Permintaan THR oleh pejabat negara di Indonesia adalah hal yang umum terjadi. Meskipun status sosial dan ekonomi mereka mapan, mereka masih meminta THR setiap tahun. Namun, permintaan THR oleh pejabat negara seringkali terjadi karena praktik korupsi yang merajalela di Indonesia.Â
Para pejabat negara yang meminta THR memanfaatkan posisi mereka untuk meminta uang atau barang sebagai imbalan atas kebijakan atau jasa yang mereka berikan. Selain itu, mereka juga bisa meminta THR karena adanya hubungan dekat dengan pengusaha atau masyarakat.
Ada banyak alasan mengapa pejabat negara atau anggota dewan meminta THR dari pengusaha, masyarakat, atau pimpinan BUMN. Namun, perlu diingat bahwa permintaan tersebut tidak dibenarkan dan bisa merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah melarang ASN dan anggota dewan untuk meminta dana atau bingkisan Lebaran kepada siapapun menjelang Hari Raya.
Dampak negatif dari permintaan THR oleh pejabat negara adalah meningkatkan citra negatif mereka dan menciptakan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya. Praktik korupsi yang merajalela juga merusak tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih karena permintaan THR dapat mempengaruhi kebijakan atau jasa yang diberikan oleh pejabat negara atau anggota dewan.Â
Oleh karena itu, pejabat negara dan anggota dewan harus menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas mereka serta tidak melakukan permintaan THR yang merugikan negara dan masyarakat.
Menghindari Korupsi dan Tindakan Tidak Etis dalam Kekuasaan melalui Manajemen Risiko Kepatutan
Penting untuk menjaga kepatutan dalam kekuasaan untuk mencegah terjadinya korupsi, flexing, dan permintaan THR oleh pejabat negara dan keluarga mereka. Manajemen risiko kepatutan adalah cara untuk mengurangi risiko pelanggaran kepatutan dalam kekuasaan.
Cara pertama adalah dengan menjaga kepatutan sebagai bentuk pengelolaan risiko. Cara kedua adalah dengan melakukan analisis risiko terus-menerus terkait kepatutan, mencakup identifikasi risiko dan dampaknya, serta upaya pencegahan dan penanganannya.Â
Cara ketiga adalah dengan mengambil pendekatan kepatutan yang melibatkan pemahaman dan penghormatan terhadap nilai-nilai etika dan moral.
Manajemen risiko kepatutan dapat dilakukan dengan mengembangkan kebijakan dan prosedur yang jelas dan transparan, memperkuat pengawasan dan akuntabilitas, serta meningkatkan kesadaran dan pelatihan terkait kepatutan bagi pejabat negara dan masyarakat.Â
Dengan demikian, manajemen risiko kepatutan dapat membantu mencegah pelanggaran kepatutan dan memperkuat integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.