Mohon tunggu...
Agni Alfia
Agni Alfia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

buat uploud tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harun Al-Rashid dan Perkembangan Puncak Kebesaran pada Zaman Kekhalifahan

20 Januari 2024   09:16 Diperbarui: 20 Januari 2024   09:16 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Banyak referensi yang menyatakan bahwa Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan atau masa keemasan pendidikan, dengan bukti tertulis dan jejak peninggalan yang masih bertahan hingga saat ini. Masa ini dikenal dengan Golden Age karena perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan budaya serta peradabannya yang berkembang pesat. Baik secara teoritis-konseptual maupun praktis, baik secara ilmiah maupun institusional. 

Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan pesat, hal ini tidak terlepas dari kepemimpinan khalifah yang menjabat pada saat itu. Penguasa negara pada masa itu memberikan kekuasaan sipil kepada wazir, kekuasaan kehakiman kepada taqh (hakim), dan kekuasaan militer kepada jenderal, dan khalifah sendirilah yang menjadi penentu akhir urusan pemerintahan.

Harun Ar-Rasyid merupakan salah satu khalifah yang mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pendidikan Islam. Menurut fakta sejarah, masa pemerintahan Harun ar-Rasyid merupakan salah satu masa kejayaan seluruh peradaban Islam, ketika bangsa-bangsa Eropa sedang berada dalam masa kegelapan. Saat itu, Islam justru menjadi inti peradaban, pendidikan, seni budaya, dan ilmu pengetahuan yang mampu mempengaruhi seluruh dunia.

Di bawah kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid, Dinasti Abbasiyah makmur dengan keamanan, kekayaan melimpah, dan wilayah kekuasaan yang terus meluas dari India hingga Afrika Utara. Pada masa itu ilmu agama juga berkembang sangat pesat, khususnya di bidang Al-Quran dan Hadits, bahasa dan sastra, serta ilmu Kalam. Maka pada masa Harun Ar-Rasyid empat mazhab juga tumbuh dan berkembang. Selain itu ilmu-ilmu sekuler lainnya seperti filsafat, matematika, aritmatika, kimia, aljabar, astronomi, mekanika, ilmu alam dan geografi juga berkembang, metafisika dan kedokteran.

METODE 

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang menyelidiki aspek humanistik, sosial, dan keagamaan. Dan pengetahuan yang dihasilkan dalam penelitian ini dari penarikan kesimpulan dari kutipan referensi dan mengabstraksikannya menjadi temuan penelitian. Langkah pengumpulan data penulis melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber kepustakaan yang berkaitan dengan pendidikan Islam pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, setelah itu penulis menganalisis dan menafsirkan berdasarkan data sumber kepustakaan yang telah dikumpulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Biografi Khalifah Harun Al-Rashid

Khalifah Harun Ar-Rasyid, memiliki nama lengkap Harun Abu Ja'far bin AlMahdi Muhammad bin Al-Mansyur Abdillah bin Muhammad bin 'Ali bin Abdillah bin Abbas. Ia merupakan khalifah kelima dinasti Abbasiyah. Lahir dari ibu bernama Al-Khizran (Umm Walad) dan ayah bernama Muhammad AlMahdi yang merupakan khalifah ketiga dinasti Abbasiyah. Harun Ar-Rasyid lahir pada tahun 145 H di kota Rayy[1]. 

 

Harun Ar-Rasyid adalah anak yang sangat cerdas. Sejak dini, Ar-Rasyid berguru kepada Yahya bin Khalid untuk mendalami pendidikan dan administrasi Islam[2]. Saat remaja pada masa pemerintahan ayahnya, AlMahdi mempersiapkan Ar-Rasyid sebagai khalifah dengan mengangkat Harun Ar-Rasyid sebagai panglima militer di Ash-Sha'ifah pada tahun 163 dan 165 H. Sedangkan pada tahun 164 H, Al-Mahdi melimpahkan tanggung jawab sebagai wali kota wilayah barat mulai dari wilayah Anbar hingga seluruh perbatasan Afrika[3].

 

Harun ar-Rasyid menikah dengan gadis Arab bernama Zubaidah dan dikaruniai anak bernama Al-Ma'mum, Al-Amin dan Al-Mu'tashim[4]. Pada Sabtu malam tanggal 14 Rabiul Awwal 145 H, Harun Ar-Rasyid menggantikan saudaranya Al-Had yang meninggal dunia ketika ayahnya diangkat menjadi khalifah Dinasti Abbasiyah dengan gelar Ar-Rasyid. Saat itu usianya masih 25 tahun[5].

 

Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai pemimpin yang menjaga dan melestarikan nilai-nilai syariah dan hukum Allah. Dalam beribadah, beliau melaksanakan salat sunnah seratus rakaat setiap harinya, kecuali pada saat beliau sakit. Saat khalifah Harun Ar-Rasyid menjabat seluruh kebutuhan pokok masyarakat dapat terpenuhi, bahkan dapat memberikan pakaian musim panas dan musim dingin bagi para narapidana.

 

Pada malam hari, Khalifah Harun Ar-Rasyid mengamati dan melihat keadaan umatnya dengan berjalan berkeliling dan menyamar sebagai umat, yang kemudian menanyakan keinginan dan pendapat masyarakat tentang pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Apalagi Harun Ar-Rasyid sangat mencintai ulama dan menjamin kesejahteraan para guru[6].

 

Perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan sangat besar, karena ia banyak menerjemahkan buku-buku dari berbagai bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Mengutip penjelasan Ali bin Abi Thalib, terdapat tiga ulama fiqih pada masa pemerintahannya, yaitu: Imam Malik bin Anas yang merupakan guru dari putra Khalifah Harun Ar-Rasyid, Imam Muhammad bin Idris Syafi'ina, dan Imam Ahmad bin Hambal[7].

 

Khalifah Harun Ar-Rasyid gugur memimpin pasukannya menuju Khurasan. Di tengah perjalanan, penyakitnya kembali kambuh ketika sampai di kota Niin di bulan Syafar, dan penyakit itu membawanya ke Rahmatullah. Khalifah Harun Ar-Rasyid wafat pada Sabtu malam Jumadil Akhir 193 H.[8]

 

Sistem Pemerintahan Pada Masa Khalifah Harun Al-Rashid

 

Pada masa Dinasti Abbasiyah, pemerintah lebih banyak memadukan urusan politik dengan agama. Para khalifah Abbasiyah berusaha menghidupkan kembali Sunnah setiap kali mereka mengambil keputusan pemerintah. Sehingga dengan adanya reformasi politik yang diakibatkan oleh agama ini, masyarakat harus menaati khalifah sebagai bagian dari ketaatan pada agama[9].

 

Khalifah-khalifah Abbasiyah berusaha memberikan kedaulatan  yang bersifat suci dengan sistem pemerintahan sesuai dengan syariat Allah dan tuntunan Rasul. Pada jabatan-jabatan pemerintahan di masa khalifah Harun Ar-Rasyid banyak mengadopsi sistem pemerintahan Persia seperti jabatan wazir dan lainnya.

 

Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, khalifah mengambil keputusan akhir atas segala urusan pemerintahan. Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan kekuasaan sipil kepada wazir (perdana menteri), dalam arti keadilan ia melimpahkan kekuasaan kepada hakim (taqli) dan kekuasaan militer kepada emir (jenderal)[10].

 

Wazir dibantu oleh beberapa Raisul Diwan (kementerian) dalam menyelenggarakan administrasi negara. Raisul Diwan disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah. Diwan berperan sebagai penyampai perintah pemerintah pusat kepada gubernur dan melaporkan kepada khalifah mengenai aktivitas dan perilaku penguasa daerah. Diwan- diwan tersebut diantaranya:

 

Diwan Al-Jundly atau Diwan Al-Harby, bergerak di badan pertahanan keamanan dengan tugas pada kemiliteran seperti mencatat jumlah tentara dan lainnya.

 

Diwan Al-Kharaj atau Diwan AlMaaly, bergerak di departemen keuangan dengan tugas mengurusi pembendaharaan negara.

 

Diwan Al-Qudhat, bergerak di departemen kehakiman bertugas masalah yang timbul dalam negara.

 

Diwan Al-Barid, bergerak pada pos yang bertugas pada penyampaian pesan dan surat ke seluruh negeri.

 

Diwan Al-Mustaghallast, mengurus administrasi tanah negara. 

 

Diwan Ar-Rasail, bertugas penyampai informasi para gubernur dan pejabat lainnya.

 

Diwan Al-Mursadarah, bertugas mengawasi musuh-musuh politik.

 

Diwan Al-Azimah, mengawasi dan mengendalikan keuangan diwan lainnya.

 

Diwan Al-Ahsham, sebagai pengawas orang yang bertugas di kerajaan. 

 

 

Kondisi Ekonomi pada Masa Khalifah Harun Al-Rashid

Dumairy menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sistem ekonomi ialah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sebuah sistem ekonomi terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai subyek; barang-barang ekonomi sebagai obyek; serta seperangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan berekonomi. Perangkat kelembagaan yang dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi (baik formal maupun nonformal); cara kerja; meka nisme hubungan; hukum dan peraturan-peraturan perekonomian; serta kaidah dan norma-norma lain (tertulis maupun tidak tertulis); yang dipilih atau diterima atau ditetapkan oleh masyarakat di tempat tatanan kehidupan yang bersangkutan berlangsung. Jadi dalam perangkat kelembagaan ini termasuk juga kebiasaan, perilaku dan etika masyarakat; sebagaimana mereka terapakan dalam berbagai aktifitas yang berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan.[12]

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Islam adalah seperangkat aturan yang berfungsi sebagai panduan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah agar tercapai falah (kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat). Kaitan sistem ekonomi Islam yang dimaksud dalam pembahasan ini yakni sistem ekonomi Islam yang diterapkan pada masa Daulah Abbasiyah.  

The Golden Age of Islam

Golden Age berarti masa keemasan dalam perkembangan intelektual yang membawa Baghdad sebagai pusat dinamika intelektual muslim pada masanya. Dalam periode ini kaum muslim memenuhi rasa haus mereka terhadap belajar dan ilmu-ilmu yang belum pernah diketahui sebelumnya. Peradaban Islam meraih pertumbuhannya dan muslim menjadi pemimpin dari pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan.[13]

Menurut Masyhur Amin secara umum kejayaan Islam terjadi pada masa kepemimpinan  Bani Abbasiyah, Bani Fathimiyah, dan Bani Umayyah di Andalusia.[14] Untuk dapat dinyatakan sebagai peradaban Islam yang besar lebih lanjut Amin menyatakan harus memenuhi 6 (enam) indikator kunci. Pertama, gerakan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan (sains), sastra dan filsafat dari beberapa bahasa seperti Yunani, Mesir, Persia dan India ke dalam bahasa Arab. Kedua, kemajuan di bidang filsafat yang ditandai oleh lahirnya para filsuf muslim seperti Al-Farabi (870-950 M), Ibn Sina (980-1037 M), dan Al-Ghazali (wafat 1111 M). Ketiga, lahirnya pusat-pusat keilmuan Islam seperti Baghdad (Irak), Kairo (Mesir), dan Cordova (Andalusia/Spanyol). Keempat, berkembangnya disiplin-disiplin keilmuan baik ilmu-ilmu kealaman (sains), kemasyarakatan (sosial dan humaniora), maupun ilmu-ilmu keagamaan. Kelima, berkembangnya seni bangunan (arsitektur) yang indah dan megah. Keenam, aktivitas perekonomian berkembang pesat baik pertanian, perdagangan maupun industri.

Dari 6 (enam) indikator tersebut masa kepemimpinan Daulah Abbasiyah-lah yang paling cocok dengan rentang kekuasaan selama 5 (lima) abad lebih (750-1258 M).

Pada masa Khalifah Harun Al-Rashid ini banyak sekali Ulama, Ilmuan dan Karya- karyanya. Beberapa nama ulama dan ilmuwan muslim yang termasyhur dalam bidangnya masing-masing pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid, antara lain:

Imam Malik bin Anas, pakar hadits dan fiqh, pendiri madzhab Maliki, wafat di

Madinah tahun 179 H/795 M.

Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi'i (Imam Syafi'i), pakar fiqh, pendiri madzhab Syafi'i, yang meninggal di Mesir tahun 204 H/819 M.

Imam Ahmad Ibn Hanbal, pakar fiqh, pendiri madzhab Hanbali.

Abu Yusuf Al-Qadhi, pakar fiqh madzhab Hanafi dan pakar ekonomi Islam.

Al-Mufadhdhal Adh-Dhabbi, sastrawan besar dan pakar syair Arab.

Adapun Karya- karya pada Masa Khalifah Harun AL-Rashid ini adalah

Beberapa karya besar para ulama dan ilmuwan muslim yang termasyhur, antara lain:

Kitab Al-Muwaththa', karya Imam Malik bin Anas.

Kitab Al-Umm, karya Imam Syafi'i.

Kitab Musnad Al-Syafi'i, karya Imam

Syafi'i.

Kitab Mukhtaliful Hadits, karya Imam

Syafi'i.

Kitab Al-Kharaj, karya Abu Yusuf AlQadhi, peletak dasar ilmu ekonomi Islam.

Khulashah Al-Muwaththa' (Pokok-Pokok Kitab Al-Muwaththa'), karya Khalifah Harun Al-Rasyid.

KESIMPULAN

Khalifah Harun Ar-Rasyid, memiliki nama lengkap Harun Abu Ja'far bin AlMahdi Muhammad bin Al-Mansyur Abdillah bin Muhammad bin 'Ali bin Abdillah bin Abbas. Ia merupakan khalifah kelima dinasti Abbasiyah. Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai pemimpin yang menjaga dan melestarikan nilai-nilai syariah dan hukum Allah. Khalifah Harun Ar-Rasyid gugur memimpin pasukannya menuju Khurasan karena sakit pada Sabtu malam Jumadil Akhir 193 H.

Dalam periode khalifah Harun AL-rashid ini, kaum muslim memenuhi rasa haus mereka terhadap belajar dan ilmu-ilmu yang belum pernah diketahui sebelumnya. Peradaban Islam meraih pertumbuhannya dan muslim menjadi pemimpin dari pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan maka dari itu disebut dengan the golden age of islam.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mustofa. "Masa Keemasan Pendidikan Islam (Studi Tentang Peran Khalifah Harun Al - Rasyid Dalam Pendidikan Islam)." Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 2 (2019): 2--26. https://doi.org/10.37286/ojs.v4i2.23.

Amin, M. Masyhur. Dinamika Islam (Sejarah Transformasi dan Kebangkitan). Yogyakarta: LKPSM. 1995.

Dumairy. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. 1991.

Haris, Munawir. "Situasi Politik Pemerintahan Dinasti Umayyah Dan Abbasiyah." Tasamuh: Jurnal Studi Islam 10, no. 2 (2018): 391--406. https://doi.org/10.32489/tasamuh.43.

Ibrahin, Arfah. "Kota Baghdad Sebagai Central Peradaban Islam." Lentera 3, no. 1 (2021): 43-- 54.

Ifendi, Mahfud. "Masa Pembinaan Pendidikan Islam: Telaah Kritis Pendidikan Rasulullah SAW Pada Periode Makkah." Al-Rabwah: Jurnal Ilmu Pendidikan XIV, no. 1 (2020): 58--74.

Tadjuddin, Nilawati, and Alif Maulana. "Kebijakan Pendidikan Khalifah Harun Ar-Rasyid." Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam 9, no. 2 (2018): 325. https://doi.org/10.24042/atjpi.v9i2.3633.

Qadir, C.A. Philosophy and Science in the Islamic World. London: Routledge. 1988.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun