Ketika video UAS merebak, kita seolah dihadapkan pada dejavu dengan situasi yang berkebalikan. Konflik horisontal sepertinya sudah mengintai kita. Terbukti dari banyaknya aksi saling sindir para netizen, hingga bermunculannya tulisan atau video bernada krtitik dan penolakan.Â
Apakah pemicu merebaknya kasus UAS ini didasari oleh ketidaktahuan pengunggahnya terkait sensitivitas konten ataukah karena hal itu masih perlu ditelusuri lebih jauh lagi. Secara UU ITE mungkin video ceramah UAS ini samasekali tidak "melanggar" aturan perundang-undangan karena hal itu sebenarnya dimaksudkan untuk suatu konumitas tertentu saja.Â
Namun karena isi konten memiliki nilai yang secara prinsip berseberangan dengan keyakinan umat beragama lain, dan video dapat diakses oleh semua kalangan maka hal ini menjadi bermasalah. Oleh karenanya itu patut dipertanyakan peran dari keberadaan UU ITE tersebut.
UU ITE hanyalah sebatas peraturan perundang-undangan yang bisa ditafsiri beraneka ragam oleh setiap orang. UU ITE juga tidak punya kuasa langsung menghindari unggahan tulisan atau video ke media sosial. Ia hanya sebatas menjadi pengingat bagi setiap orang atau menjadi penasihat para pengguna media sosial saat hendak membuat unggahan.Â
Dengan kata lain kita semua hanya bisa berharap bahwa UU ITE akan mampu menjaga norma masyarakat saat berinteraksi di dunia maya tanpa ada kuasa langsung menghindari sesuatu yang berpotensi menciptakan konflik di tengah-tengah masyarakat seperti halnya kasus Ahok dulu atau kasus UAS baru-baru ini.Â
Mungkin kita memerlukan sebuah satuan khusus yang bertugas melakukan filter terhadap setiap konten yang akan diunggah. Seperti layaknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menyaring setiap program acara sebelum diputuskan tayang atau tidak di televisi atau bioskop tanah air.Â
Terkait dengan hal ini, maka keberadaan youtube selaku media penyedia layanan video berbagai konten sebenarnya patut diperhatikan. Acara-acara di youtube bisa dikatakan berjenis sama dengan apa yang tampil di televisi. Sama-sama berwujud gambar video yang disaksikan banyak orang.Â
Hanya saja di youtube kontennya lebih bervariasi dan bisa dibuat oleh siapa saja baik perorangan ataupun institusi. Berbeda halnya dengan tayangan program televisi atau film-film bioskop yang dikendalikan oleh suatu organisasi besar yaitu stasiun televisi atau rumah produksi.
Berkualitas tidaknya suatu unggahan samasekali tidak menjadi dasar diizinkannya sebuah konten mengudara. Sehingga pada akhirnya banyak sekali unggahan video tidak berkualitas yang berseliweran di muka publik. Lebih berbahayanya adalah ketika video provokatif meluncur tanpa tedeng aling-aling. Menyasar langsung ke publik dan berujung kegaduhan.