Dampak dari budaya tersubut adalah para pemilih akan menyalurkan suaranya kepada para caleg pemberi uang dan itu sudah menjadi rahasia umum. Jika demikian kondisinya dan kita melakukan pembiaran secara struktural dan kultural, maka tunggulah kehancurannya.Â
Namun jika kita secara bersama-sama menghendaki perbaikan setidaknya ada empat hal yang harus kita upayakan sebagai ikhtiyar kebangsaan demi masa depan bangsa dan negara kita untuk keberlangsungan kehidupan anak-cucu kita, penerus estafet kita.
Pertama: kembalikan  bahwa caleg itu wakil atau representasi dari partai pengusungnya, bukan orang yang memiliki kepentingan pribadi. Namun ia berjuang atas nama partai untuk membangun negeri ini. Artinya hapus perundang-undangan, bahwa caleg dengan suara terbanyaklah yang menjadi wakil partai.Â
Kenapa? Sebab itulah sumber utama maraknya politik uang. Jika kita biarkan, maka akan menumbangkan nama negeri, bahkan negeri kita yang seyogyanya patut mendapat gelar kampium demokrasi, menjadi bergelar kampium demo crazy.
Oleh karena itu kembalikan, bahwa nomer urut caleg itu merupakan urutan wakil kita yang yang telah digodok sebagai kader terbaik partai yang akan duduk di dewan legislatif untuk menyuarakan suara pemilihnya, suara rakyat yang sudi menitipkan aspirasinya melalui partai, sebab tidak mungkin kita melaksanakan demokrasi langsung di negeri yang luas dan beragam ini, kecuali untuk pemilihan presiden dan wakil presiden sebagaimana pada tiga periode Pilpres terakhir ini.Â
Alhamdulillah sukses, namun salah satu peran MPR untuk memilih dan menetapkan presiden dan wakilnya menjadi hilang. Itulah amandemen hasil pemikiran wakil rakyat kita?
Kedua: kami sangat sepakat dengan adanya perundang-undangan ambang batas parlemen dan wajib ditegakkan setegak-tegaknya. Artinya jika suatu partai sudah kalah bertanding, maka para elit politiknya seyogyanya tahu diri dan sadar diri agar tidak membuat partai baru, namun berfusilah dengan partai yang sevisi dan semisi. Menurut hemat kami jangan cemari dengan bias pribadi untuk membangun negeri tercinta ini.
Ketiga: hadirkanlah peran KPU yang transparan dan akuntabitas. Oleh karena itu, maka negera harus menghadirkan saksi partai, jangan hanya Panwaslu semata yang bekerja untuk mengawasi kinerga KPU. Jika bisa seluruh saksi partai harus hadir mulai dari TPS-TPS, PPS-PPS, PPK-PPK, hingga KPU semuanya dibiayai negara.Â
Hal itu sebagai konsekwensi dari sitem multi partai yang kita sepakati. Dengan demikian, jika sebuah partai sudah tidak bisa mencapai ambang batas parlemen, maka negara harus tegas untuk memaksanya berfusi dengan partai yang sevisi dan semisi, jangan beri kesempatan berevolusi.Â
Dan elit partai juga harus ikhlas dan tahu diri, bahwa jualan idenya sudah tidak laku dan jangan terus belagu dengan mengemas partai gaya baru. Tentu ini sebuah ide yang mungkin akan menjadikan kita hidup akan lebih bermartabat.
Keempat: buang dan jauhkan quick count menjadi real count. Secara ilmiah sebenarnya quick count yang dilakukan oleh lembaga independen boleh adanya, namun jika meracuni demokrasi dengan opininya, bahwa paslon tertentu menang dan lainnya kalah. Lalu itu dianggap mutlak adanya, maka akan lebih indahnya jika kita tunduk dan menunggu pada real account yang dilakukan oleh KPU.Â