Sama halnya dengan Indonesia. Jika terjadi konflik terbuka dengan China maka dampak turunannya akan lebih besar. Ini akan mengarah pada instabilitas dalam negeri Indonesia. Dengan menghitung untung rugi, China melibatkan Indonesia hanya sekadar untuk peruntungan belaka. Kalau berhasil ya, bersyukur kalau tidak berhasil ya, tidak apa-apa. Maka gesekan dengan Jakarta cenderung dikelola secara moderat. Sangat berbeda saat bersinggungan dengan Filipina dan Vietnam yang sering menunjukkan kebrutalan dari militer China.Â
Bisa jadi tujuan utama Beijing adalah 1) Pelibatan Indonesia sebenarnya adalah strategi. Beijing akan melepas klaim di LCS jika Indonesia tidak ikut campur dengan masalah klaim dengan negara ASEAN lainnya. Sebagai pemimpin tradisional ASEAN, Indonesia dibungkam. 2) Beijing menjadikan irisan di LCS sebagai bargaining untuk kepentingan geopolitik Beijing di suatu waktu. Misal Indonesia jangan sampai dijadikan pangkalan militer AUKUS, 3) Beijing akan terus mengulur waktu dengan tidak menyelesaikan klaimnya di Laut Natuna Utara sebagai kartu yang akan dimainkan saat ada kepentingan strategis dengan Indonesia.
Strategi ini diibaratkan politik diskon barang. Barang dijual jauh di atas harga beli, dan penawar akan menawar dengan harga yang masih di atas harga beli. Penjual tetap untung dan pembeli merasa mendapat harga murah. Indonesia sebagai pembeli dan China sebagai penjual. Anehnya barang tersebut tidak pernah dijual. Tidak ada pemenang dan juga tidak ada yang kalah. Itulah penyelesaian yang akan terjadi di LNU.
Apapun strategi yang dimainkan China terhadap kedaulatan Indonesia; tidak ada tawar menawar. NKRI harga mati. Sebagaimana ungkapan Romawi kuno: Si vis pacem para bellum. Jika mendambakan perdamaian bersiaplah menghadapi perang.
---Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI