"Mbak, ponselnya sedari tadi berbunyi. Ada panggilan masuk dan pesan." Ujar pembantu kepadaku dari pintu kamar. Aku bergegas mencari ponselku. Aku terbelalak! Aku lupa jika memiliki janji dengan dosen pembimbing skripsi! Seribu energy ku kerahkan untuk bersiap, dan meminjam motor milik sahabatku ini untuk menuju kampus.
      "Hati-hati mbak, disiplin waktu itu perlu!" Ucap pembantu kepadaku yang terdengar samar-samar karena telingaku tertutup helm. Sepertinya perbincangan soal hati selalu menyita waktu seseorang dan merelakan semua hal yang harus dilakukannya saat itu juga. Dua jam kemudian, aku keluar dari ruang dosen. Raut wajahku nampak sumringah! Tulisan ACC adalah harapanku selama ini. Waktu sudah menjawab perjuanganku. Aku bergegas kembali ke rumah sahabatku, aku tidak mau dipatok tarif karena sudah meminjam motor selama 2 jam.
      "Lancar?" tanya sahabatku. Aku tersenyum dan duduk disampingnya.
      "Tapi aku tidak lancar." Sahutnya. Aku bingung.
      "Waktu menjawab dengan cepat. Aku memutuskan untuk tidak mengharap lagi tentang dia. Seharusnya aku yang ada disana, menemaninya"
      Tidak habis pikir, ternyata perihal waktu dapat menyisakan kebahagiaan maupun kesedihan. Ada seseorang yang berharap bahwa waktu akan memberinya jawaban kebahagiaan, namun adapula mereka yang mendapat kejutan dari waktu tentang kesedihan berujung penyesalan. Kita tidak bisa menyalahkan waktu. Waktu tidak salah. Biasanya, sikap kita yang salah terhadap waktu. Lantas, haruskah aku lanjutkan harapanku ini kepada dia yang kini mulai hadir dikehidupanku? Aku takut seperti kisah sahabatku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H