Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Praktik Kebajikan: Peta Jalan Kedamaian di Pusaran Perubahan

7 Agustus 2022   05:50 Diperbarui: 24 Agustus 2022   18:42 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kebajikan menuntun manusia menjadi tenang seimbang.Sumber:wallpaperbetter.com

Pertanyaannya adalah, kenapa itu tidak terjadi? Kenapa juga harus terjadi! Padahal sains yang dipercaya--yang dijadikan rujukan banyak akademisi--mengharuskan munculnya kepanikan yang menyebabkan manusia tidak stabil dan bertindak anarkis. Sebuah kondisi yang menyebabkan manusia kembali ke setelan awal: spesies primata liar.

Apakah itu anomali psikologi manusia? Ternyata tidak! Kejadian seperti itu tidak hanya terjadi di Tragedi WTC. Tenggelamnya kapal Titanic pada 1912, yang digambarkan chaos, ternyata tidak. Dalam proses evakuasi, korban terlihat tenang dan tertib. Hampir setiap tragedi mengerikan, memunculkan sebuah cerita altruisme--sifat terbaik manusia--diluar nalar yang kita percaya.

Bahkan, adanya bencana mendorong banyak kalangan untuk ikut peduli. Ikut empati dengan terlibat: sumbangan yang tidak berhenti mengalir, relawan yang berdatangan dan banyak aksi penggalangan dana di seluruh wilayah. Tindakan kejahatan yang muncul, kalah jauh dengan tindakan kebaikan yang mengiringi setiap bencana skala besar.

Ada yang salah dengan keyakinan yang selama ini kita percaya. Ada sesuatu yang dipaksa dijejalkan bahwa manusia itu jahat, padahal sejatinya manusia itu baik.

Setiap Orang itu Baik

Setiap orang itu baik. Banyak pihak meragukan dan menampik dengan keras pernyataan tersebut. Anda akan ingat pepatah latin: Homo homini lupus est--manusia adalah serigala bagi yang lainnya. Atau pernah membaca karya Machiavelli, Il Principe. Semua "nilai serigala" dijadikan pegangan untuk melanggengkan kekuasaan. Il Principe seolah mengubur hidup-hidup pencapaian peradaban yang bernama moralitas. Intinya, manusia itu pada dasarnya jahat.

Dan lebih aneh lagi, orang yang berkeyakinan manusia itu jahat tidak mau dikatakan dirinya jahat. Termasuk saya, mungkin juga Anda.

Persoalan sebenarnya ada di Keyakinan Manusia Itu Jahat. Dan itu tertanam di pikiran. Jika diyakini dan terus diyakini sampai mendarah daging, maka sebuah kesalahan bisa menjelma menjadi kebenaran yang diagungkan. Dunia sosiologi menyebutnya self-fulfilling prophecy--ramalan yang mewujudkan dirinya sendiri.

Dunia kedokteran menyebutnya efek plasebo. Saat pasien diberi permen, namun dokter bilang "ini obat paling ampuh dan sangat mahal; penyakit lambung Anda akan sembuh kurang dari sejam" Sugesti tersebut diyakini sungguh-sungguh oleh pasien, yang terjadi sembuh betulan. 

Permen bukanlah obat. Namun, keyakinlah yang sebenarnya obat. Begitu juga dengan keyakinan bahwa manusia itu pada dasarnya jahat. Benar-benar akan mewujud menjadi manusia jahat.

Dalam diri manusia ada dua kekuatan: Srigala baik dan Srigala jahat. Mana yang akan menang? Yang sering diberi makan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun