Pun adiknya yang masih sekolah dasar, melakukan hal yang  tidak jauh berbeda. Dengan  wali kelas dan teman-temannya, berkomunikasi melalui dunia maya.
Kadang setor hapalan surat pendek, ulangan pelajaran ini dan itu, praktek sholat bahkan senam dengan mengenakan baju olahraga.
Sementara ibunya, yang jualan bahan olahan makanan. Melakukan komunikasi melalui video call, demi memastikan barang pesanannya seperti dikehendaki.
Kemudian selaku ketua korlas (koordinasi kelas), memastikan dengan koordinator yang lain satu persepsi agar tidak terjadi salah paham.
Â
Saya yakin, keadaan yang sama sangat mungkin terjadi di rumah Kompasianer. Bahwa semua kegiatan yang serba online, kini tampak mendominasi dalam keseharian.
Kegiatan secara virtual (tiba-tiba) memegang peranan penting, untuk mengusir rasa penat, jenuh dan bosan ketika sedang stay at home dan work from home saat ini.
Sehingga kalau ada kendala dengan jaringan internet, rasanya bisa ketinggalan banyak informasi sekaligus mati gaya. Seketika komplain ke provider, selaku penyedia jasa jaringan internet bersangkutan.
Meskipun tidak bisa dipungkiri, bahwa semua kondisi ibarat dua sisi mata uang logam. Ya, setiap kondisi dalam hidup ini, selalu saja ada sisi positif sekaligus negatifnya.
Di dunia virtual, tidak saja hal produktif ditawarkan. Tetapi selalu dibarengi, dengan hal yang cenderung membuang-buang waktu buang dan menguras kuota disediakan.