Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengatasi Tantangan Risiko Bisnis Depo Pertamina: Memahami Penyebab yang Berulang

4 Maret 2023   22:59 Diperbarui: 6 Maret 2023   18:29 1900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebakaran terjadi di sejumlah terminal BBM Pertamina dan terus berulang. Teranyar di Depo Pertamina Plumpang pada Jumat malam, 3 Maret 2023. 

Depo Pertamina Plumpang di Jakarta terbakar, dan penyebab kebakaran saat ini sedang diselidiki oleh kepolisian. Kebakaran tersebut menyebabkan kerusakan yang signifikan pada rumah-rumah di sekitarnya dan mengakibatkan banyak korban jiwa.

Besaran kerugian akibat kebakaran di Depo Pertamina Plumpang masih dalam penyelidikan, dan belum jelas berapa kerugian finansial yang ditimbulkan. Namun Pertamina telah menyatakan akan menanggung kerugian akibat kebakaran.

Kejadian ini menambah daftar panjang kebakaran di kilang minyak pertamina. Tercatat pernah terjadi di Cilacap (1995, 2008, 2009, 2011, 2016, 2021, Cepu (2020), Balongan (2021, 2022) Balikpapan (2022), dan Plumpang (2009, 2023).

Berulangnya kebakaran di sejumlah terminal BBM Pertamina menunjukkan adanya risiko bisnis yang signifikan yang perlu dikelola dengan baik oleh manajemen Pertamina. Hal ini menimbulkan dampak negatif baik dari sisi finansial maupun non-finansial. Seperti kerusakan pada aset, penghentian produksi, dan bahkan korban jiwa.

Dampak Insiden: Mencerminkan Tingkat Kompetensi Manajemen Risiko Bisnis

Akibat insiden tersebut, sebanyak 17 orang meninggal dunia dan 50 orang mengalami luka dengan intensitas sedang hingga berat. Pengungsi korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang mencapai 1.369 jiwa & terserbar di 10 titik lokasi.

Dalam mengelola risiko bisnis, manajemen Pertamina perlu melakukan evaluasi menyeluruh. Yaitu terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terulangnya kebakaran di beberapa lokasi, termasuk di Depo Pertamina Plumpang. 

Selain itu, Pertamina juga harus memastikan bagaimana sistem manajemen risiko bisnisnya telah dijalankan selama ini. Apakah telah diimplementasikan dengan baik dan efektif dalam mengurangi risiko terjadinya kebakaran di masa depan?

Pertamina harus mampu meminimalisir kerugian finansial dan non-finansial yang ditimbulkan dari kebakaran. Termasuk dengan menyiapkan dana cadangan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan. 

Manajemen Pertamina juga harus memastikan adanya mekanisme pengendalian dan pemantauan risiko yang berkesinambungan, serta menjamin kepatuhan terhadap standar keselamatan kerja dan lingkungan yang berlaku.

Daftar kejadian kebakaran di sejumlah lokasi Pertamina, seperti Cilacap, Cepu, Balongan, Balikpapan, dan Plumpang, menunjukkan pentingnya manajemen risiko bisnis yang baik dan efektif dalam mengelola risiko kebakaran di sektor migas. 

Oleh karena itu, Pertamina harus terus melakukan evaluasi dan perbaikan dalam sistem manajemen risiko bisnisnya untuk mengurangi risiko terjadinya kejadian serupa di masa depan. Karena dampak yang terjadi, bisa jadi menunjukkan tingkat kompetensi dalam memahami dan mentaati manajemen risiko bisnis.

Penyebab Terjadinya Kebakaran Di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara

Depo Pertamina Plumpang di Jakarta Utara yang mengalami kebakaran ini, dapat mengakibatkan kerugian material dan non-material yang signifikan. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memimpin investigasi awal menyatakan bahwa gangguan teknis menjadi penyebab awal terjadinya kebakaran tersebut.

