Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Adu Strategi Jakarta-Beijing: antara Jabat Tangan dan Saling Sikut di Laut China Selatan

27 Mei 2024   09:08 Diperbarui: 7 Juni 2024   15:22 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah ini juga untuk menghindari masuknya AUKUS dan menghindarkan ASEAN sebagai pion (proxy war). Suara Indonesia pastinya didengar oleh anggota ASEAN. Indonesia adalah pemimpin tradisional ASEAN. Untuk itu Indonesia harus merumuskan politik bersama dalam negosiasi dengan China. ASEAN tidak boleh terbelah dan satu sikap dalam urusan di LCS.

Volume perdagangan China ASEAN tumbuh impresif. Pada 2021 mencapai US$878,2 miliar. Pada 2022 naik menjadi US$970 miliar. Pada 2023 terkoreksi menjadi 911,7 miliar. Pasar Asean yang besar, potensi SDA yang melimpah dan pertumbuhan ekonomi yang positif bisa menjadi hak tawar kuat terhadap China. 

China membutuhkan pasar ASEAN untuk menyerap dari keajaiban manufakturnya.  Kendalanya adalah memberi pemahaman terhadap negara binaan China semisal Kamboja, Laos, dan Myanmar yang secara ekonomi dan politik berada dalam pengaruh China. Dan juga mengajak Thailand, Filipina, Timor Leste, Malaysia dan Singapore supaya menjaga jarak dengan AUKUS--yang notabene tidak ada singgungan territorial dengan China. 

Menyatukan ASEAN dalam satu pandangan adalah langkah sangat sulit. China dari awal selalu menggagalkan upaya penyatuan suara ASEAN dalam Kasus LCS. China menginginkan perundingan dilakukan secara bilateral. Posisi negara ASEAN akan lemah menghadapi raksasa China. Pastinya tidak akan mungkin menang. Namun penyatuan satu suara ASEAN menjadikan harga tawar politik ASEAN bisa kuat saat menghadapi China.

Ketiga, konfrontasi militer. Ini langkah paling akhir yang bisa diambil. Indonesia dalam hal ini punya doktrin, berani masuk gebuk. Jika ambisi China terhadap kepemilikan laut Natuna Utara tidak bisa dikendalikan, maka Indonesia juga harus menegakkan marwah kedaulatannya dengan menggunakan cara militer. 

Peningkatan anggaran TNI untuk pembelian alutsista yang mencapai US$25 miliar antara 2020--2024 adalah upaya persiapan menjaga teritori Indonesia. Indonesia bisa menggunakan posisi strategisnya untuk mendapatkan senjata mematikan dari pihak manapun. Dari hitungan kertas, bersengketa dengan Indonesia akan lebih melelahkan dan tidak menguntungkan. Sinyal itu harus terus disampaikan ke China.

Saat ini, China masih menggunakan "cara santun" lewat keberatan nota protes diplomatik terhadap aktivitas ekonomi yang dilakukan Indonesia di Blok Tuna Natuna Utara. Bisa jadi kelak ledakan amunisi yang berbicara. Agresivitas dan provokasi China harus diimbangi dengan kekuatan senjata pula. Kapal selam dan kapal perang China, dan kapal penjaga pantainya sering nerabas ZEE Indonesia di Natuna. Seolah menguji nyali Indonesia. 

Maka pembangunan pangkalan militer terpadu di Natuna dengan menyiagakan kapal perang kelas fregat, kapal selam,  penempatan batteray rudal dan juga jet tempur serang adalah langkah perimbangan kekuatan di Natuna Utara. Mengubah nama LCS menjadi Laut Natuna Utara sebenarnya sebagai respon keras kemarahan Jakarta terhadap ambisi territorial Beijing yang sudah kebablasan.

Kesadaran rakyat, DPR, dan pemerintah harus satu suara. Peningkatan postur TNI dengan modernisasi dan juga peningkatan anggaran setidaknya mencapai 2% dari PDB harus segera terwujud. Di antara negara ASEAN rasio belanja pertahanan Indonesia terhadap PDB yang paling rendah; Myanmar 3%, Singapore 2,8%, Brunei 2,8%, Kamboja 2,1%, Thailand 1,2 %, Timor Leste 1,1 %, Filipina 1%, Malaysia 1% dan Indonesi 0,8%. Dengan postur TNI yang kuat, akan punya detterent effect bagi siapa saja yang ingin mengganggu kedaulatan Indonesia

Keempat, menguasai nuklir. Posisi strategis Indonesia di pentas Indo-pasifik harus dibarengi dengan militer kuat. Indonesia bisa menjadi  titik kekuatan baru di tengah kondisi dunia yang multipolar. Kemandirian adalah kunci untuk menjaga kedaulatan. Mengapa negara yang punya nuklir jauh lebih nyaman saat berdiplomasi? Korea Utara misalnya. Dengan mudah menekan Amerika atau kekuatan Barat  dengan menjual isu percobaan hulu ledak nuklir. Jawabannya karena nuklir menciptakan keseimbangan teror yang pastinya akan menakutkan pada siapapun yang ingin perang. 

Nuklir menciptakan kengerian; hancur semua mati semua (mutually assured destruction). Maka meskipun Korea Utara termasuk negara miskin, diplomasi di kancah global sangat berotot. Kekuatan asing akan berpikir seribu kali kalau ingin berurusan dengan Korea Utara. Hal yang sama terjadi pada Pakistan, salah satu negara berkembang pemilik nuklir di Asia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun