Kalimat terakhir sempat menjadi pikiran, muncul tanya apakah keadaan yang dialami semacam karma. Tapi Hanafi merasa cara penolakannya cukup sopan, kalaupun si perempuan sakit hati berarti di luar kuasanya. *Alias Salah Dia Sendiri*.
[caption caption="illustrasi Kampung Halaman- dokpri"]
Ramadhan sudah memasuki minggu terakhir, Hanafi tak terlihat bergegas mencari tiket mudik. Hatinya dipenuhi kebimbangan langkahnya penuh keraguan, apa untungnya pulang selain merasa diri dipecundangi. Kalau pertanyaan ibu memang sudah biasa dan bisa ditepis, yang menambah beban adalah pertanyaan tetangga atau kerabat jauh.
"Lha Mas Han,..mana mbaknya"pertanyaan terlontar dengan wajah tanpa dosa
"Han..Piye kabare, anakku sudah dua" ujar kakak kelas semasa SD "berapa anakmu sekarang"
"Ayo to Han, keburu tua nanti" saran sahabat semasa SMP
Ada satu teman akrab saat SD sempat Hanafi temui, tiga kali pulang tiga kali pula istrinya hamil. Sang suami sekelas dengan Hanafi lulus SD tak melanjutkan, istrinya adik kelas yang juga kenal baik.
"Han..tiga kali ketemu kok belum bawa calonmu" ledeknya
"Biarin, daripada bojomu juga tiga kali ketemu meteng (hamil) melulu" Hanafi balas meledek
Tawapun meledak dari keduanya, dua sahabat yang tak ada tedeng aling-aling.
Khusus dengan sepasang suami istri ini Hanafi tak ada beban, derita yang ada seolah menjadi bahan lelucon. Apapaun kalimat yang mereka ucapkan, tak ada sedikitpun yang membuat tersinggung. Kebiasaan saling meledek dan menjatuhkan, sudah dimulai sejak dulu berusia belia.