Berdasarkan hasil tinjauan dan laporan awal, diketahui bahwa peristiwa kebakaran terjadi saat lokasi sedang melakukan pengisian bahan bakar jenis Pertamax yang dikirim dari Balongan. Namun, kemudian terjadi suatu gangguan teknis yang menyebabkan tekanan berlebih dan pada akhirnya terjadi kebakaran.

Dalam konteks manajemen risiko bisnis, kejadian ini merupakan contoh nyata dari risiko operasional yang harus dihadapi oleh Pertamina. Risiko operasional merujuk pada kemungkinan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kegagalan internal pada sistem, proses, atau orang dalam organisasi.

Dalam hal ini, gangguan teknis yang terjadi saat pengisian bahan bakar di Depo Pertamina Plumpang dapat dianggap atau patut diduga sebagai kegagalan internal pada sistem yang dapat menimbulkan risiko kebakaran. 

Sebagai upaya untuk mengelola risiko operasional, Pertamina dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan. Seperti meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap sistem pengisian bahan bakar. Juga meningkatkan kualitas peralatan dan mesin yang digunakan. Termasuk didalamnya memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan yang telah ditetapkan. 

Dengan mengadopsi pendekatan manajemen risiko yang efektif, Pertamina dapat mengurangi kemungkinan terjadinya risiko operasional dan meminimalkan dampak yang ditimbulkan jika risiko tersebut terjadi.

Manajemen Risiko Bisnis Pertamina Terkesan Lemah

Dengan banyak dan seringnya kejadian kebakaran depo pertamina, terkesan manajemen risiko bisnis Pertamina terkesan lemah. Salah seorang warga, Andri, 38 tahun mengatakan rencana buffer zone misalnya, itu pernah disampaikan kepada warga pada 2007. Namun kemudian, warga tidak tahu lagi kelanjutan rencana pembuatan buffer zone itu (Tempo, Sabtu, 4 Maret 2023)

Jadi, sudah saatnya Pertamina lebih concern lagi memperhatikan manajemen risiko bisnis lebih ketat lagi. Mulai dari proses identifikasi, evaluasi, hingga mitigasi risiko-risiko yang mungkin terjadi pada suatu organisasi, bisnis dan operasionalnya. Tidak melulu berfokus pada risiko keuangan saja, namun juga mencakup risiko operasional, risiko reputasi, dan resiko strategisnya.

Majajemen risiko bisnis sendiri tak hanya sebatas identifikasi potensi risiko melalui analisis SWOT, brainstorming, atau audit risiko. Namun juga pada evaluasi risiko & mitigasi risikonya. 

Seperti pada pengembangan dan implementasi rencana untuk mengurangi atau menghilangkan risiko, melalui pengendalian risiko, asuransi, atau strategi lainnya. 

Termasuk kemudian monitoring dan evaluasi, serta komunikasi dan pelaporannya. Melalui langkah-langkah tersebut, pertamina dapat mengelola risiko dengan lebih baik dan meminimalkan dampaknya terhadap kinerja dan reputasi perusahaan.

Pencegahan: Gunakan Konsultan Ahli dan Taati Regulasi

Untuk mencegah terjadinya kebakaran di Depo Pertamina Plumpang, perlu dilakukan manajemen risiko yang tepat. Salah satu cara adalah dengan melakukan safety audit secara rutin untuk mengevaluasi dan memperbaiki kondisi keselamatan di lokasi tersebut. Selain itu, bisa dipertimbangkan untuk memindahkan depo ke lokasi yang lebih aman seperti pelabuhan.

Seluruh karyawan juga harus mendapatkan pelatihan tentang prosedur keselamatan kebakaran sehingga mereka dapat mengambil tindakan yang tepat dalam situasi darurat. 

Selain itu, perlu memastikan bahwa jarak standar buffer zone antara depo bahan bakar minyak dengan area penduduk memenuhi peraturan dan regulasi yang berlaku.

Di Indonesia, Peraturan Menteri ESDM No. 39 Tahun 2018 tentang Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) menetapkan jarak minimal antara SPBU dengan bangunan atau permukiman sebesar 50 meter. 

Untuk depo penyimpanana BBM, tentu saja jarak amannya bisa lebih jauh lagi, dan harus berdasarkan perhitungan konsultan ahli yang berkompeten. Namun, di beberapa kota besar seperti Jakarta, jarak minimal bisa mencapai 100 meter atau lebih tergantung pada regulasi setempat.

Di Amerika Serikat, jarak minimum antara depo bahan bakar dan permukiman berkisar antara 30 hingga 300 meter tergantung pada regulasi setempat dan jenis zonasi wilayah. 

Meskipun jarak minimum telah diatur oleh peraturan dan regulasi, faktor-faktor seperti kondisi lingkungan, topografi, dan tipe bangunan dapat mempengaruhi jarak yang aman. Oleh karena itu, peraturan setempat harus selalu diperhatikan dalam menentukan jarak yang aman antara depo bahan bakar minyak dengan area penduduk.

Jarak ideal antara pemukiman dengan depo haruslah dapat mencegah dampak dan kerugian yang tidak perlu, seperti terpapar risiko radiasi saat terjadi kebakaran. Jika diperlukan, perlu dilakukan penertiban pemukiman warga di sekitar depo untuk menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat sekitar.

Jangan Abaikan Sistem Penangkal Petir

Perlu diperhatikan bahwa depo bahan bakar merupakan fasilitas penting yang memerlukan manajemen risiko yang baik untuk menghindari kerugian yang dapat ditimbulkan akibat sambaran petir. 

Oleh karena itu, sistem penangkal petir yang baik harus dipasang di depo bahan bakar untuk meminimalkan risiko kebakaran dan kerusakan peralatan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, depo bahan bakar harus memenuhi beberapa standar penangkal petir yang ideal. Pertama, sistem grounding yang baik harus dipastikan terpasang untuk melindungi bangunan dan peralatan dari kerusakan akibat sambaran petir. 

Kedua, konduktor penangkal petir yang memadai harus cukup kuat dan berukuran sesuai untuk menangani arus listrik yang dihasilkan oleh sambaran petir.

Selain itu, lokasi penempatan penangkal petir harus dipilih dengan tepat agar tidak merusak lingkungan sekitar. Penangkal petir harus dipasang di atas bangunan atau peralatan yang akan dilindungi dari sambaran petir. 

Selanjutnya, penangkal petir harus direkayasa dan dipasang oleh ahli yang berpengalaman dalam sistem penangkal petir. Terakhir, sistem penangkal petir harus diuji secara berkala untuk memastikan sistem masih berfungsi dengan baik.

Dengan menerapkan standar penangkal petir yang ideal, depo penyimpanan bahan bakar dapat terlindungi dari kerusakan akibat sambaran petir dan meningkatkan keselamatan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, manajemen risiko yang baik sangat penting untuk memastikan sistem penangkal petir yang tepat terpasang di depo bahan bakar.

Tindak Lanjut: Tata Ulang Lokasi Zonasi Depo

Untuk mengurangi risiko kebakaran dan dampak yang mungkin terjadi, perlu dilakukan tindakan lanjut berupa penataan ulang lokasi zonasi depo bahan bakar minyak milik Pertamina. Hal ini dapat dilakukan dengan memperketat regulasi dan memastikan jarak yang aman antara depo dengan area penduduk, serta menentukan lokasi yang lebih aman untuk depo tersebut.

Selain itu, untuk menyelesaikan masalah pemukiman warga yang berada di sekitar depo, dapat dilakukan relokasi dengan memberikan ganti rugi yang memadai. Hal ini akan membantu meminimalkan risiko kebakaran dan dampak lainnya yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan masyarakat, serta kerugian bisnis yang mungkin terjadi.

Sebagai tindakan lanjut, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir telah menyatakan niat untuk menata ulang lokasi zonasi depo bahan bakar minyak milik Pertamina. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi masyarakat dan bisnis di sekitar depo tersebut.

5 Pertanyaan Penting Ini Bisa Jadi Solusi

Proses investigasi atas insiden ini masih didalami oleh Polisi dan sejumlah pihak terkait. Dalam konteks manajemen risiko bisnis, maka setidaknya ada 5 pertanyaan penting dan strategis yang dapat diajukan untuk dijawab oleh pihak yang bertanggung jawab antara lain:

1. Apa penyebab terjadinya kebakaran di Depo Pertamina Plumpang dan bagaimana kejadian tersebut dapat dicegah di masa depan?

2. Bagaimana Pertamina memastikan keamanan dan keselamatan karyawan dan masyarakat sekitar depo bahan bakar, serta bagaimana perusahaan menangani kerugian finansial yang ditimbulkan oleh kebakaran?

3. Apa yang dapat dilakukan oleh pihak terkait untuk memperbaiki manajemen risiko bisnis di Depo Pertamina Plumpang dan menghindari kejadian serupa di masa depan? Juga bagaimana pengaturan jarak antara depo dan pemukiman, pemberian pelatihan keselamatan, dan pelaksanaan safety audit secara rutin?

4. Bagaimana peraturan dan regulasi setempat dapat diikuti atau diperbaiki untuk memastikan keamanan dan keselamatan masyarakat sekitar depo bahan bakar? Apakah jarak minimal yang ditetapkan sudah sesuai dengan kondisi setempat atau perlu direvisi?

5. Bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar depo bahan bakar akan bahaya kebakaran dan tindakan pencegahannya? Apakah Pertamina telah memberikan edukasi dan sosialisasi yang memadai terkait keselamatan kebakaran dan evakuasi pada masyarakat sekitar depo?

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kebakaran di beberapa terminal BBM Pertamina yang sering terulang menunjukkan risiko bisnis yang signifikan yang perlu dikelola dengan baik oleh manajemen Pertamina. Selain kerugian finansial dan non-finansial, kebakaran tersebut bahkan bisa mengakibatkan korban jiwa. 

Oleh karena itu, Pertamina perlu melakukan evaluasi terhadap faktor penyebab dan memastikan sistem manajemen risiko bisnisnya telah diimplementasikan dengan baik dan efektif dalam mengurangi risiko kebakaran di masa depan.

Pertamina juga harus meminimalisir kerugian yang ditimbulkan dan menyiapkan dana cadangan serta menjamin kepatuhan terhadap standar keselamatan kerja dan lingkungan yang berlaku. 

Dalam mengelola risiko operasional, Pertamina juga dapat melakukan tindakan pencegahan seperti meningkatkan pengawasan dan pengendalian risiko secara berkesinambungan.

Untuk mengoptimalkan safety and security di depo tempat penyimpanan bahan bakar yang terdapat di sekitar pemukiman penduduk, ada beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Patuhi peraturan dan regulasi yang berlaku terkait lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta keamanan.

2. Lakukan pendidikan dan pelatihan karyawan mengenai keamanan dan keselamatan kerja, serta prosedur operasi yang aman.

3. Pasang sistem pengawasan dan kontrol yang ketat, seperti sensor kebocoran, sistem deteksi kebakaran, sistem alarm, dan sistem pemadam kebakaran otomatis.

4. Lakukan perawatan dan pemeliharaan rutin pada depo dan peralatannya.

5. Pisahkan depo dengan pemukiman penduduk menggunakan pagar atau tembok penghalang.

6. Buat rencana tanggap darurat dan sistem komunikasi yang memadai untuk menginformasikan dan memobilisasi tenaga kerja dan pihak berwenang jika terjadi keadaan darurat.

Dengan menerapkan rekomendasi-rekomendasi tersebut, diharapkan depo tempat penyimpanan bahan bakar dapat dioperasikan dengan aman dan dapat melindungi penduduk di sekitarnya dari bahaya. Penting untuk diingat bahwa keamanan dan keselamatan kerja adalah hal yang sangat penting dalam manajemen risiko bisnis, sehingga selalu diperhatikan dan ditingkatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun