Demokrat versi Cikeas berpegang pada AD/ ART hasil Kongres V tahun 2020 sebagai dasar legitimasi kepengurusan yang dipegang AHY. Sementara itu Demokrat versi KLB memandang bahwa AD/ ART perubahan itu menabrak UU Parpol No 2 Tahun 2011. Mereka meyakini bahwa acuan legitimasi kepengurusan harus kembali pada AD/ ART tahun 2005.
Meskipun AHY berpeluang mempertahankan kursi ketumnya di pengadilan, tetapi konsentrasi untuk konsolidasi mau tak mau terpecah juga. Pada saat parpol-parpol lain sudah menggagas atau bahkan bergerak lintas partai, Demokrat masih berkutat di dalam untuk menyelesaikan konflik internal.
Tantangan yang dihadapi Demokrat dapat pula bermakna positif sebagai ajang uji kompetensi kepemimpinan AHY. Bertahan pada posisi 7% perolehan suara dalam Pemilu 2024 sudah cukup lumayan. Apalagi jika berhasil membawa Demokrat meningkat lagi, pasti itu merupakan hal yang luar biasa.
Sanggupkah AHY menghadapi Moeldoko yang disindir PDIP sebagai bapak naturalisasi? Realitas politik yang akan menjadi jurinya 2024 nanti.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H