Tidak terlalu beda dengan Ramadan tahun lalu, Ramadan tahun ini cukup banyak wapri yang masuk ke handphone saya. Berisi undangan kegiatan ini dan itu.
Tetapi tetap ada yang berbeda dengan Ramadan tahun lalu, (biasanya) undangan berbuka puasa baik dari instansi pemerintahan atau brand. Maka Ramadan tahun ini, undangan berisi kegiatan yang diadakan secara online.
Mulai dari acara yoga secara live streaming, bincang-bincang memanfaatkan fasilitas Live Instagram atau talkshow via aplikasi zoom dengan berbagai tema menarik.
Undangan berkegiatan itu, terkirim nyaris setiap hari. Disampaikan baik melalui WA Group atau WA pribadi, bahkan undangan yang sama ada yang dikirim lebih dari sekali.
Menanggapi hal demikian, ada yang terpaksa saya abaikan. Ada yang saya musti dipikir-pikir ulang, antara ikut bergabung atau tidak sama sekali.
Padahal kalau mau jujur, sebenarnya saya lebih banyak tertariknya dengan aneka kegiatan itu. Apalagi kalau narsumnya expert dan tema menarik, pasti banyak pencerahan saya dapatkan.
-----
Sejak Ramadan di rumah, kebiasaan keseharian anak lanang cukup saya hapal. Pagi dan sore hari, mengadakan zoom confrence dengan ustad dan teman di Pondok.
Karena duduknya tidak jauh dari si ayah, maka sambil ngetik saya ikut menyimak apa yang dibahas di kelas online tersebut.
 Misalnya kemarin membahas adab dalam pergaulan, hari ini adab bersikap hormat kepada orangtua, besok mengaji dan seterusnya bergantian.
Dan setelah kelas selesai, sesama teman melanjutkan dengan ngobrol ngalor ngidul atau bercanda khas anak remaja.
Pun adiknya yang masih sekolah dasar, melakukan hal yang  tidak jauh berbeda. Dengan  wali kelas dan teman-temannya, berkomunikasi melalui dunia maya.
Kadang setor hapalan surat pendek, ulangan pelajaran ini dan itu, praktek sholat bahkan senam dengan mengenakan baju olahraga.
Sementara ibunya, yang jualan bahan olahan makanan. Melakukan komunikasi melalui video call, demi memastikan barang pesanannya seperti dikehendaki.
Kemudian selaku ketua korlas (koordinasi kelas), memastikan dengan koordinator yang lain satu persepsi agar tidak terjadi salah paham.
Â
Saya yakin, keadaan yang sama sangat mungkin terjadi di rumah Kompasianer. Bahwa semua kegiatan yang serba online, kini tampak mendominasi dalam keseharian.
Kegiatan secara virtual (tiba-tiba) memegang peranan penting, untuk mengusir rasa penat, jenuh dan bosan ketika sedang stay at home dan work from home saat ini.
Sehingga kalau ada kendala dengan jaringan internet, rasanya bisa ketinggalan banyak informasi sekaligus mati gaya. Seketika komplain ke provider, selaku penyedia jasa jaringan internet bersangkutan.
Meskipun tidak bisa dipungkiri, bahwa semua kondisi ibarat dua sisi mata uang logam. Ya, setiap kondisi dalam hidup ini, selalu saja ada sisi positif sekaligus negatifnya.
Di dunia virtual, tidak saja hal produktif ditawarkan. Tetapi selalu dibarengi, dengan hal yang cenderung membuang-buang waktu buang dan menguras kuota disediakan.
Dari duapuluh empat jam waktu dalam sehari, lebih banyak hal mana yang kita pergunakan untuk berkegiatan.
Hal produktif atau hal sia-sia menjadi pilihan, sepenuhnya terpulang pada diri sendiri, sepenuhnya tergantung dari keputusan pribadi.
Dan saya termasuk ayah yang kerap kesal. Ketika mendapati anak-anak, lebih banyak bermain game (melalui handphone) dibanding belajarnya.
Saya langsung mengomel dan tidak peduli reaksi sebel anak. Terutama kalau mereka ketahuan, lebih sering menekuri handphone dan konsentrasi dengan permainannya.
"Udah, tadi kakak baca sepuluh lembar"
"Tadi udah belajar"
"Udah tadi udah ngaji"
Kalimat pembelaan terlontar, ketika si ayah bertanya apa saja seharian dilakukan.
"Masalahnya adalah, ngaji sama main gamenya banyakan mana" sangkal si ayah.
Seandainya Diberi Keringanan atau Korting
Terlepas dari konflik umum orangtua dan anak. Satu hal patut kita cermati bersama, bahwa kebutuhan akan kuota menjadi bertambah-tambah.
Kalau biasanya (saya memakai pra bayar), cukup mengisi sekali sebulan. Pengalaman baru saya alami, adalah mengisi lebih dari sekali untuk waktu yang sama.
Semua sangat wajar, karena keterbatasan berkegiatan secara offline, sehingga sebagian besar kita melakukan kegiatan secara online.
Dam untuk kegiatan online tersebut, kuota ibarat bahan bakarnya. Ibarat motor atau mesin, Kuota seperti BBM-nya.
Curhatan saya, coba kalau untuk kebutuhan kuota yang melonjak ini. Ada kebijakan khusus, berupa keringanan, korting atau harga spesial bagi pengguna provider.
Saat ini, peranan kuota nyaris sama dengan sembako. Maka kalau kebutuhan kuota dipenuhi, dengan harga yang meringankan.
Setidaknya sembako baru ini (baca kuota), cukup membantu melancarkan aktivitas selama stay at home terlebih di bulan Ramadan ini.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H