Mohon tunggu...
Aghniya KumalasyaLicha
Aghniya KumalasyaLicha Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 Ilmu Komunikasi dI UPN “Veteran”Jakarta

Seorang mahasiswa yang tertarik untuk mengikuti beragam kegiatan sosial. #PemudaParlemenIndonesia #RumahDisabilitasJakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perlunya Penerapan "Zero Stray Pawject" pada Kucing yang Overpopulated di DKI Jakarta

11 Desember 2023   22:54 Diperbarui: 12 Desember 2023   15:33 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Bagaimana Awalnya?

Ada alasan dibalik mengapa tanggal 4 Oktober ditetapkan menjadi hari hewan sedunia, dilansir dari situs resmi World Animal Day, Hari Hewan Sedunia pertama kali ditetapkan oleh Heinrich Zimmermann. Beliau ini merupakan penulis dan editor majalah Mensch und Hund. Sebagai penulis dan editor majalah, Heinrich menggunakan majalah tersebut untuk mempublikasikan kesejahteraan hewan kepada masyarakat umum serta mendirikan Komite Hari Hewan Sedunia. Perayaan Hari Hewan Sedunia pertama kali diadakan pada tanggal 24 Maret 1925 di Sport Palace di Berlin. Lebih dari 5.000 orang menghadiri perayaan tersebut. Penyelenggara acara tersebut awalnya merencanakan Hari Hewan Sedunia pada tanggal 4 Oktober, namun Sport Palace, satu-satunya tempat yang dapat menampung ribuan pengunjung pada saat itu, tidak dapat digunakan pada tanggal 4 Oktober. 

Oleh karena itu, perayaan ini tetap diadakan meskipun dilaksanakan pada bulan Maret hingga beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1929, Hari Perlindungan Hewan Sedunia kembali diadakan pada tanggal 4 Oktober sesuai rencana semula. Pada bulan Mei 1931, pada pertemuan Organisasi Dunia untuk Perlindungan Hewan di Florence, Italia, usulan Heinrich Zimmermann untuk mendeklarasikan Hari Hewan Sedunia  pada tanggal 4 Oktober  diterima dengan suara bulat. Tanggal 4 Oktober dipilih sebagai Hari Hewan Sedunia karena  merupakan peringatan wafatnya Santo Fransiskus dari Assisi. Dia adalah santo pelindung ekologi, termasuk hewan. Menurut legenda, Santo Fransiskus bahkan bisa berbicara dengan binatang. Itulah sebabnya peringatan wafatnya Santo Fransiskus dari Assisi ditetapkan sebagai Hari Hewan Sedunia. (World Animal Day, 2023)

Seberapa pentingkah ‘hewan’ sehingga diperlukan untuk dibuatkan hari khusus untuk mereka? menurut laman resmi World Animal Day, Hari Hewan Sedunia diadakan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan hewan di seluruh dunia. Hari ini juga merupakan hari bagi para pecinta binatang di seluruh dunia. Ini adalah kesempatan untuk bersatu melawan kekejaman terhadap hewan. Misalnya saja penelantaran atau perlakuan tidak adil. Inti dari tanggal 4 Oktober adalah menjadikan dunia tempat yang lebih baik bagi semua hewan. Menurut situs resmi Kementerian Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Yogyakarta, memperingati Hari Hewan Sedunia bukan sekedar perayaan satu hari kepedulian dan perlindungan hewan, namun merupakan komitmen seumur hidup untuk melindungi hewan.

Mahatma Gandhi bahkan pernah berkata, "The greatness of a nation and its moral progress can be judged by the way its animals are treated," jika diterjemahkan, “Besarnya suatu bangsa dapat dinilai dari cara mereka memperlakukan hewan”. Memperingati Hari Hewan Sedunia dapat membangkitkan harapan dan tujuan dalam kesadaran umat manusia untuk melindungi seluruh makhluk hidup, termasuk hewan. Hal ini dapat diartikan bahwa besar kecilnya dan kemajuan moral suatu bangsa ditentukan oleh bagaimana perlakuan terhadap hewan-hewan yang hidup di sekitar kita. Hewan adalah makhluk Tuhan. Memperlakukan hewan dengan hormat berarti menghormati Tuhan yang menciptakannya. (Akbarsha, Pereira, 2010).

Memelihara hewan merupakan salah satu hobi yang banyak diminati oleh masyarakat. Hewan peliharaan dapat dijadikan sebagai teman, sosialisasi, keindahan atau refreshing, status dan sesuatu untuk dilakukan (Made & Wenagama, 2013). Banyak sekali jenis hewan yang dipelihara mulai dari mamalia, unggas, dan reptil. Kucing merupakan salah satu hewan mamalia yang paling sering dipelihara oleh manusia. Di Indonesia, jumlah kucing terus meningkat. Menurut Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Air Provinsi DKI Jakarta, jumlah kucing yang terdaftar di Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 2,8 juta ekor. Survei yang dilakukan Rakuten Insight pada tahun 2021 juga menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan jumlah kucing terbanyak, hingga 47% dibandingkan negara lain. negara-negara lain di Asia. 

Menurut data Statista, terdapat sekitar 370 juta kucing di seluruh dunia yang dipelihara sebagai hewan peliharaan. Kucing memang salah satu binatang peliharaan yang banyak disukai, termasuk di Indonesia. Menurut laporan dari Rakuten Insight tentang Pet Ownership in Asia pada 2021, kucing menduduki peringkat pertama binatang yang paling banyak dipelihara di Indonesia. Sekitar 47% orang Indonesia memelihara kucing. Di posisi dua ditempati oleh anjing sebanyak 10%. (Rakuten, 2021). Memperhatikan kesehatan merupakan hal terpenting dalam memelihara kucing, yaitu dengan memberinya makanan dan minuman yang cukup. 

Bila tidak memberikan asupan makanan, kucing mudah terserang penyakit. Sering sekali terjadi dimana seorang pemilik hewan peliharaan mendapati kucing peliharaannya sakit bahkan mati tanpa diketahui penyakit apa yang menyerangnya, walaupun kucing tersebut dipelihara di dalam rumah, tidak menjamin kucing tersebut tidak terserang penyakit. Dilihat dari kasus kematian puluhan kucing yang terjadi di daerah Sunter, Jakarta Pusat, penyebab mati mendadak terjadi dikarenakan racun zat kimia yang dapat melumpuhkan sistem saraf serta merusak sendi dan otot kucing. Selain keracunan, penyebab lain yang bisa membuat kucing mati mendadak adalah paparan virus pada kucing yang sering terjadi, seperti Feline panleukopenia virus, Feline calici virus, ataupun feline infectious peritonitis (FIP) yang disebabkan virus corona. (Iqbal, 2023). Minimnya pengetahuan dan wawasan akan penyakit pada kucing di kalangan pemelihara kucing dapat membuat tingkatan kematian kucing akan semakin tinggi.

Kucing memiliki kemampuan reproduksi yang sangat cepat, apabila dibiarkan, jumlah kucing akan dengan cepat melebihi daya dukung tempat penampungan atau tempat penginapan hewan dan lokasi lainnya (Coe, 2021). Kucing liar dan tunawisma merupakan masalah serius di banyak daerah. Mensterilisasikan kucing betina  membantu mengurangi jumlah kucing liar  dan mencegah peningkatan kucing liar. Salah satu alasan utama untuk mensterilkan kucing betina adalah untuk mengendalikan populasi kucing (Pereira, 2018). Populasi kucing  yang  berlebihan  dapat  mengakibatkan  peningkatan  jumlah  kucing  yang tidak terawat  dengan  baik,  yang  dapat  mengalami  kesengsaraan,  kelaparan,  dan  penyakit (Suryadi, Sulihan, 2010). Semakin bertambahnya populasi, makan semakin besar kemungkinan manusia akan bertemu atau terpapar dengan kucing liar yang berkemungkinan berperan sebagai pembawa penyakit. Selain itu, kekhawatiran atas kepadatan populasi kucing domestik liar adalah masalah global yang terkait dengan kesejahteraan kucing dan risiko terhadap kesehatan masyarakat. Kelebihan populasi juga  berdampak pada persaingan pangan, sehingga kesejahteraan hewan  tidak dapat terjamin. Animal welfare atau kesejahteraan hewan adalah suatu keadaan fisik dan psikologi hewan  sebagai  usaha  untuk  mengatasi  lingkungannya.  Undang-Undang  Nomor  18 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Hewan menyatakan bahwa Animal welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan  dari  perlakuan  setiap  orang  yang  tidak  layak  terhadap  hewan  yang dimanfaatkan manusia 

Sebagai bentuk upaya untuk mewujudkan animal welfare, kontrol populasi dengan sterilisasi dianggap dapat menjadi solusi dalam isu rusaknya rantai makanan supaya terjadi keseimbangan terkait peran kucing yang ada di tingkat teratas sebagai predator. Ekosistem yang dihasilkan secara sistematis memiliki ketidakseimbangan. Oleh karena itu, ledakan populasi kucing liar yang merepresentasikan ketimpangan tentu saja merupakan akibat dari perlunya menelusuri akar permasalahannya secara cermat agar kita dapat menyikapinya dengan bijak dan bijaksana. Manakala sebuah ekosistem dengan jaring-jaring makanan dan rantai makanannya ada yang terputus atau terganggu, maka hukum alam akan terjadi dan secara mau tidak mau harus menerima akibat yang ditimbulkan, baik itu jumlah populasi tikus yang mengganggu kenyamanan dapat menjadi lebih tinggi maupun populasinya yang berkurang akibat naik turunnya populasi kucing yang terjadi. 

Berbicara mengenai penyelesaian masalah dari akar akarnya, Zero Stray Pawject merupakan sebuah komunitas yang bekerja dalam mengatasi pengurangan jumlah hewan liar secara berkelanjutan yang berawal di Yunani. Hal yang membuat spesial dari adanya komunitas ini adalah mereka melakukan upaya dengan mengedukasi pemerintah serta membantu untuk melakukan intervensi sebelum hewan peliharaan tersebut berakhir di jalanan serta mempromosikan atau mempublikasikan kepemilikan hewan peliharaan yang bertanggung jawab kepada masyarakat. Program ini bisa diterapkan dimana saja dan dapat meningkatkan komunitas di seluruh dunia. (“Zero Stray Pawject”, 2023)

Apa yang menjadi urgensi kita?

Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis (LPT) Pusat pelayanan Hewan dan Peternakan Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, jumlah kucing di Jakarta akhir tahun ini kurang lebih dari 700.000 ekor, angka tersebut telah terhitung over-populated.  Kucing liar menjadi salah satu kucing yang menyebabkan terjadinya populasi yang berlebihan. populasi kucing liar yang tidak terawat dalam jumlah masif dikhawatirkan menjadi ancaman bagi lingkungan. Banyak kucing-kucing di luar sana yang terkapar di jalanan, tak terurus, hingga berpenyakitan. Masalah kian kompleks ketika populasi kucing-kucing liar tersebut melonjak berlebihan. Ancaman lingkungan lainnya lalu datang dari probabilitas penularan penyakit zoonosis yang dibawa kucing liar kepada manusia. Adapun penyakit tersebut yaitu, toksoplasmosis hingga rabies. (Humaidah, 2023). 

Faktor lain yang menyebabkan angka populasi hewan liar semakin tinggi merupakan dampak dari pandemi virus SARS-Cov2 (Covid-19) yang tidak hanya merugikan kesehatan, bahkan ikut mempengaruhi perekonomian di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sektor kesehatan hewan, satwa liar, dan perikanan merupakan sektor yang mendapatkan imbas dari pandemi tersebut. Selama pandemi Covid-19, angka hewan terlantar semakin bertambah.  Hal ini menyebabkan kucing liar yang terlantar selama pandemi menjadi lebih banyak sehingga shelter di Indonesia semakin banyak tanggung jawabnya. Jumlah yang semakin banyak ini disebabkan oleh pemilik yang meninggal dunia, kesulitan finansial dalam memenuhi kebutuhan si hewan dan juga adanya protes warga terhadap keberadaan hewan liar di sekitarnya.  

Salah satu cara untuk menghindari penyakit yang dapat menjangkiti kucing baik itu peliharaan maupun liar, yaitu dengan mengadakan sterilisasi. Kebiri (sterilisasi) adalah tindakan bedah dan atau menggunakan bahan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan atau fungsi ovarium pada betina. Pengebirian ini bisa dilakukan baik pada manusia ataupun hewan. (Trubus Swadaya, 2007). Salah satu cara terbaik untuk menghentikan populasi kucing lokal adalah dengan melakukan sterilisasi ini. Namun, hanya dokter hewan yang bekerja di klinik hewan atau rumah sakit yang memiliki fasilitas yang memenuhi standar operasi yang dapat melakukan semua tindakan tersebut. Untuk membuat upaya menekan ledakan populasi lebih efisien, mobilitas yang kurang menjadi masalah. Sterilisasi hewan dapat didefinisikan secara medis sebagai prosedur pengambilan organ reproduksi hewan jantan atau betina (kastrasi). (ovariohysterectomy) (Katherine dan Linda, 2013). Proses dari adanya sterilisasi ini pasti ada maksud dan tujuannya.

Banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari adanya sterilisasi ini. Bahkan, muncul pro dan kontra di kalangan pecinta kucing. Dilihat dari sisi pro, ada beberapa manfaat atau dampak dari sterilisasi ini yaitu:

  1. Menjadikan hewan menjadi lebih sehat serta mencegah penyebaran penyakit

  2. Stress pada hewan menjadi berkurang, kucing akan merasa stress apabila tidak segera dikawinkan apabila belum melakukan sterilisasi pada saat musim kawin

  3. Mengurangi resiko spraying (membuang air kecil sembarangan) sebagai bentuk dari penandaan teritorial wilayah mereka

  4. Kucing berubah tingkah laku menjadi lebih tenang, hal ini dikarenakan setelah dilakukan sterilisasi, mereka jadi tidak lagi memiliki nafsu untuk berkembang biak sehingga menjadi lebih pendiam.

Namun, dari manfaat yang dapat diberikan oleh sterilisasi kepada kucing ini tidak dipungkiri lagi bahwa ada banyak masyarakat yang tidak setuju dengan sterilisasi, yang menyebabkan banyak pro dan kontra dalam masyarakat. Banyak masyarakat menganggap sterilisasi hewan sebagai sesuatu yang negatif. Menurut mereka, sterilisasi pada hewan dapat menghilangkan kesejahteraan alami yang mereka miliki yakni hak hewan untuk bereproduksi. Selain itu, ada juga rasa kasihan kepada hewan karena dihilangkan nafsu untuk bereproduksi. Bahkan, banyak masyarakat mengklaim bahwa mereka terkendala biaya yang mahal untuk mensterilkan hewan. Namun, pada saat ini, hal ini tidak lagi dapat dijadikan sebuah alasan karena banyak komunitas dan klinik telah mengadakan sterilisasi dengan harga terjangkau, bahkan banyak yang melakukannya tanpa biaya sama sekali. Ada beberapa klinik atau komunitas kucing yang menyelenggarakan sterilisasi gratis dengan syarat tertentu.

Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta menggelar vaksinasi rabies pada kucing dan anjing serta sterilisasi kucing dengan menukarkan botol plastik bekas guna mewujudkan kota Jakarta ramah hewan dan ramah lingkungan yang diselenggarakan di Gor Cempaka Putih, Jakarta 2022. Hal ini merupakan sebuah solusi yang dapat kita lakukan apabila kita berkeinginan untuk mensterilisasi hewan tetapi terkendala dengan biaya. Selain membantu untuk mengurangi kelebihan populasi kucing yang ada, kita juga terhitung berpartisipasi dalam menjaga lingkungan dari sampah-sampah botol di Kota Jakarta yang dikenal sekali dengan limbah plastiknya. 

Meskipun sterilisasi merupakan bentuk dari solusi yang biasa dilakukan untuk penanganan populasi kucing liar yang berlebih, hasil yang diharapkan dari sterilisasi ini masih kurang maksimal. Hal ini dikarenakan sterilisasi lebih banyak ditujukan kepada hewan yang sudah memiliki majikan, sedangkan populasi yang berlebihan adalah kucing liar yang belum dan tidak diadopsi oleh siapapun. Jadi, sterilisasi dinilai kurang efektif apabila mengharuskan semua kucing liar yang ada di DKI Jakarta ini untuk disterilisasi, dilihat dari jumlah kucing liar yang membludak tersebar di seluruh daerah. Oleh sebab itu, ada solusi lain yang dapat dilakukan kita selaku masyarakat adalah pembangunan shelter. Masyarakat yang tersadarkan pentingnya membangun komunitas hewan-hewan liar yang terlantar di jalanan merupakan faktor penting dalam membantu penurunan populasi. 

Salah satu tempat penampungan terkenal di Indonesia khususnya di daerah Jakarta adalah “Pejaten Shelter” . Pendirinya ialah dr. Susana Somali Sp.PK, beliau seorang dokter spesialis patologi klinik yang telah mengabdikan hidupnya untuk menyelamatkan hewan terlantar selama 11 tahun terakhir. Ia mendirikan Pejaten Shelter pada bulan Agustus 2009, awalnya hanya menampung beberapa anjing untuk menghemat biaya pengobatan. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak hewan yang membutuhkan pertolongan, sehingga Pejaten Shelter kini memiliki hewan dengan hampir 1.500+ anjing, 250 kucing, dan 52 monyet, yang bisa dikatakan sebagai surga bagi manusia. (Muri, 2023).  Pembangunan Shelter yang sangat berkembang ini bisa dijadikan sebuah inspirasi bagi masyarakat DKI Jakarta yang ingin membantu hewan liar terurus dan akhirnya teradopsi oleh majikan yang bertanggung jawab. 

Banyaknya hewan liar yang harus diurus dan diakomodasi, pekerja shelter mesti memiliki mental yang kuat. Pekerja-pekerja ini memiliki tanggung jawab untuk mengurusi hewan hewan yang ditampung. Jumlah hewan yang banyak dalam tempat penampungan dapat menjadi suatu masalah apabila tidak diatur dengan baik. Maka dari itu, kesehatan mental dari orang orang yang setiap harinya bekerja untuk hewan hewan liar ini menjadi prioritas untuk mewujudkan penurunan populasi hewan liar yang berlebih. Jika dilihat dari berbagai aspek dalam pembangunan shelter sebagai sebuah solusi, perlu dilakukan pembenahan dalam menstabilisasi kesehatan mental para pekerja shelter. 

Orang-orang pasti berpendapat bahwa membangun shelter merupakan sebuah solusi terbaik dalam menekan angka populasi hewan liar. Namun, tidak akan ada shelter yang cukup besar untuk menampung dan mengakomodasi seluruh hewan liar yang ada. Bahkan, tidak akan ada jumlah keluarga yang cukup di dunia ini untuk mengadopsi semua hewan tersebut. Meskipun kita memiliki tongkat ajaib untuk menghilangkan hewan liar dari jalanan, akan ada hewan peliharaan yang dibuang dan mereka menjadi hewan liar. Siklus ini tidak akan berhenti apabila tidak diselesaikan dari akar permasalahannya yakni, pembuangan hewan serta kelebihan populasi yang diatasi. 

Sementara itu, program yang dilaksanakan oleh komunitas Zero Stray Pawject sudah terbukti sukses menekan angka populasi di kampung halamannya, Aegina, Greece. Sebanyak 1.550 anjing tidak akan menjadi liar di daerah mereka dengan menerapkan program microchip yang mereka lakukan. Berbagai macam program yang dilakukan demi mewujudkan visi mereka dalam kesejahteraan hewan. Inilah yang dinamakan penyelesaian masalah dari akar-akarnya. Inovasi yang diberikan dari komunitas ini dapat dilaksanakan oleh masyarakat DKI Jakarta jika memang mereka memiliki mindset yang kuat demi animal welfare yang kurang diperhatikan. 

Kesimpulan

Populasi kucing liar yang berlebih dapat menimbulkan banyak masalah, mulai dari penyebaran penyakit atau virus di kalangan hewan hewan yang terlantar di jalanan, rantai makanan yang berantakan yang menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem, kematian hewan-hewan akibat tidak mendapatkan sumber makanan untuk hidup, hewan yang disiksa secara kejam oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab dan masih banyak lagi. Kesejahteraan hewan perlu lebih diperhatikan lagi oleh semua orang, terutama di perkotaan yang dipenuhi oleh kesibukan manusia untuk mencari nafkah di tengah besarnya ibukota. Banyak sekali hewan yang ditinggal atau ditelantarkan ke jalanan dikarenakan mereka tidak memiliki waktu untuk mengurus dan menghidupinya sehingga hewan tersebut terlantar dengan kondisi yang tidak sehat dan kelaparan. Tindakan ini dinilai kurang etis karena mereka lebih memilih untuk membuang hewan peliharaannya, padahal ada cara lain apabila mereka memang tidak memiliki waktu untuk mengurusnya. Ialah memasukan hewan ke shelter terdekat. Shelter dibangun pasti ada fungsinya, adalah untuk saat seperti ini. Lebih baik kita memasukan hewan-hewan tersebut ke shelter daripada dibuang dan dilatarkan secara sengaja di jalanan. Setidaknya, jika kita memasukan hewan di shelter, mereka masih diberi makan, diakomodasikan dan diurus dengan baik sehingga hewan dapat terpenuhi kesejahteraannya dan mendapatkan hak-hak hewan. 

Dilihat dari permasalahan yang terjadi belakangan ini, anjing dan kucing yang dipelihara umumnya tidak dikebiri atau disterilisasi. Dengan demikian, apabila mereka berkeliaran dapat menghasilkan populasi anjing dan kucing yang berlebihan. Beberapa pemilik yang tidak bertanggung jawab menelantarkan anjing dan kucing mereka di jalan. Anjing dan kucing yang ditelantarkan biasanya tidak dikebiri/dimandulkan sehingga memiliki efek multiplikasi pada populasi hewan liar. Namun, sterilisasi bukan hanya menjadi kunci utama atau upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah populasi yang berlebih ini. Jika kita melihat negara lain, yaitu Greece, kita dapat mencontoh apa yang mereka lakukan untuk menekan populasi yang berlebih di negara mereka. Ialah dengan menrapkan program Zero Stray Pawject. Apa saja yang mereka lakukan?

  1. Mempromosikan penerapan microchip 

Hewan peliharaan yang dipelihara dapat diidentifikasi jika hilang atau ditinggalkan. Mereka menyediakan alat bagi pemerintah kota untuk menjadi sukses dan dalam konteks ini menyiapkan pendaftaran hewan peliharaan yang lebih baik. mereka mengedukasi pemerintah daerah untuk menerapkan cara-cara inovatif agar pemilik hewan peliharaan memasang microchip pada hewan peliharaannya, antara lain dengan mengizinkan microchip berbiaya rendah dan registrasi, serta insentif lain untuk mendorong perubahan perilaku.

Dalam penerapan microchip ini di negara Indonesia dibutuhkan alat-alat yang canggih, jika dilihat dari perkembangan teknologi yang ada di Indonesia, masih kurang memungkinkan untuk direalisasikan sekarang. Namun, seiring berkembangnya negara ini, saya yakin Indonesia mampu untuk membuat alat microchip untuk mengatasi masalah di negara itu sendiri. 

  1. Mempromosikan dan mensubsidi kampanye sterilisasi 

Pada hewan peliharaan yang ditargetkan pada tingkat pemilik hewan peliharaan yang menangani kepedulian masing-masing pemilik dalam skala yang besar, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Kegiatan subsidi ini sudah pernah dilakukan oleh negara kita yang terpusat pada kota-kota besar yang ada di Indonesia, salah satunya adalah Jakarta. Subsidi sterilisasi juga telah tersebar di berbagai kecamatan yang ada di Jakarta. Bukan hanya subsidi sterilisasi, melainkan subsidi vaksin rabies yang mematikan. Apabila kegiatan subsidi ini ditingkatkan dengan adanya bantuan anggaran dari pemerintah setempat, angka populasi hewan liar akan semakin berkurang. 

  1. Bekerja sama dengan pihak kepolisian

Dengan mengedukasi bagaimana menegakkan hukum terhadap pemilik yang (a) menelantarkan hewan peliharaannya, (b) tidak memasang microchip pada hewan peliharaannya, (c) menyiksa hewan peliharaannya. Mereka mengedukasi petugas polisi tentang masalah kesejahteraan hewan. 

Memberikan kesadaran, menjalin relasi dan bekerja sama dengan pihak aparat merupakan tindakan yang efektif dalam menekan angka populasi hewan liar. Dikarenakan mereka memiliki kedudukan atau fungsi dalam mengayomi masyarakat yang melanggar aturan sehingga apapun yang dilakukan oleh masyarakat terkait kesejahteraan hewan dapat diatasi dan diberikan efek jera oleh pihak yang berwajib.

  1. Pemberian edukasi di sekolah-sekolah

Mendidik generasi penerus mengenai kepemilikan hewan peliharaan yang bertanggung jawab; menjadikan mereka sebagai duta kesejahteraan hewan di dalam keluarga mereka. Bermitra dengan organisasi lokal yang tepat untuk mendidik anak-anak dan remaja di sekolah-sekolah lokal dalam negeri dan bekerja sama dengan pemerintah kota. Anak-anak adalah masa depan kita. Mereka menyediakan cara-cara inovatif untuk mengedukasi pemilik hewan peliharaan di seluruh wilayah tentang kepemilikan hewan peliharaan yang bertanggung jawab. Misalnya, dalam kemitraan dengan pemerintah kota dan otoritas air kota, mereka mengirimkan brosur edukasi di waterbill; kami mengirimkan pesan teks melalui pemerintah kota kepada pemilik hewan peliharaan dan melatih pemerintah kota bagaimana cara menelepon pemilik hewan peliharaan untuk mempromosikan kepemilikan anjing yang bertanggung jawab.

Penerapan upaya ini dapat diterapkan dengan mudah apabila organisasi lokal yang ada di Indonesia khususnya daerah Jakarta memiliki kesadaran yang tinggi bahwa generasi muda merupakan generasi penerus yang melanjutkan tindakan apa yang kita lakukan saat ini. Demi menekan populasi hewan liar yang berlebih di Jakarta, kita harus mengikutsertakan anak-anak dalam mewujudkan animal welfare. 

Penyelesaian masalah dari akar-akarnya merupakan solusi yang tepat dalam mewujudkan animal welfare. Perubahan dalam menekan jumlah populasi hewan liar membutuhkan perubahan pola pikir.  Penerapan tindakan-tindakan dari Zero Stray Pawject dapat membuahkan hasil yang sangat memuaskan apabila kita serius dan memiliki niat skesadaran yang kuat.  Mewujudkan dengan cara ini merupakan tindakan yang besar dan membutuhkan waktu yang lama untuk membuat rencana ini sukses. Dengan demikian, pentingnya kita selaku masyarakat untuk ikut serta dalam hal-hal kecil yang dapat membantu proses perwujudan penekanan populasi hewan liar yang terjadi. 

Selain itu, apabila dibuat peraturan tertulis di undang-undang tentang dilarangnya hewan-hewan yang dipelihara sebelumnya untuk ditelantarkan tanpa dimasukan shelter, masyarakat yang melanggar akan diberikan hukuman untuk efek jera sehingga mereka memiliki rasa takut untuk menelantarkannya serta membangun rasa tanggung jawab atas pemeliharaan hewan. Jadi, kerja sama antar komunitas dan pemerintah merupakan salah satu faktor penting yang dapat membuat masyarakat lebih terikat dan berkomitmen untuk hewan-hewan liar yang ada. Pengusulan pembuatan perundang-undangan dari sebuah komunitas/organisasi kepada pihak pemerintah seperti MPR dan DPRD itu adalah hal yang memungkinkan untuk dilakukan. 

Justru, dengan kita membawa kasus populasi yang berlebih ini untuk diangkat menjadi isu prioritas yang harus diselesaikan juga akan membawakan hasil yang diinginkan. Sementara itu, adapun cara ketika kita ingin memiliki hewan peliharaan dengan cara mengadopsi. Eksistensi dari sebuah shelter pasti memiliki tujuan, yaitu dari pemasukan hewan-hewan ke shelter tersebut yang nantinya akan diadopsi oleh orang orang yang berminat untuk memelihara hewan. Sesudah itu, masih banyak orang yang lebih memilih untuk membeli hewan sebagai teman peliharaannya daripada mengadopsi. Tentu saja, hewan yang mereka beli sangat lucu dan menyenangkan, tetapi begitu juga setiap hewan yang dapat diadopsi di tempat penampungan atau shelter. Apapun jenis, ukuran, atau usia yang diinginkan, kita dapat menemukan hewan yang membutuhkan majikan. 

Hal yang diperlukan hanyalah sedikit riset dan kesabaran. Selain itu, banyak sekali alasan mengapa adopsi lebih baik daripada membeli, diantaranya; menyelamatkan nyawa, membantu pencegahan populasi berlebih, mendapatkan hewan yang sehat, dan menghemat biaya. Dengan demikian “Adopt, don’t Shop” menjadi kampanye yang dapat menimbulkan kesadaran publik akan nasib hewan liar yang terlantar dan mendorong calon pemilik hewan untuk mengadopsi dari tempat penampungan hewan peliharaan atau shelter setempat yang sudah disterilisasi dan divaksinasi. Mulailah mengadopsi hewan, bukan membeli. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun