Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Budaya Anti-Korupsi dalam Perspektif Manajemen Risiko

13 Januari 2023   21:11 Diperbarui: 13 Januari 2023   21:22 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kosupsi | Image : pixabay.com

Sepanjang tahun 2022, KPK telah melakukan OTT dua kali lipat dari tahun lalu. Sepintas, ini mengesankan bahwa budaya anti-korupsi belum terbentuk dengan kuat. Dengan kata lain, budaya anti-korupsi masihlah lemah, longgar dan "leluasa". Buktinya, Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia 2022 sebesar 3,93 pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian 2021 sebesar 3,88 (www.bps.go.id).

Ya, korupsi adalah masalah yang sangat serius di Indonesia. Faktor budaya, sosial, ekonomi dan politik adalah faktor-faktor yang menghambat dalam upaya membangun budaya anti-korupsi di Indonesia. Budaya yang toleran terhadap korupsi, perasaan tidak adil terhadap tindakan hukum pelaku korupsi, kondisi ekonomi yang sulit, serta perlindungan kekuasaan politik bagi pelaku korupsi merupakan faktor-faktor yang menghambat dalam upaya membangun budaya anti-korupsi di Indonesia.

Ulasan ini, adalah upaya sumbang saran penulis untuk menjawab Bagaimana Cara Membangun Budaya Anti Korupsi di Indonesia dalam Perspektif Manajemen Risiko.

Fakta & Masalah

Kita mengetahui, sejauh ini peraturan kerja tidak cukup efektif untuk membangun budaya anti-korupsi. Padahal peraturan kerja menyediakan panduan yang jelas bagi para pekerja tentang apa yang diharapkan dari mereka dalam hal integritas dan tanggung jawab sosial. Juga agar pekerja memiliki sikap yang benar terhadap korupsi dan memahami bahwa tindakan korupsi tidak dapat diterima dalam lingkungan kerja.

Namun, peraturan kerja sendiri tidak cukup untuk membangun budaya anti-korupsi yang kuat. Pimpinan organisasi dan pegawai harus juga ikut berkomitmen dan mendukung serta melakukan program pelatihan dan sosialisasi. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain: memberikan pemahaman jelas tentang korupsi, program pelatihan dan sosialisasi, menerapkan sistem pengaduan dan investigasi yang transparan, memberikan insentif untuk integritas dan sanksi keras bagi pelaku korupsi, serta membangun budaya organisasi yang jujur dan terbuka.

Budaya anti-korupsi tidak hanya dibangun dari atas, namun juga harus ditanamkan dari bawah. Semua pihak harus ikut berkontribusi dalam memerangi korupsi agar Indonesia menjadi negara yang lebih baik.

Selain peraturan kerja, semestinya di setiap organisasi dan Lembaga pemerintahan ada Code of Conduct (COC). Namun, peraturan kerja dan COC sendiri tidak cukup untuk membangun budaya anti-korupsi yang kuat. Perlu ada komitmen dari pimpinan organisasi dan dukungan dari semua pegawai untuk menerapkan prinsip-prinsip integritas dan memperkuat budaya anti-korupsi di organisasi.

Upaya untuk membangun budaya anti-korupsi di Indonesia, sudah banyak. Misalnya menyediakan pemahaman yang jelas tentang apa itu korupsi dan mengapa itu tidak dapat diterima. Juga adanya program pelatihan dan sosialisasi yang terus-menerus tentang integritas dan tanggung jawab sosial, hingga penerapan sistem pengaduan.

Namun investigasi yang transparan dan adil untuk menangani tindakan korupsi yang dilaporkan, belum nampak terlihat jelas. Apalagi bila sudah membicarakan penyediaan insentif untuk mempromosikan integritas dan memberikan sanksi yang tegas terhadap tindakan korupsi. Rasanya, hal yang terakhir ini masihlah sangat jauh.

Kita masih belum berhasil untuk membangun budaya organisasi yang terbuka dan jujur, di mana pegawai merasa nyaman untuk melaporkan tindakan korupsi tanpa takut akan reprisal. Belum lagi, para pimpinan yang belum sepenuhnya memberikan contoh yang baik dalam hal integritas dan tanggung jawab sosial. Hal ini lebih jauh tidak menciptakan iklim yang sehat dan belum mampu mendorong partisipasi aktif dari semua pegawai dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan integritas dan tanggung jawab sosial.

Dampak Korupsi Itu Sangat Merusak

Tindakan korupsi dapat memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi pelaku, organisasi, dan negara. Dampak pada pelaku termasuk hukuman pidana, reputasi yang rusak, dan masalah keuangan. Dampak pada organisasi termasuk kerugian finansial, kerusakan reputasi, dan kerugian kepercayaan dari stakeholder. Dampak pada negara termasuk kerugian ekonomi, ketidakadilan sosial, dan kerusakan pada institusi pemerintahan. Korupsi juga dapat menghambat pembangunan ekonomi dan menurunkan kualitas hidup masyarakat.

Sadari Kendala dan Faktor Penghambat Ini

Bila kendala utama dan faktor penghambat terbentuknya budaya korupsi terbentuk, maka itu akan menjadi sebuah kesempurnaan gagalnya penegakkan budaya anti-korupsi di Indonesia.

Sepengetahuan penulis, kendala utama sulitnya membangun budaya anti-korupsi itu setidaknya ada 4 kendala :

Pertama, ketidakmampuan pemerintah dalam menjalankan sistem yang transparan dan terbuka. Banyak masyarakat yang merasa tidak mendapatkan informasi yang cukup dan transparan tentang kebijakan-kebijakan pemerintah, sehingga merasa tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Kedua, kurangnya mekanisme yang memungkinkan masyarakat untuk melaporkan tindakan korupsi di setiap jenjang atau lembaga pemerintahan. Banyak masyarakat yang merasa tidak tahu kemana harus melaporkan tindakan korupsi yang terjadi, sehingga tindakan korupsi tersebut tidak dapat terdeteksi dan ditangani secara efektif. Tentu, tanpa rasa takut akan tuntutan balik hukum.

Ketiga, kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Banyak masyarakat yang merasa tidak memiliki kesempatan untuk memberikan masukan dan memperhatikan pendapat masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga merasa tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Keempat, kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya menjaga integritas dan menghindari tindakan korupsi. Banyak masyarakat yang tidak memahami tentang pentingnya menjaga integritas dan menghindari tindakan korupsi, sehingga lebih mudah terpengaruh oleh tindakan korupsi.

Faktor Penghambat

Selain kendala-kendala diatas, ada sejumlah faktor yang menghambat dalam upaya membangun budaya anti korupsi di Indonesia. Antara lain:

1. Faktor budaya, pola atau gaya hidup konsumtif serta hedonisme, turut berpengaruh pada perilaku korupsi. Selain itu, seolah kini masyarakat seakan sudah toleran terhadap tindakan korupsi, sehingga sulit untuk membangun budaya anti korupsi.

2. Faktor sosial. Banyak masyarakat yang masih merasa tidak adil terhadap tindakan hukum yang diterima oleh pelaku korupsi, sehingga sulit untuk membangun rasa keadilan dalam masyarakat.

3. Faktor ekonomi. Banyak masyarakat yang masih berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, sehingga merasa perlu untuk melakukan tindakan korupsi demi memperoleh kemudahan-kemudahan atau keuntungan finansial.

4. Faktor politik. Banyak pelaku korupsi yang merasa terlindungi oleh kekuasaan politik yang dimilikinya, sehingga sulit untuk memberikan sanksi yang tegas terhadap tindakan korupsi.

5. Faktor birokrasi yang rumit. Banyak masyarakat yang merasa putus asa dengan kendala-kendala birokrasi yang rumit, sehingga merasa perlu untuk melakukan tindakan korupsi demi memperoleh kemudahan-kemudahan.

6. Faktor kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga integritas dan menghindari tindakan korupsi bagi keberlangsungan hidup bersama.

7. Faktor kurangnya pemahaman masyarakat tentang cara-cara untuk melaporkan tindakan korupsi. Banyak masyarakat yang masih belum mengetahui cara-cara yang tepat untuk melaporkan tindakan korupsi yang terjadi, sehingga tindakan korupsi tersebut tidak dapat terdeteksi dan ditangani secara efektif.

8. Faktor kurangnya koordinasi antarinstitusi pemerintah. Banyak instansi pemerintah yang masih tidak koordinatif dalam menangani tindakan korupsi, sehingga tindakan korupsi tersebut tidak dapat terdeteksi dan ditangani secara efektif.

9. Faktor kurangnya keberanian masyarakat untuk melaporkan tindakan korupsi. Banyak masyarakat yang masih takut untuk melaporkan tindakan korupsi yang terjadi, karena takut akan reprisal atau balasan dari pelaku korupsi.

10. Faktor kurangnya dukungan dari seluruh pihak. Banyak pihak yang masih berpandangan bahwa tindakan korupsi merupakan hal yang biasa dan tidak terlalu penting untuk diantisipasi, sehingga sulit untuk membangun budaya anti korupsi.

Cara Membangun Budaya Anti-Korupsi

Salah satu ciri khas pendekatan manajemen risiko terhadap kerugian, kelemahan, kekurangan, dan potensi nacaman adalah adanya pengamanan berlapis dan berdimensi luas. Pengamanan berlapis dan dimensi itu perlu efektif, sistemik dan mengikat.

Untuk membangun, mempercepat dan mensukseskan terbentuknya budaya anti korupsi di Indonesia, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan :

1. Membangun sistem kerja profesiona yang mencakup peraturan kerja yang kuat, code of conduct yang lengkap, SOP ketat, dan sistem pengawasan yang berlapis. Seperti dilaksanakannya inspeksi mendadak (sidak), pengawasan dengan internal audit, dibentuknya audit committee, pemeringkatan ketaatan, dan upaya-upaya lain untuk memperketat pengawasan yang berlapis.

2. Membangun sistem yang transparan dan terbuka agar masyarakat dapat mengetahui apa yang sedang terjadi di sekitar mereka dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapatnya.

3. Menciptakan suasana kerja yang sehat dan tidak tertekan. Hal ini penting agar pekerja tidak merasa perlu untuk melakukan tindakan korupsi untuk menutupi kekurangan atau kelemahan yang dimilikinya.

4. Menciptakan suasana yang memperkuat rasa keadilan. Hal ini penting agar orang-orang merasa adil terhadap tindakan hukum yang diterima oleh pelaku korupsi.

5. Mendorong tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi pemerintah dengan memberikan informasi yang transparan dan jujur atas kebijakan-kebijakan pemerintah.

6. Menyediakan mekanisme yang memungkinkan masyarakat dapat melaporkan tindakan korupsi yang terjadi tanpa adanya ketakutan adanya tuntutan balik secara hukum. Ini agar tindakan korupsi dapat terdeteksi dan ditangani secara efektif.

7. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Saran, masukan dan pendapat masyarakat dibuka selebar-lebarnya sehingga masyarakat akan merasa terlibat dan memiliki rasa andil dalam proses pengambilan keputusan.

8. Melakukan edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya menjaga integritas dan menghindari tindakan korupsi bersama lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan lebih memahami betapa pentingnya menjaga integritas dan menghindari tindakan korupsi bagi keberlangsungan hidup bersama.

9. Menciptakan sistem reward and punishment yang seimbang. Hal ini penting agar orang-orang yang melakukan tindakan korupsi merasa takut untuk melakukannya, namun juga agar orang-orang yang tidak terlibat dalam tindakan korupsi merasa dihargai dan diakui.

10. Menciptakan mekanisme pengawasan yang efektif. Hal ini penting agar tindakan korupsi dapat terdeteksi dan ditangani secara efektif. Transformasi digital dan digitalisasi akan cukup efektif memangkas panjangnya birokrasi, serta membuka transparansi dan meningkatkan layanan yang lebih baik.

11. Memberikan sanksi yang tegas terhadap tindakan korupsi. Hal ini penting agar orang-orang yang terlibat dalam tindakan korupsi merasa takut untuk melakukannya kembali.

12. Menciptakan sistem pemerintahan yang efektif dan efisien. Hal ini penting agar masyarakat merasa puas terhadap pelayanan yang diterima dan tidak merasa perlu untuk melakukan tindakan korupsi untuk memperoleh kemudahan-kemudahan.

Akhirnya, untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu memperkuat sistem transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Pemerintah juga harus memberikan mekanisme yang jelas dan mudah diakses oleh masyarakat untuk melaporkan tindakan korupsi. Selain itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan edukasi yang intensif tentang pentingnya integritas dan menghindari tindakan korupsi. Pemerintah juga harus memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku korupsi dan memberikan perlindungan bagi masyarakat yang melaporkan tindakan korupsi.

Secara keseluruhan, membangun budaya anti-korupsi di Indonesia bukanlah hal yang mudah, namun dengan kerja sama dari pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik dan bebas dari korupsi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun