Ayolah, waktu kecil (bahkan sampai sekarang) kita pasti pernah memikirkan hal ini: Mengapa aku tidak terlahir dari keluarga yang kaya?
Apa tebakanku benar? Aku rasa benar. Dan Ibuku, telah gagal dalam hal ini. Dia tidak melaksanakan tugasnya untuk melahirkanku dalam keadaan yang kaya dan berkecukupan. Dia sungguh tak bertanggung jawab. Padahal, di luar sana, ada ribuan Ibu lain yang bisa melahirkanku dalam keadaan yang kaya dan berkecukupan, lalu mengapa harus dia yang menjadi ibuku? Mengapa?
Ibuku tidak memberikanku standar kehidupan yang layak. Itulah alasan kedua mengapa Ibu bukanlah ‘hal terindah’ di dunia ini.
Dan alasan ketiga, atau yang terakhir -setidaknya untuk saat ini- adalah Ibuku benar-benar orang yang cerewet. Sejak kecil, di malam hari dia selalu banyak menghabiskan waktunya untuk menceramahiku dengan hal-hal yang tidak perlu. Saat aku beranjak dewasa, dia terlalu sering mengkhawatirkan aku, mengingatkan aku pada hal-hal kecil, seperti buku pelajaran misalnya. Padahal, aku yang beranjak dewasa adalah orang yang sedang mencari jati diri. Dan bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan kepercayaan diri itu, jika Ibuku, orang yang (katanya) paling sayang terhadapku, justru tidak sepenuhnya percaya padaku?!
Dia terlalu banyak bicara, bahkan hingga kini. Dan kau tahu? Itu sangat mengangguku.
Maaf Ibu, tapi aku benci kamu.
Oke, mungkin itu saja beberapa alasan yang dapat kukatakan padamu tentang keburukan Ibuku. Lain kali, akan kusambung lagi. Keburukan Ibuku terlalu banyak untuk dikatakan dalam beberapa kata. Maksudku, aku bisa saja memberikan banyak alasan lagi, hanya saja saat ini aku sedang malas.
Benarkah kau sedang malas? Atau mungkin, kamu kesulitan untuk mencari alasan lain?
Siapa itu? Suara dari mana itu?
Tak masalah suara ini berasal dari mana. Masalahnya adalah, benarkah kau sedang malas? Atau sebenarnya kamu hanya kesulitan mencari alasan lain?
Omong kosong, tentu saja aku sedang malas. Aku bisa menyebutkan ratusan alasan lain kalau kau mau!