beban kabel di lima tiang yang ada di depan rumah kami ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H