Mohon tunggu...
Agung Parningotan
Agung Parningotan Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110020 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 10 - Pemeriksaan Pajak - Model Pemeriksaan Penagihan Pajak Trans Substansi Peme

19 November 2024   20:52 Diperbarui: 19 November 2024   21:49 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modul Kuis 10_ Model Pemeriksaan Penagihan Pajak  Trans substansi Pemikiran Aristotle_dok. Prof. Apollo

Pemeriksaan penagihan pajak merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan bahwa wajib pajak memenuhi kewajibannya secara benar, jujur, dan sesuai dengan ketentuan. Namun, pendekatan tradisional sering kali gagal dalam mendeteksi celah yang lebih kompleks, seperti rekayasa laporan keuangan atau penghindaran pajak.

Pemikiran Aristoteles memberikan pendekatan filosofis berbasis substansi (ousia) dan aksiden (sumbebekos), yang dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi elemen-elemen yang relevan dalam pemeriksaan pajak. Konsep substansi mengacu pada inti dari sesuatu (misalnya, apakah suatu transaksi benar-benar terjadi), sedangkan aksiden mengacu pada karakteristik yang melekat pada substansi tersebut, seperti waktu, tempat, dan relasi.

Relevansi Pemikiran Aristoteles dalam Audit Pajak

Pemikiran Aristoteles mendefinisikan bahwa semua fenomena dapat dikategorikan dalam dua konsep utama: substansi (ousia) dan aksiden (sumbebekos). Substansi adalah inti atau esensi dari sesuatu, misalnya, transaksi yang benar-benar terjadi dalam aktivitas bisnis. Sementara itu, aksiden adalah atribut atau karakteristik yang melekat pada substansi, yang digolongkan ke dalam 9 kategori. Kategori-kategori ini memberikan kerangka sistematis untuk memahami dan menganalisis data, khususnya dalam audit pajak.

ss2-673c938634777c505746bb14.png
ss2-673c938634777c505746bb14.png
Modul Kuis 10_ Model Pemeriksaan Penagihan Pajak  Trans substansi Pemikiran Aristotle_dok. Prof. Apollo

Berikut penjelasan 9 kategori dan relevansinya dalam konteks audit pajak:

1. Kuantitas (Quantity)

Kuantitas mengacu pada ukuran atau jumlah dari elemen tertentu dalam laporan pajak. Dalam audit pajak, kategori ini penting untuk mengevaluasi volume transaksi atau penghasilan yang dilaporkan.

  • Contoh: Jika wajib pajak melaporkan penghasilan bruto sebesar Rp1 miliar, pemeriksa harus memverifikasi apakah angka ini sesuai dengan bukti pendukung seperti faktur penjualan atau laporan bank.
  • Penerapan: Pemeriksa sering menggunakan analisis tren kuantitatif untuk membandingkan penghasilan yang dilaporkan tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Ketidaksesuaian dalam jumlah dapat menjadi indikasi manipulasi data.

2. Kualitas (Quality)

Kualitas berkaitan dengan karakteristik atau keandalan suatu elemen. Dalam konteks audit pajak, hal ini menyangkut integritas bukti yang diajukan oleh wajib pajak, seperti keabsahan dokumen pendukung transaksi.

  • Contoh: Faktur pajak harus mencantumkan nomor seri yang valid dan sesuai dengan peraturan perpajakan. Jika dokumen tidak lengkap atau palsu, kualitas laporan tersebut diragukan.
  • Penerapan: Auditor menggunakan uji kualitas untuk memastikan keabsahan dokumen yang diajukan, seperti memeriksa sertifikasi pihak ketiga atau mencocokkan data dengan catatan dari instansi lain.

3. Relasi (Relation)

Relasi mengacu pada hubungan antar elemen, yang sering kali menjadi sumber manipulasi dalam penghindaran pajak. Misalnya, perusahaan yang berafiliasi dapat memanipulasi harga transfer untuk meminimalkan pajak.

  • Contoh: Perusahaan induk menetapkan harga jual kepada anak perusahaan di bawah harga pasar untuk mengurangi laba kena pajak.
  • Penerapan: Pemeriksa menggunakan analisis relasi untuk menilai apakah transaksi antar perusahaan afiliasi dilakukan berdasarkan prinsip kewajaran (arm's length principle).

4. Tempat (Place)

Tempat mengacu pada lokasi di mana kegiatan ekonomi terjadi. Dalam audit pajak, penting untuk memastikan bahwa lokasi transaksi yang dilaporkan sesuai dengan fakta.

  • Contoh: Perusahaan yang berdomisili di daerah dengan tarif pajak lebih rendah, tetapi melakukan aktivitas bisnis utama di tempat lain, mungkin mencoba menghindari pajak daerah yang lebih tinggi.
  • Penerapan: Pemeriksa memverifikasi tempat melalui data registrasi, laporan aktivitas bisnis, atau inspeksi lapangan.

5. Waktu (Time)

Waktu berkaitan dengan periode pelaporan pajak. Hal ini penting untuk memastikan bahwa transaksi dicatat pada periode yang tepat.

  • Contoh: Penjualan barang pada Desember 2023, tetapi dilaporkan pada tahun pajak 2024 untuk menghindari pajak pada tahun pertama.
  • Penerapan: Pemeriksa membandingkan tanggal pada faktur dengan catatan pembukuan atau pengiriman barang untuk memastikan konsistensi pelaporan.

6. Posisi (Position/Posture)

Posisi mengacu pada peran yang dimainkan wajib pajak dalam transaksi tertentu, misalnya sebagai pemilik, penyewa, atau penerima jasa.

  • Contoh: Dalam suatu perusahaan keluarga, pemilik bisa saja tidak tercatat secara formal tetapi tetap menerima penghasilan dari perusahaan.
  • Penerapan: Pemeriksa menggunakan analisis posisi untuk mengidentifikasi peran wajib pajak berdasarkan dokumen kepemilikan atau kontrak kerja.

7. Kepemilikan (Possession)

Kepemilikan berkaitan dengan hak atau penguasaan atas aset tertentu. Pemeriksaan ini memastikan bahwa aset yang dilaporkan memang benar-benar dimiliki oleh wajib pajak.

  • Contoh: Kendaraan mewah yang tidak tercatat dalam laporan SPT wajib pajak, tetapi ditemukan dalam pengawasan lapangan.
  • Penerapan: Pemeriksa mencocokkan data dari lembaga lain seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau registrasi kendaraan.

8. Aksi (Action)

Aksi mengacu pada aktivitas yang dilakukan wajib pajak, seperti menjual barang, menyewakan properti, atau memberikan jasa.

  • Contoh: Penjualan barang yang tidak tercatat dalam laporan pajak dapat mengindikasikan penghindaran pajak.
  • Penerapan: Pemeriksa memeriksa aktivitas wajib pajak melalui analisis aliran kas, laporan bank, dan rekam jejak transaksi.

9. Pasif (Passivity)

Pasif mencakup keadaan di mana wajib pajak menjadi objek tindakan, seperti penerimaan audit atau sanksi.

  • Contoh: Jika wajib pajak menerima audit dan terbukti melakukan pelanggaran, respons mereka dapat mencerminkan niat untuk menyelesaikan kewajiban atau justru menghindari sanksi.
  • Penerapan: Pemeriksa menganalisis respons wajib pajak terhadap temuan audit, termasuk dokumen tambahan yang diajukan sebagai bentuk klarifikasi.

ss3-673c93e134777c566c5896d2.png
ss3-673c93e134777c566c5896d2.png
Modul Kuis 10_ Model Pemeriksaan Penagihan Pajak  Trans substansi Pemikiran Aristotle_dok. Prof. Apollo

Penerapan Model Audit Perpajakan Berdasarkan Kerangka Aristotle

Dalam konteks pemeriksaan perpajakan, kerangka Aristoteles yang mencakup substansi (ousia) dan aksiden (sumbebekos) menawarkan pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi transaksi wajib pajak. Proses ini dapat dipecah menjadi tiga langkah utama:

Langkah 1: Mengidentifikasi Substansi Transaksi

Langkah awal dalam audit pajak adalah memahami substansi dari transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak. Substansi merujuk pada inti atau esensi dari transaksi tersebut, yang dapat berupa penghasilan, pengeluaran, atau kegiatan bisnis yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).

  • Tujuan Identifikasi Substansi:
    Pemeriksa pajak harus menentukan apakah transaksi yang dilaporkan benar-benar terjadi dan sesuai dengan sifat kegiatan usaha wajib pajak. Misalnya, apakah penghasilan yang dilaporkan berasal dari sumber yang sah dan mencerminkan kondisi sebenarnya dari aktivitas bisnis.

  • Proses Identifikasi:
    Pemeriksa akan meninjau dokumen-dokumen seperti faktur pajak, laporan keuangan, dan bukti transaksi lainnya untuk menentukan substansi transaksi. Selain itu, wawancara dengan pihak-pihak terkait juga dapat dilakukan untuk menggali informasi lebih lanjut.

Langkah 2: Menganalisis Aksiden

Setelah substansi transaksi teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menganalisis aksiden, yaitu karakteristik atau atribut yang melekat pada transaksi tersebut. Analisis ini menggunakan 9 kategori Aristoteles sebagai alat untuk mengevaluasi aspek-aspek penting dari transaksi.

  • Komponen Utama yang Dianalisis:

    1. Waktu (Time):
      Apakah transaksi dicatat pada periode pelaporan yang benar? Pemeriksa memeriksa tanggal transaksi pada dokumen pendukung untuk memastikan akurasi pelaporan.

    2. Relasi (Relation):
      Apakah ada hubungan antar-entitas yang mencurigakan? Pemeriksa mengidentifikasi transaksi dengan pihak afiliasi yang mungkin digunakan untuk memanipulasi harga transfer atau alokasi biaya.

    3. Kuantitas (Quantity):
      Apakah jumlah yang dilaporkan masuk akal? Pemeriksa memeriksa volume transaksi untuk memastikan bahwa jumlah pajak yang dihitung mencerminkan realitas ekonomi.

  • Proses Analisis:
    Pemeriksa melakukan uji silang data dengan memanfaatkan catatan pihak ketiga, seperti laporan bank atau data dari vendor. Selain itu, analisis tren dan perbandingan dengan perusahaan lain di sektor yang sama juga digunakan untuk mengevaluasi kewajaran laporan pajak.

Langkah 3: Menggunakan Teknologi untuk Verifikasi

Langkah terakhir adalah memanfaatkan teknologi untuk memverifikasi data yang dilaporkan wajib pajak. Teknologi modern memungkinkan pemeriksa pajak untuk mengolah dan menganalisis data dalam skala besar secara lebih efisien dan akurat.

  • Peran Teknologi:
    Teknologi seperti data analytics, pembelajaran mesin (machine learning), dan pemrosesan data besar (big data processing) digunakan untuk:

    • Mencocokkan data internal wajib pajak dengan informasi eksternal, seperti catatan perbankan atau data dari otoritas lainnya.
    • Mengidentifikasi pola-pola transaksi yang mencurigakan, seperti pengiriman uang yang tidak sesuai dengan profil wajib pajak.
    • Membandingkan laporan wajib pajak dengan data wajib pajak lain di industri serupa untuk mendeteksi anomali.
  • Keuntungan Teknologi:
    Teknologi membantu pemeriksa untuk menghemat waktu dalam menyisir ribuan dokumen sekaligus meningkatkan keakuratan hasil analisis. Selain itu, teknologi memungkinkan deteksi dini terhadap potensi penggelapan pajak sebelum masalah menjadi lebih besar.

Dengan mengintegrasikan pemikiran Aristoteles dalam tiga langkah ini, pemeriksa pajak dapat memastikan bahwa analisis yang dilakukan tidak hanya mendalam tetapi juga terstruktur. Pendekatan ini memberikan kerangka yang jelas untuk mengidentifikasi pelanggaran dan memastikan transparansi dalam proses pemeriksaan pajak. Penggunaan teknologi sebagai pendukung semakin memperkuat efektivitas pemeriksaan, menjadikannya lebih adaptif terhadap tantangan penggelapan pajak di era digital. 

Contoh kasus dalam pemeriksaan penagihan pajak

Kasus PT PR: Penggelapan Pajak Rp292 Miliar

Pada tahun 2022, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara mengungkap sebuah kasus besar yang melibatkan PT PR, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan alat komunikasi. Kasus ini menarik perhatian karena kerugian yang ditimbulkan pada negara mencapai Rp292 miliar akibat penggelapan pajak. Penyebab utama dari kasus ini adalah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak lengkap pada tahun 2015.

Pola Kejahatan Pajak yang Dilakukan

DJP menemukan bahwa perusahaan menggunakan teknologi canggih untuk menyembunyikan informasi keuangan yang seharusnya dilaporkan. Salah satu teknik yang digunakan adalah manipulasi data elektronik untuk memalsukan transaksi atau meniadakan bukti yang dapat menelusuri aliran dana sebenarnya. Tindakan ini membuat pemeriksa pajak kesulitan melacak sumber pendapatan riil yang diterima oleh perusahaan.

Pendekatan Pemeriksaan

Dalam menyelesaikan kasus ini, DJP menerapkan dua kategori pemikiran Aristoteles:

  1. Waktu (Time):
    Pemeriksa memastikan bahwa periode pelaporan sesuai dengan transaksi sebenarnya. Transaksi yang seharusnya dilaporkan pada tahun 2015 ditemukan telah dihapus atau dipindahkan ke tahun lain untuk menghindari kewajiban pajak. Pendekatan ini melibatkan analisis mendalam terhadap tanggal transaksi yang tertera pada dokumen perusahaan.

  2. Relasi (Relation):
    Relasi antar entitas yang terlibat dalam transaksi juga dianalisis. Pemeriksa menemukan bahwa perusahaan memiliki hubungan dengan pihak ketiga yang memfasilitasi penggelapan pajak melalui pengadaan barang fiktif dan harga transfer yang tidak wajar. Relasi ini diperkuat dengan bukti transaksi antara PT PR dan mitra bisnisnya yang tidak dilaporkan sesuai kenyataan.

Hasil Pemeriksaan

Setelah pengumpulan bukti dan konfirmasi dari data pihak ketiga, DJP berhasil menetapkan direktur dan komisaris PT PR sebagai tersangka. Kasus ini menjadi contoh penting tentang bagaimana pengawasan teknologi dan pendekatan kategoris dapat membantu dalam mengungkap penggelapan pajak yang kompleks.

Kasus Dermawati Turnip: Kerugian Rp6,63 Miliar

Pada kasus ini, terdakwa Dermawati Turnip didakwa karena gagal melaporkan pajaknya dengan benar sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 (yang telah diubah menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan 2021). Kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya mencapai Rp6,63 miliar

Rincian Kejahatan Pajak

Terdakwa diketahui tidak mencatat atau melaporkan penghasilan tertentu dalam SPT. Selain itu, beberapa dokumen yang diajukan sebagai bukti transaksi tidak sesuai dengan realitas yang ditemukan oleh pemeriksa pajak. Hal ini menimbulkan ketidaksesuaian antara data laporan dengan fakta di lapangan.

Pendekatan Pemeriksaan

Untuk mengungkap kasus ini, DJP menggunakan analisis berdasarkan dua kategori Aristoteles:

  1. Kualitas (Quality):
    Pemeriksa pajak fokus pada karakteristik dokumen yang diajukan sebagai bukti. Mereka menemukan bahwa beberapa faktur pajak yang dilampirkan tidak memenuhi standar administrasi dan validitas hukum. Faktur ini juga tidak mencantumkan data penting, seperti nomor seri yang terdaftar secara resmi.

  2. Aksi (Action):
    Aktivitas bisnis terdakwa diperiksa dengan membandingkan aliran kas yang masuk ke rekening banknya dengan laporan pajak yang dilaporkan. Pemeriksa menemukan bahwa ada pendapatan yang secara sengaja tidak dimasukkan dalam laporan SPT untuk mengurangi kewajiban pajak.

Hasil Pemeriksaan

Setelah bukti-bukti ini dikumpulkan, pengadilan memutuskan bahwa terdakwa melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi wajib pajak untuk tidak memalsukan laporan pajak atau mengabaikan kewajiban perpajakan mereka.

Kesimpulan dari Dua Kasus tersebut

Kedua kasus ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan berbasis kategori pemikiran Aristoteles dapat membantu pemeriksa pajak dalam mengungkap berbagai pelanggaran, baik yang sederhana maupun yang melibatkan teknologi canggih. Analisis waktu, relasi, kualitas, dan aksi memberikan kerangka yang sistematis untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian dalam laporan pajak. Dengan pendekatan ini, DJP mampu meningkatkan transparansi dan menegakkan kepatuhan perpajakan secara lebih efektif.

Referensi:

Aristotle, Metaphysics - Pemikiran tentang substansi dan sembilan kategori utama.

Modul Kuis 10. Model Pemeriksaan Penagihan Pajak Trans Substansi Pemikiran Aristotle. dok. Prof. Apollo

PAJAK.COM. Rugikan Negara Rp6,63 Miliar, Terdakwa Kasus Pajak Divonis Penjara. Diakses dari: www.pajak.com

DDTCNews. DJP Ungkap Kasus Penggelapan Pajak Rp292 Miliar. Diakses dari: news.ddtc.co.id

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun