Setiap regu atau kelompok masyarakat dibekali pengetahuan dan ketrampilan melalui sebuah pelatihan yang rutin diselenggarakan menjelang musim kemarau. Topik pelatihan beragam mulai dari aspek ekologi hutan atau vegetasi, karakteristik api atau kebakaran, manajemen, pengendalian kebakaran, dan teknik pemadaman dengan teknologi sederhana.
“Intinya, masyarakat bisa secara aktif dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan,” tutur Marinus notabene peneliti di BPK Banjarbaru sebagai unit pelaksana teknis (UPT) Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK).
Sistem Wanatani
Pendekatan CBFM, kata Marinus, juga menekankan pemberdayaan ekonomi rakyat. Masyarakat diberikan kesempatan menjadi pelaku utama dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan akses dan kontrol yang leluasa terhadap sumberdaya alam.
Sejauh ini pendekatan yang telah dilakukan adalah menciptakan metode penyiapan lahan baru tanpa bakar yang lebih murah, mudah, dan cepat (efisien). Sebagai contoh, mengembangkan sistem wanatani (agroforestry) bagi masyarakat sebagai salah satu alternatif penggunaan lahan yang berkelanjutan untuk perladangan berpindah.
Sebagai contoh, penerapan sistem wanatani Demplot di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota Palangkaraya. Demplot ini mewakili tipologi lahan gambut
dalam lokasi transmigrasi. Sejak tahun 2004 hingga sekarang, mereka mengembangkan