Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

PDIP-Gerindra Geber Mesin Politik, Demokrat Terbelenggu Manuver "Bapak Naturalisasi"

28 Maret 2021   14:45 Diperbarui: 28 Maret 2021   16:02 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo dan Megawati pada stu kesempatan kampanye (jawapos.com).

PDIP dan Gerindra mulai memanaskan mesin politik masing-masing. Keduanya adalah pemenang 1 dan 2 pemilu legislatif 2019. Partai Megawati mendapat suara 19,33%, sedangkan partai Prabowo harus puas dengan perolehan 12,57%.

Ranking ketiga Golkar juga sudah warming-up. Parpol yang berhasil meraup 12,31% pemilih ini menggeliat sejak Ketum Airlangga Hartarto melakukan turling --silaturahmi keliling-- ke sesama ketum parpol yaitu Nasdem, Gerindra, dan PPP.

Ambisi Gerindra menjadi juara

Sekjen Gerindra Ahmad Muzani (cnnindonesia.com, 27/3/2021):

"Saya meyakini Partai Gerindra memenangkan Pemilu 2024 mendatang, dan Jawa Timur menjadi basis kekuatan Partai Gerindra."

Selisih 7% atau sekitar 6,5 juta coblosan tak bikin Gerindra gentar. Ahmad Muzani mengatakan bahwa Gerindra yakin menang Pemilu 2024. Artinya, melahap kesenjangan jumlah konstituen dengan PDIP yang masih begitu besar.

Naiknya moral tempur politisi Gerindra tak lepas dari sederet hasil survei antara lain oleh Parameter Politik Indonesia dan Lingkaran Survel Indonesia.

Menurut jajak pendapat lembaga survei, saat ini nama Ketum Gerindra Prabowo Subianto selalu berhasil memuncaki klasemen bursa capres. Angkanya --19-22%-- cukup jauh di atas Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, atau Ridwan Kamil; apalagi Puan Maharani. Meski survei Indikator Politik menempatkan Prabowo di urutan 5 capres pilihan milenial, tampaknya Gerindra masih percaya diri dengan elektabilitas Prabowo secara keseluruhan.

Posisi politik Prabowo memang diuntungkan dengan status menteri pertahanan yang disandangnya. Pilihan bergabung dengan koalisi lawan tandingnya dalam pilpres, Jokowi, memang mengecewakan sebagian pemilih militan. Akan tetapi Prabowo punya waktu 5 tahun untuk mengobati kekecewaan pendukungnya tersebut. Atau, bisa juga elektabilitas didongkrak lewat akuisisi kantong-kantong pemilih partai yang tak lolos parliamentary threshold 4% dan tebar pesona di kalangan pemilih pemula.

Sebagai anggota koalisi istana, Gerindra juga mendapat kursi menteri kedua yang lain yaitu Menteri Pariwisata yang dipegang Sandiaga Uno. Posisi eksekutif tersebut bermanfaat sebagai kendaraan taktis Gerindra sehingga bisa melenggang mulus di kanal-kanal berita media mainstream.

Ambisi Sekjen Gerindra untuk memenangkan Pemilu 2024 bukan ilusi. Jika Prabowo akhirnya maju pilpres maka elektabilitas Gerindra bisa melonjak naik dan mengalahkan PDIP.

PDIP pertahankan dominasi

Megawati didampingi hasto Kristiyanto saat peresmian kantor DPD/ DPC, 22/7/2020. Pada kesempatan itu Megawati menyinggung soal regenerasi partai (detik.com).
Megawati didampingi hasto Kristiyanto saat peresmian kantor DPD/ DPC, 22/7/2020. Pada kesempatan itu Megawati menyinggung soal regenerasi partai (detik.com).

Meskipun saat ini Gerindra merupakan kawan sebiduknya secara de facto, tetapi PDIP seharusnya waspada. Teman adalah teman tetapi pemilu merupakan soal lain. Ancang-ancang duet Prabowo-Puan memang menjanjikan sebagai alternatif ideal yang mewakili kepentingan Gerindra-PDIP. Namun tikungan-tikungan tajam perlu diantisipasi terutama untuk menghadapi kemungkinan berikut ini.

Pertama, Prabowo maju pilpres tetapi tidak  bersama Puan Maharani. Tidak bersama Puan dalam hal ini berarti pula tidak bersama dengan kader PDIP yang lain seperti Ganjar Pranowo atau Risma. Dengan semakin cairnya keterikatan koalisi jelang pesta demokrasi nanti, tidak mustahil jika Prabowo memilih kandidat wapres di luar PDIP. Dalam Pilpres 2019 Prabowo memilih Sandiaga Uno dan meninggalkan AHY juga figur lain yang disodorkan koalisinya.

Keinginan mewujudkan Prabowo presiden memang kuat dan dengan begitu Gerindra harus membaca dinamika parpol besar di luar dominasi PDIP-Gerindra. Kekuatan mereka berdua memang  mencapai hampir 32%, tetapi itu berarti ada 68% suara yang saat ini dipegang parpol lain. Partai-partai tersebut selain Golkar yaitu Nasdem, PKB, PPP, PKS, Demokrat, dan PAN. Salah baca situasi akan menyebabkan impian Prabowo jadi presiden akan terkubur selamanya.

Yang kedua sebaliknya, PDIP perlu berhitung soal elektabilitas Prabowo sendiri. Saat ini memang Prabowo terfavorit dalam bursa capres. Namun dalam rentang waktu 3 tahun mendatang klasemen bisa berubah. Salah perhitungan dalam menggodok pasangan capres bisa berujung anjloknya keterpilihan.

Perubahan kecenderungan terjadi jika faktor kejenuhan menyebabkan elektabilitas Prabowo perlahan-lahan menurun atau stagnan. Sementara itu pada pihak lain potensi-potensi kompetitor seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, dan Risma, justru meningkat.

Jika elektabilitas kader sendiri melampaui Prabowo maka otomatis PDIP dapat menggunakan skenario Pilpres 2014. Plot duet Prabowo-Puan masuk kotak.

Pada perhelatan pesta demokrasi 2014 terbukti, PDIP rela mengorbankan peluang Megawati maju pilpres setelah elektabilitas Jokowi melesat. 

Mempertimbangkan andai Ganjar atau Risma mengalami kondisi seperti Jokowi pada 2014, maka skenario Prabowo-Puan bisa disisihkan. Puan mungkin tak maju berlaga sekarang. Posisinya bisa ditarik ke dalam sebagai kandidat Ketum PDIP menggantikan Megawati.

Terkait soal regenerasi PDIP ini, tercatat sudah dua kali putri Bung Karno itu membahasnya. Pertama pada 22/7/2020 saat meresmikan kantor DPD/DPC. Kemudian kedua pada 24/3/2021 dalam acara bedah buku "Merawat Pertiwi" yang terselenggara secara daring.

Baca: Megawati Isyaratkan Regenerasi

Ketum PDIP Megawati (cnnindonesia.com, 22/7/2020):

"Kita akan melakukan sebuah regenerasi, dapat dikatakan total pada tahun 2024. ... Oleh sebab itu, betapa perlunya kita mempunyai kantor-kantor partai, yang seperti tadi saya katakan bahwa untuk kita melakukan konsolidasi dan dapat bertemu langsung dengan rakyat yang memerlukan bantuan."

Seandainya regenerasi total yang dimaksud Mega mencakup suksesi kepemimpinan tertinggi di tubuh PDIP juga, maka menurut pakem dinasti politik peluang tersebut akan jatuh pada cucu-cucu Soekarno sendiri.

Pengamat politik Ahmad Khoirul Umam mengatakan saat ini terdapat 3 sosok potensial pewaris kursi Mega. Mereka yaitu Puan Maharani, Prananda Prabowo, dan Jokowi. Dua kandidat pertama berasal dari trah Soekarno sendiri yang tak lain adalah putra-putri Mega. Sementara itu Jokowi yang bukan darah biru Soekarno berpeluang melanjutkan kepemimpinan berdasarkan pengalaman politik sebagai presiden dua periode.

Ahmad Khoirul Umam, Universitas Paramadina (cnnindonesia.com, 23/7/2020):

"Mega punya saham politik besar, bahkan mayoritas dan dominan. Soft landing ditentukan dari exercise otoritas kekuasaan Mega, kalau dia persiapkan nama yang firm lalu disosialisasikan, bisa menetralisir potensi riak yang muncul baik di internal keluarga atau luar itu."

Gerindra berhasrat merebut juara 1 pemilu, begitu juga dengan parpol lain yang ingin memperbaiki nasib atau berjuang meloloskan diri dari zona degradasi. Jika partai banteng terlambat panas bukan tak mungkin dominasinya sebagai peraih suara terbanyak akan tergeser.

Demokrat masih berat

Poster deklarasi duet Puan-Moeldoko tanggal 29/3/2021 yang beredar di media (cnnindonesia.com).
Poster deklarasi duet Puan-Moeldoko tanggal 29/3/2021 yang beredar di media (cnnindonesia.com).

Debut Demokrat dalam Pemilu 2004 cukup meyakinkan dengan mendapat suara sebanyak  7,45%. Elektabilitasnya melesat naik dalam lima tahun berikutnya, nyaris 200%.  Dalam Pemilu 2009 Demokrat berhasil meremukkan kedigdayaan Golkar dan PDIP. Saat itu partai SBY mendapatkan 20,85% suara sedangkan Golkar hanya 14,45% (turun 7,13%) dan PDIP 14,03% (turun 4,5%).

Sekarang Demokrat kembali pada posisi 7% dalam pemilu terakhir. Posisi ini sangat riskan karena sebagai oposan peluang untuk meningkatkan elektabilitas semakin sulit.

Sudah sulit tertimpa tangga pula. Parpol di bawah komando putra SBY ini sedang menghadapi gejolak dinamika internal. Kepemimpinan Ketum AHY digugat sejumlah kader senior yang merasa tidak puas sejak kongres ke-5 tahun 2020.

Ketidakpuasan kemudian terwujud lewat penyelenggaraan kongres tandingan di Deli Serdang. KLB atau Kongres Luar Biasa yang digagas antara lain oleh Jhoni Allen Marbun dan Max Sopacua itu berhasil memilih ketua umum baru yaitu Jenderal (Purn.) Moeldoko.

Masalahnya adalah Moeldoko bukanlah kader Demokrat asli. Pejabat KSP tersebut hanya menerima pinangan untuk menduduki kursi yang nyaris tersedia begitu saja. Demokrat kubu KLB memang perlu sosok pemersatu sekaligus leader dan pilihan jatuh pada Moeldoko.

Karena manuver Moeldoko merugikan posisi Jokowi, tak ayal PDIP meradang juga. Partai utama pendukung koalisi istana ini menganggap staf Jokowi tersebut ibarat pemain naturalisasi dalam dunia sepakbola. Amarah kian menggebu-gebu ketika poster duet Puan-Moeldoko sempat beredar di Surabaya.

Efendi Simbolon (cnnindonesia.com, 27/3/2021):

"Pastinya bercanda itu [poster Puan-Moeldoko], karena saya termasuk yang mendukung Puan untuk maju, tapi bukan sama Pak Naturalisasi. Nanti ada saatnya, ada waktunya, tapi nanti."

Dinamika internal tersebut yang saat ini sedang membebani Demokrat. Masing-masing pihak akhirnya mengajukan sengketa ke meja hijau untuk mendapatkan legitimasi keabsahan pengurus secara hukum.

Demokrat versi Cikeas berpegang pada AD/ ART hasil Kongres V tahun 2020 sebagai dasar legitimasi kepengurusan yang dipegang AHY. Sementara itu Demokrat versi KLB memandang bahwa AD/ ART perubahan itu menabrak UU Parpol No 2 Tahun 2011. Mereka meyakini bahwa acuan legitimasi kepengurusan harus kembali pada AD/ ART tahun 2005.

Meskipun AHY berpeluang mempertahankan kursi ketumnya di pengadilan, tetapi konsentrasi untuk konsolidasi mau tak mau terpecah juga. Pada saat parpol-parpol lain sudah menggagas atau bahkan bergerak lintas partai, Demokrat masih berkutat di dalam untuk menyelesaikan konflik internal.

Tantangan yang dihadapi Demokrat dapat pula bermakna positif sebagai ajang uji kompetensi kepemimpinan AHY. Bertahan pada posisi 7% perolehan suara dalam Pemilu 2024 sudah cukup lumayan. Apalagi jika berhasil membawa Demokrat meningkat lagi, pasti itu merupakan hal yang luar biasa.

Sanggupkah AHY menghadapi Moeldoko yang disindir PDIP sebagai bapak naturalisasi? Realitas politik yang akan menjadi jurinya 2024 nanti.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun