Kisah-kisah ini bukanlah dongeng, melainkan realitas pahit yang dialami oleh para guru ngaji dan pendidik agama di negeri ini. Sosok-sosok yang sejatinya membawa lentera peradaban justru sering terpinggirkan, dihargai seadanya, bahkan diabaikan.
Bagaimana mungkin ilmu yang semestinya menjadi warisan paling berharga dihargai dengan ketidakadilan? Akankah kita tetap diam saat pilar-pilar pengetahuan dan moralitas dibiarkan rapuh oleh perlakuan kita sendiri?
Pelajaran dari Kejayaan Islam
Mari kembali ke masa keemasan Islam di bawah kekhalifahan Abbasiyah. Peradaban yang saat itu memimpin dunia tak lepas dari penghormatan besar terhadap para ulama dan guru ngaji. Dalam kitab an-Nafaqt wa Idratuh f ad-Daulah al-'Abbsiyyah karya Dr. Dhaifullah az-Zahrniy, tercatat bahwa pengajar di masa itu mendapat gaji sebesar 1000 dinar per tahun (setara 3,9 miliar rupiah per tahun atau sekitar 325 juta rupiah per bulan).
Guru ngaji yang lebih mendalami ilmu Al-Qur'an menerima hingga 2000 dinar per tahun (sekitar 650 juta rupiah per bulan). Bahkan ulama ahli, yang menguasai banyak cabang ilmu agama, bisa mendapatkan 4000 dinar per tahun (setara 1,3 miliar rupiah per bulan). Khalifah Harun ar-Rasyid pun pernah memberikan dana khusus sebesar 3000 dinar kepada Imam Malik untuk membeli rumah.
Penghargaan finansial ini tidak hanya mencukupi kebutuhan mereka, tetapi juga mencerminkan penghormatan yang mendalam kepada ilmu dan dakwah.
Mengapa Penghargaan Itu Penting?
Kesejahteraan guru ngaji dan ulama adalah fondasi bagi kemajuan ilmu dan peradaban. Ketika mereka diberi penghargaan yang layak, mereka dapat fokus mendidik generasi umat tanpa terganggu oleh tekanan ekonomi. Dengan demikian, mereka mampu melahirkan individu-individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam keimanan.
Bahkan, kesejahteraan ini menjadi pilar penting dalam membangun keikhlasan. Ikhlas bukan berarti mengabaikan hak-hak materiil. Sebaliknya, kesejahteraan adalah alat agar mereka bisa mengabdi sepenuhnya kepada dakwah tanpa beban duniawi yang berat.
Pentingnya Kolaborasi: Tanggung Jawab Bersama untuk Memuliakan Guru Ngaji
Jika kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu sepenuhnya memenuhi kewajiban untuk memuliakan para guru ngaji, maka tanggung jawab tersebut harus diemban bersama oleh seluruh elemen masyarakat. Sinergi ini bukan hanya diperlukan, tetapi menjadi kunci utama untuk memastikan keberlangsungan dakwah Islam yang berkesinambungan. Berikut adalah langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan: