Penggunaan skema LCT didasari kehati-hatian Indonesia dan negara ASEAN lainnya. Menurut laporan CNBC Indonesia, pada 2023 diperkirakan Amerika Serikat mengalami defisit neraca pembayaran.
Dampaknya, akan muncul krisis perbankan dan disertai adanya potensi gagal bayar. Hal ini akan mendorong dolar Amerika sensitif dan bergejolak terhadap isu global. Ini berbahaya bagi ekonomi ASEAN.
Untuk itu ASEAN harus bergerak cepat. Ada beberapa langkah yang harus segera diselesaikan untuk menerapkan mekanisme LCT secara menyeluruh: pertama, menyeragamkan sistem pembayaran di negara ASEAN; kedua, menyiapkan infrastruktur dan jaringan pembayaran yang terpadu dan terintegrasi; ketiga, adaptasi teknologi penunjang untuk menguatkan sistem pembayaran; keempat, meningkatkan koordinasi antarBank Sentral; kelima, meningkatan kesadaran dan edukasi sistem pembayaran terintegrasi di kalangan komunitas ASEAN.
Penggunaan mata uang lokal (Local Curency Transaction), dalam transaksi perdagangan adalah ide cerdas. Negara ASEAN bisa menggunakan mata uangnya untuk impor barang dari negara ASEAN lainnya tanpa perlu lagi bersusah payah mencari dolar Amerika.
Sebagai informasi, ASEAN bukanlah yang pertama yang melakukan dedolarisasi. Tiongkok, Arab Saudi, Uni Eropa, Iran, India, Rusia, Brasil sudah mengawali mengurangi dolar Amerika dalam perdagangannya.
Â
Dalam transaksi ini ada mata uang tidak sejenis--beda kurs--yang dipertukarkan. Mata uang satu negara dengan negara lainnya punya nilai yang tidak sama. Mata uang juga termasuk komoditas. Sama dengan barang. Jika banyak yang meminati harganya mahal, jika sepi peminat harganya pasti turun. LCT akan menguatkan nilai mata uang.
Misal; jika Malaysia ingin mengimpor alat-alat mesin pertanian dari Indonesia, mereka bisa menggunakan ringgit Malaysia saat membayarnya. Pastinya setelah dikonversi ke kurs rupiah. Dari sisi Indonesia bagaimana? Indonesia tetap untung, karena Indonesia punya cadangan valuta asing bernama ringgit Malaysia.Â
Nah, nantinya saat Indonesia mengimpor produk olahan makanan dari Malaysia, maka tidak menggunakan uang dolar Amerika. Namun, menggunakan ringgit. Dengan menggunakan mata uang lokal ASEAN maka mendiversifikasi cadangan devisa. Dari sinilah gejolak dolar yang sering mengganggu ekonomi negara setidaknya bisa diredam.
Catatan dari Bank Indonesia, transaksi melalui skema LCT pada 2022 sudah mencapai US$ 3,8 miliar atau setara dengan Rp57,34 triliun. Pada 2021 nilainya baru US$2,5 miliar, artinya ada peningkatan sebesar 52%.
Secara global transaksi LCT Indonesia dengan beberapa negara Asia yakni, Jepang, China, Malaysia, Thailand, mencapai 3-4% dari total nilai perdagangan. Artinya peluang untuk meningkatkan penetrasi yang lebih dalam masih terbuka lebar.