Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perkawinan adalah Tentang Bagaimana Mengelola Ego

7 September 2017   07:58 Diperbarui: 7 September 2017   17:06 3606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
prosesi salaing menyuapi dalam acara pernikahan, perlambang suami istri saling mengasihi -dokpri

"Perang paling besar itu, adalah peperangan melawan diri sendiri."

-0o0-

beritaenam(dot)com
beritaenam(dot)com
Perempuan usia tigapuluhan, badannya ringkih dua bola mata memerah sembab. Bertahan hidup satu atap, kerap mendapat perlakuan kasar suami baik secara fisik atau psikis.

Badan kerempengnya, dijadikan sansak hidup lelaki yang smestinya menjadi pelindungnya. Tamparan di pipi, pukulan di badan sudah biasa didapati. Kalaupun dia mencoba melawan, dijamin tenaganya tak bakal sanggup menandingi.

Pendengarannya mulai kebal, dengan kalimat caci dan merendahkan. Perangi tak bersahabat didapati, dirinya hanya bisa membalas dengan tangis dan air mata.

Sebagai manusia biasa, pasti ada saat tak kuasa menahan nestapa. Mencoba membalas sebisanya, meski tetap saja tak sebanding dengan akibat ditanggung.

"Dasar B*d*h" umpat si suami

"Kalau aku pintar, pasti tidak mau menjadi istrimu" balasnya menahan air mata

Tenaga lemah itu, tak sanggup mematahkan kekuatan otot lelakinya. Derai air mata dan isak tangis, tidak serta merta merubah keadaan. Sungguh nelangsa, penyesalan dirasa ibarat pepatah 'nasi sudah menjadi bubur.'

Meskipun rumah bagai neraka, keputusan menikah adalah keputusan besar yang diambil sendiri tanpa paksaan. Apapun konsekwensi dijalani, baginya pernikahan adalah satu hal yang musti dipertahankan.

Sapa sangka, keputusan bertahan justru menggandakan kesabaran. Ketiadaberdayaan dilakoni, justru menumbuhkan sikap pasrah seteguh karang. Perempuan ini menyakini, hukum kehidupan berlaku adil pada saat yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun