Mohon tunggu...
Aghnia Tazqiah
Aghnia Tazqiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya merupakan seorang mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2020. Selama 3 tahun kuliah, saya mengikuti UKM ASAS UPI (Arena Studi Apresiasi Sastra Universitas Pendidikan Indonesia) dan saat ini menjabat sebagai Bendahara. Puisi-puisi saya telah dimuat di Pikiran Rakyat dan di majalah Literasi Lilin.

Saya seorang introvert sehingga kegiatan yang saya sukai, yaitu kegiatan yang tidak banyak berinteraksi dengan orang lain, seperti membaca buku, membaca antologi puisi, menonton drama dan film, membuat puisi, dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Negeri Ginseng dari Sudut Pandang Penyair Ko Hyeong Ryeol

20 Juni 2023   08:23 Diperbarui: 25 Juni 2024   09:54 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

            Buku Ikan Adalah Pertapa, didesain dengan cover warna biru. Setelah membacanya hingga selesai, agaknya saya mengerti kenapa diberikan warna demikian. Hal tersebut, karena warna biru memiliki makna kesedihan sekaligus ketenangan. Seperti yang sudah dipaparkan di atas, buku ini berisi sisi gelap Korea Selatan sekaligus keindahan alamnya yang menenangkan. Pemilihan warna pada cover buku yang menyiratkan isi di dalam bukunya perlu diacungi jempol.

 

            Meskipun kebanyakan gaya bahasa yang digunakan penyair Ko rumit, tetapi ada puisinya yang menggunakan bahasa yang mudah dimengerti sehingga mudah menyentuh hati pembaca misalnya puisi "Anak di Rumah itu", Apa kesalahan anak kami/ sehingga berdiri tegak di depan Anda/ Dan tangan kecilnya yang terbuka seperti buku/dipukul seperti itu//. ("Anak di Rumah itu", Ko Hyeong Ryeol, hlm 38).

 

            Ikan adalah Pertapa, selain berisi puisi terjemahan, di dalamnya terdapat puisi yang ditulis dalam bahasa aslinya (Bahasa Korea). Pemilihan penulisan puisi diwibahasa (Indonesia dan Korea) menjadi daya tarik selanjutnya. Pembaca akan bisa mengetahui bagaimana puisi-puisi itu dalam bahasa aslinya. Buku ini bisa dibaca oleh siapapun. Hanya saja jika dibaca oleh orang yang menganggap Korea Selatan negeri tanpa cela, akan kurang berkenan ketika membacanya.

 

(Aghnia Tazqiah, mahasiswi Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun