Â
Fenomena El Nino tahun ini diprediksi akan berdampak mirip dengan El Nino pada 1997/1998. Pada tahun itu, kasus kebakaran hutan serta lahan gambut yang banyak terjadi di Pulau Kalimantan dan Sumatera menjadi perhatian dunia karena kabut asapnya menyebar ke negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.
Â
Kandungan kabut asap saat itu, berdasarkan investigasi Environment Management Center (EMC) menunjukkan angka yang lebih tinggi dari angka maksimum rata-rata harian, yaitu 1.600 mikrogram per meter kubik (µg/m3). Nilai tersebut 6,15 kali lebih tinggi dibandingkan angka standar lingkungan di Indonesia sebesar 260 µg/m3.
Â
Hasil analisis 17 unsur polycyclic aromatic hydrocarbon (PAHs) dalam Particle Matter (PM) menunjukkan bahwa konsentrasi (kepekatan) tiap unsur antara 2,7 – 65,4 kali dibandingkan dengan unsur yang sama di Jakarta. Sementara itu, konsentrasi Benzo(a)pyrene merupakan unsur paling beracun sebesar 12 kali dibandingkan dengan unsur yang sama di Jakarta.
Â
Seperti diketahui, kabut asap dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti gangguan kesehatan. Kemeterian Lingkungan Hidup (KLH) dan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) melaporkan dampak kesehatan akibat kebakaran hutan di delapan provinsi di Indonesia, pada September-November 1997, menyebabkan 527 orang meninggal, 298.125 orang menderita asma, 58.095 orang bronchitis, dan 1.446.120 orang terinfeksi saluran pernapasan akut.
Â
Dampak Ekonomi
Masih menurut KLH dan UNDP, dampak kesehatan tersebut juga menyebabkan peningkatan perawatan pasien rawat jalan dengan jumlah kasus 36.462. Selain itu, peningkatan pasien rawat inap 15.822. Belum lagi, data mereka yang kehilangan hari kerja dengan jumlah kasus 2.446.352.