Sumber dari semua keruwetan yang dialami manusia adalah sesat pikir. Sumbernya rasa ketakutan yang teramat kuat. Takut diserang, takut miskin, takut kalah, takut sakit, takut mati. Itulah bahan bakar yang selalu membuat manusia berselisih satu sama lain.
Biar pikiran tenang manusia harus selalu mengembangkan penyadaran secara penuh. Melihat persepsi pikiran hanya permainan hormon. Kadang naik, kadang turun. Persepsi tidak bisa dijadikan pegangan menilai baik dan buruk. Belajar bijak bisa dilakukan dengan bertahap dan berkesinambungan. Tanpa henti, tanpa jeda.
Pertama, harus baik terhadap diri sendiri. Baik untuk diri sendiri itu bagaimana? jadilah selaras antara pikiran dan tingkah laku. Bercukuphatilah menerima kondisi tubuh yang kita punyai. Memberi maaf atas kesalahan yang diperbuat diri sendiri. Jadikan penyesalan sebagai energi berbenah ke arah kebajikan. Puas dan selalu bersyukur atas kelimpahan yang sudah diperoleh. Rasa syukur membuat pikiran lebih nyaman menerima setiap perubahan. Perubahan tidak untuk dihindari tapi dijalani dengan tetap mengedepankan nilai-nilai moralitas.
Kedua, baik pada anggota keluarga. Selain diri sendiri kita harus memperluas kebaikan untuk lingkup keluarga inti. Rasa tanggung jawab, curahan kasih sayang harus menjadi prioritas untuk menciptakan sebuah keluarga yang kokoh dan harmonis.
Kasih sayang adalah sumber awal kebahagiaan dalam keluarga. Sebagai suami harus mampu menjaga kepercayaan istri, sebaliknya juga sama. Istri wajib menjaga kepercayaan suami. Apa yang sudah diikat oleh tali perkawinan, menjadi komitmen bersama. Sebagai anak harus menghormati orangtua. Menyayangi anggota keluarga lainnya. Sebagai orangtua juga wajib menjadi teladan bagi anak. Bekerja keras dengan rasa tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Ketiga, bersikap baik sebagai anggota masyarakat. Kita hidup tidak sendirian. Ada orang lain di sekitar kita. Kepedulian harus dijadikan landasan bersosialisasi. Terimalah perbedaan yang ada. Kembangkan toleransi. Hormati orang lain, sebagaimana kita juga ingin dihormati. Maka akan muncul sebuah masyarakat berwarna yang saling sokong satu dengan yang lainnya.
Keempat, baik kepada semua spesies. Tanggung jawab manusia sebagai pemuncak evolusi berlaku untuk seluruh spesies. Manusialah yang sejatinya perusak alam ini. Maka tanggung jawab manusia pula mengembalikan kelestariannya. Kemudahan yang didapatkan manusia adalah pengorbanan banyak spesies: Pepohonan, serangga, ikan, sapi, kambing, kerbau, dan spesies lainnya. Maka tugas manusia harus melindungi spesies lain seperti melindungi diri sendiri. Berbagi ruang hidup, tidak menyakiti adalah upaya bijak dalam menapak di bumi.
Kesimpulan
Â
Konflik rumah tangga dan konflik antarnegara adalah sama. Tidak jauh beda. Hasil dari persepsi yang melenceng. Maka solusinya juga sama. Cukup sederhana: memaafkan kesalahan dan saling meminta maaf. Meminta maaf dan memaafkan kesalahan bukan tindakan lemah. Ini tindakan paling rasional dan paling bersih untuk memutus rantai kebencian supaya tidak beranak pinak.
Sesederhana itukah? Iya! Sesederhana itu. Anehnya manusia tidak pernah yakin dengan sebuah upaya paling ringkas, cepat, murah, dan paling manusiawi. Mereka terus melanjutkan konflik dengan korban nyawa yang terus berjatuhan. Jutaan dollar dihamburkan untuk memuaskan dahaga egoisme. Tidak ada kemenangan dari keduanya. Sama-sama remuk dan hancur.