Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Gawai dan Kekerasan: Apakah Pernah Menjalin Kisah Cinta?

29 Mei 2020   19:45 Diperbarui: 29 Mei 2020   19:46 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak Bermain Gawai (Sumber foto: https://www.mediaindonesia.com)

Bahkan di Medan, polisi menemukan "2 bom molotov" dalam sebuah tas yang dibawa oleh seorang siswa yang ikut demo. Beberapa siswa yang tertangkap mengaku "tak takut" meski harus menerima sanksi dari guru-gurunya di sekolah akibat ikut serta berdemonstrasi.

Dalam situasi ini, Dinas Pendidikan dan sekolah akhirnya "menuai kritik" dari berbagai pihak. Apa yang sebenarnya terjadi dengan para siswa tersebut, sehingga kemudian termotivasi dan mau melibatkan diri dalam berbagai aksi demo tersebut.

Menurut Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si, banyaknya pelajar berseragam yang ikut demo, bahkan sampai siswa sekolah dasar ikut berdemo, disebabkan oleh dorongan dalam diri mereka untuk menunjukkan "eksistensi diri". Drajat menyoroti fenomena tersebut sebagai akibat adanya "kelemahan" pada sistem pendidikan di Tanah Air.

Lebih lanjut Drajat berkomentar, seharusnya pihak sekolah adalah pihak yang "paling" bertanggung jawab terhadap "perilaku menyimpang" siswanya yang mengarah kepada tindakan anarkis. Kementerian Pendidikan maupun sekolah tidak cukup hanya menyampaikan larangan dan imbauan, tetapi harus menyediakan pendidikan berdemokrasi sejak dini, sehingga siswa nantinya dapat menyalurkan aspirasi dan sikap politiknya secara damai dan benar.

Menurut hemat saya pribadi, apa yang dikemukakan di atas tidak sepenuhnya benar bila kita perbandingkan fakta dan kenyataan di lapangan.

Mari kita renungkan bersama, seorang mahasiswa per semester maksimal mengambil jadwal kuliah sebanyak 24 SKS untuk Program Sarjana (S-1), dengan total 145 SKS hingga lulus menjadi sarjana. Jika 1 semester sama dengan 6 bulan, maka dalam sebulannya terdapat 4 SKS yang harus diselesaikan. Satu SKS biasanya berdurasi 3 sampai 5 jam pelajaran.

Sedangkan untuk mereka yang duduk di bangku sekolah menengah, per hari siswa masuk rata-rata 7 jam untuk yang bersekolah Senin sampai Sabtu. Untuk yang mengalami full day school, dari Senin sampai Jumat, rata-rata siswa akan bersekolah selama 8 sampai 9 jam per harinya.

Berdasarkan perhitungan di atas, maka seorang mahasiswa maupun siswa akan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berada di luar sekolah atau kampus. Entah itu berada di rumah, bersama teman-temannya, atau di luar rumah.

Kebiasaan Misuh dan Kecanduan Gawai: Salah Siapa?

Menurut saya, peran orang tua "tidak dapat disangkal" memiliki persentase pengaruh terbesar terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak-anaknya; entah yang masih tercatat sebagai pelajar atau pun mahasiswa. Sudah menjadi rahasia umum, bila seorang pelajar atau mahasiswa mempunyai kebiasaan misuh-misuh (memaki dengan bahasa verbal kasar), sudah bisa diduga orang tuanya di rumah pun punya kebiasaan serupa.

Jika si pelajar atau mahasiswa itu "lebih memilih" kekerasan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya, bisa ditebak orang tuanya pun sebagian juga memiliki karakter atau temperamen yang kerap menjadikan kekerasan sebagai "solusi adil" bagi masalah-masalahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun